World Book Daily, Untuk Apa?


Oleh : Mufidah Dzulqa (Siswi SMA IT Ar-Rahman Banjarbaru Kalsel)


Telah berlalu satu dari bagian hari penting dunia yang bertepatan pada tanggal 23 April 2019, yaitu World Book Daily atau biasa dikenal dengan nama Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia. Melalui pencetusan World Book Daily oleh UNESCO ini diharapkan mampu menjadi ajang penggerak masyarakat dunia baik dewasa, remaja, maupun anak-anak. 


Dikutip dari Hindustan Times, Direktur Jendral UNESCO yakni Audrey Azoulay memaparkan dalam pidato singkatnya terkait peringatan Hari Buku Sedunia 2019, “buku adalah bentuk ekspresi budaya yang hidup dan sebagian dari bahasa yang dipilih. Setiap publikasi yang dibuat dalam bahasa yang berbeda dan ditujukan untuk para pembacanya. Dengan demikian, sebuah buku ditulis, diproduksi, dipertukarkan, digunakan dan dihargai dalam latar bahasa dan budaya tertentu. Tahun ini kami menyoroti dimensi yang penting kana 2019 menjadi tahun Internasional Bahasa Pribumi yang dipimpin oleh UNESCO. Untuk menegaskan kembali komitmen masyarakat Internasional dalam mendukung masyarakat adat untuk melestarikan budaya, pengetahuan dan hak-hak mereka”.


Keinginan kuat dunia untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk masyarakat global agar membangun kembali budaya membaca buku ini rupanya masih sangat minim dalam mendapat respon proaktif.


Masyarakat seolah dibuat lupa pentingnnya membaca dengan pelbagai fasilitas teknologi berupa gawai, notebook, dan lain sebagainya. Fakta ini selaras dengan data yang dikutip Vemale, berdasarkan penelitian yang UNESCO peroleh bahwa 1000 penduduk Indonesia yang minat membaca hanya satu orang atau perbandingannya 1000:1. Kemudian dari sisi jumlah buku, 1 buku dibaca 15 ribu orang padahal yang seharusnya menurut UNESCO, 1 buku hanya dibaca untuk 2 orang.


Sungguh miris melihat kondisi dimana rendahnya minat masyarakat global terkhusus Indonesia dalam membaca buku. Dunia tampak disibukkan oleh perkembangan teknologi modern yang menjelma menjadi senjata bagi ranah baca sekarang. Hingga tak ayal, Budaya membaca buku mulai luntur diikuti kubasnya masyarakat ditengah-tengah pendidikan. 


Segala bentuk kemerosotan ini tentu membuat kita, para pemuda-pemudi Muslim cukup terhenyak, menahan nafas. Bagaimana tidak, menilik pada sejarah ketika masyarakat dunia haus akan ilmu, membaca buku bukan hanya sekedar rutinitas di waktu luang tapi juga mengkristal menjadi hobi. Dengan semangat membaca, dunia begitu bersinar diterangi cahaya-cahaya keilmuan. Sebagaimana tinta emas para pemeluk agama Islam dimasa kekhilafahan dulu, digores begitu indah, begitu mempesona dengan hasil kegigihan membaca.


Sebut saja Ibnu Haitam (Abu Ali Muhammad al-Hasan Ibnu al-Haitam), atau lebih dikenal dengan Alhazen seorang ilmuan yang ahli dibidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan dan filsafat. Merupakan ilmuan yang lahir di Basrah sekitar tahun 965M, kemudian tinggal di Kairo hingga akhir usianya pada tahun 1039 M. Salah satu teori Ibnu Haitam yang begitu membekas bagi kehidupan dunia ialah mengenai pengobatan mata yang masih digunakan diberbagai Universitas belahan bumi. Den dengan itu, para ilmuan Eropa banyak menggunakan penemuannya sebagai pendalaman atas ilmu yang mempelajari sifat cahaya.


Tak kalah kiprah, seorang muslimah Kordoba, Spanyol bernama Zahra yang hidup ditahun 936-1013 turut menambah cahaya keilmuan sebuah masa di abad pertengahan kejayaan Islam. Zahra atau oleh Barat dikenal dengan nama Abulcasis merupakan dokter ahli dimasa kekhilafahan Bani Umayyah. Pada saat itulah Abulcasis menulis buku tentang pengobatan dan pembedahan gigi yang kemudian diterjemah dalam bahasa latin oleh Gerardo dari Cremonia. Yang di kemudian hari, selama lima abad lamanya para ilmuan dari bangsa-bangsa Eropa menjadikan buku tersebut sebagai sumber utama pengetahuan dalam bidang kedokteran, bedah, dan pengobatan.


Tak cukup sampai di situ, dunia Islam turut menampilkan para ilmuan hebat dibidang astronomi bernama Al-Battani, ahli konstruksi bernama Al-Khazani, ahli geografi bernama Maryam Asturlabi, ahli bedah bernama Ibnu Sina, dan ahli fisika bernama Abbas Ibnu Firnas. Serta masih begitu banyak nama lagi yang belum tersebutkan.


Kontrasnya pencapaian dunia sekarang dengan sejarah di abad kekhilafahan silam seolah menunjukkan gagalnya opini pemerintah Nasional maupun Internasional. 


Demokrasi dengan segala atributnya dapat dengan jelas kita lihat hanya sekedar memberikan dorongan bertindak tanpa acuan atau pemantik yang menjadikan wacana tersebut menjadi nyata. Seolah hanya membangun harapan-harapan semu kebangkitan dengan adanya World Book Daily ini. Yang pada faktanya, malah masyarakat dunia semakin mundur dari tujuan adanya hari tersebut.


Sebaliknya, Islam meski tanpa hari-hari peringatan semacam World Book Daily telah mampu menancapkan kuku taringnya dicoretan emas sejarah bahwa masyarakatnya mampu bangkit dan mencapai keemasan dengan semangat membaca. 


Dengan motivasi nyata berupa dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadikan umat muslim di kala itu terpacu untuk melakukan fastabiqul khairat. 


Seperti yang tertera dalam Q.S. Al-Mujadalah ayat 11, Allah membahas tentang para hambanya yang memiliki tekad kuat mencari ilmu:


... يرفع الله الذ ىن امنومنكم و الذ ين اوتوالعلمدرخت


Artinya: "... niscaya Allah akan  mengangkat derajat orang-orang yang berilmu diantara kamu dan orang-orang yang beriman beberapa derajat”


Dan hadits Nabi Muhammad SAW yang bersabda:


من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله به طريقا الي الجنه


Artinya: “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan (dalam rangka) menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Syurga”


Dengan apa yang dipaparkan diatas, kita mengetahui Islam adalah agama sempurna yang memuliakan ummat beserta ilmunya. Tak ada motivasi yang lebih hakiki selain dari Allah dan Rasul-Nya yang memberi kabar berupa syurga. 


Maka, pada akhir dimana Demokrasi tak lagi berarti selain fatamorgana, lalu Islam hadir mengembalikan jati diri dunia dengan cahaya kemuliaannya dan limpahan atas agama yang rahmatan lil ‘alamin.


Saatnya kita, pemuda-pemudi Islam ikut andil dalam mengembalikan sejarah yang tercatat dengan tinta emas pada saat kejayaan Islam. Mari berjuang untuk mengembalikannya. Hanya Islam dalam siatem kekhilafahan yang bisa membuat para penuda produktif dan semangat berkontribusi demi kebangkitan hakiki. 


Wallahua'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak