Oleh : Jafisa (Pena Muslimah Cilacap)
"Naik lagi, naik terus. Harga pangan naik, rakyat tercekik". Tidak salah jika ungkapan itu keluar dari mulut masyarakat. Ini menunjukan keresahan rakyat atas kondisi pangan dalam negeri yang semakin hari semakin meninggi. Dua pekan telah berlalu. Bawan putih masih menjadi jawara. Layaknya artis yang sedang naik daun, harga bawah putih tak mau turun. Pemerintah juga tak berdiam diri melihat fenomena ini terjadi. Akhirnya kebijakan impor ditembuh untuk yang kesekian kali dengan mengimpor bawang putih hampir 80ton demi tercapainya kebutuhan rempah yang mencapai 50-55 ton pertahun. Alasanya impor ini demi menjaga stabilisasi harga, namun benarkah realitasnya?
Alih-alih alasan impor pangan masih menjadi misteri dan teka-teki masyarakat hari ini. Sungguh aneh, seharusnya ketika jumlah komodity barang membludak maka semakin murah harganya. Namun ternyata masyarakat baru sadar jika pendapat itu keliru. Justru dengan adanya impor harga bawang merah semakin meninggi. https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190508111224-92-392962/drama-impor-biang-keladi-harga-bawang-putih-menjulang
Lebih parahnya dalam kondisi sesulit ini pemerintah (Kemedag) justru melontarkan pernyataan yang menyakitkan hati. Katanya harga pangan terus meninggi dikarenakan para pedagang yang terus memenuhi keinginan atau permintaan konsumen. Lagi-lagi masyarakat yang salah dan harus mengalah. https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20190510203403-92-393905/bahan-pokok-mahal-kemdag-salahkan-pedagang
Drama impor yang digadang-gadang mampu menyelesaikan kenaikan harga pangan justru menjadi momok yang menakutkan bagi rakyat.
**
Islam Solusi
Sudah bukan menjadi rahasia, kenaikan kebutuhan pokok pangan memang naik setiap hari-hari besar seperti : tahun baru, natal, imlek, ramadhan, idul fitri dan idul adha. Sejatinya masyarakat sudah tidak gumun (kaget) dengan fenomena musiman yang kronis ini. Bahkan masyarakat cenderung sudah siap dengan arus kenaikan ini. Namun keganjilan, pertanyaan dan keanehan dalam benak masyarakat terus menjadi misteri, memaksa masyarakat mencari tahu ada apa dan mengapa ini terus terjadi. Apa dan siapakah yang mampu memberikan solusi krisis pangan di negeri ini?
Lihatlah, sistem Demokrasi tak kunjung mampu menyelesaikan polemik yang terus terjadi. Polemik pangan contohnya. Ketidak mampuan sistem Demokrasi dalam mengatur stabilisasi pangan selalu dipenuhi misteri. Hampir satu abad umur sistem ini, namun masyarakat bukan semakin makmur justru semakin hancur. Kebutuhan pangan dan kehidupanya tidak semakin membaik dan terus tercekik. Inilah wujud asli Demokrasi yang menjadikan hawa nafsu sebagai pemutus (hukum) diatas bumi. Sistem yang terlahir dari kepentingan-kepentingan para tirani (penjajah) yang hendak menguasai negeri. Maka belum ada dijumpai sebuah negeri yang bersistem Demokrasi mampu mensejahterakan rakyat, karena Demokrasi berasal dari kejeniusan manusia sebagai makhluk lemah, yang tak mampu memberikan keadilan bagi manusia diatas bumi.
Disamping itu Demokrasi bukanlah periayah (pengurus) sejati, karena hubungan penguasa dengan rakyat yang dipimpinya selalu beraroma jual-beli dan untung-rugi. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah jargon penuh ilusi yang dijadikan tameng dalam membela diri dan memanipulasi. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Demokrasi tidak layak pakai dan harus segera diganti dengan sistem yang hakiki.
Sistem yang hakiki itu bernama Islam yang dibangun atas dasar Aqidah yang memancarkan peraturan didalamnya. Dalam
Islam meyakini adanya Allah 'azza wa jalla saja belum cukup jika tidak meyakini bahwa Allah adalah Al-mudabbir, yang Maha Mengatur. Meyakini adanya Allah namun mengingkariNYA sebagai dzat yang berhak membuat aturan adalah kekeliruan. Karena sejatinya Islam diturunkan untuk mengatur stabilisasi kehidupan manusia. Jadi, Islam bukan sekedar agama spiritual semata, namun Islam terdiri dari dua aspek : Politik dan Spiritual (IPS : Islam Politik dan Spiritual). Inilah hakikat Islam yang diajarkan oleh nabi, bukan Islam yang berjalan dibawah rel kereta Demokrasi.
Islam telah didesain oleh sang pembuat alam semesta sedemikian rupa dengan aturan baku (tata pelaksana) yang disebut sebagai sistem Khilafah. Karena Islam dicipakan untuk mengatur alam semesta, maka tidak ada jalan lain dalam menerapkan Islam dalam sistem Khilafah sebagai penjaga dan pelaksana hukum syari'ah.
Dalam masalah pangan misalnya, Islam telah menjamin semua kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok pangan dijamin oleh negara dengan memberikan kemudahan dalam memperolehnya yakni dengan harga yang murah bahkan gratis bagi para fakir-miskin. Khilafah tidak memberikan patokan harga baku karena berpotensi merugikan dan meresahkan umat. Khilafah hanya memberikan kemudahan dalam memperoleh dengan menyediakan kebutuhan pangan yang ditempatkan di baitul mal yang diperoleh dari zakat dan lahan khusus yang dikelola negara. Mengelola lahan dengan terus mengembangkan industri dibidang pertanian sehingga Islam mampu meriayah (mengurus) umat tanpa harus impor. Meskipun demikian impor tetap dibolehkan sebagai solusi terakhir ketika khas baitul mal kosong. Teknologi kincir angin, kincir air dan berbagai mesin industri pertanian ternyata berawal dari negara Khilafah bukan dari negara barat.
Hubungan antara penguasa dan rakyat adalah hubungan kepengurusan bukan hubungan bisnis dan kepentingan. Oleh karenanya dalam sejarah panjang perjalanan Khilafah yang mampu bertahan hampir 14 abad lamanya mampu mensejahterakan rakyatnya.
Tunggu apalagi, stabilisasi harga pangan tidak akan terwujud jika terus berharap pada Demokrasi. Saatnya bergabung dan berjuang dalam barisan dakwah syari'ah dan Khilafah.
Wallahu a'lam bish-shawab.[]