Oleh: Muhlisa (Aktivis Remaja Muslimah)
Masih hangat dalam perbincangan mengenai film Kucumbu Tubuh Indahku, Mengutip dari wikipedia.org Kucumbu Tubuh Indahku adalah film Indonesia tahun 2019 garapan penulis dan sutradara Garin Nugroho. Film tersebut mengisahkan tentang perjalanan penari Lengger Lanang di sebuah desa kecil di Jawa. Sebuah perjalanan tubuh yang membawa Juno menemukan keindahan tubuhnya.
Film karya Garin itu telah diakui kualitasnya di dunia dan memenangkan Asia Pacific Screen Award, film terbaik Festival Des 3 Continents Nantes 2018, dan mengikuti seleksi Festival Film International di Venesia.
Namun, meski film tersebut telah menorehkan sederet prestasi internasional, tapi ternyata tak bisa memuluskan publikasinya di Indonesia. Faktanya, film ini menuai banyak kecaman dari berbagai kalangan termasuk pemerintah daerah yaitu Depok, Jawa Barat, Kubu Raya, dan Pontianak, Kalimantan Barat. Alasannya, film tersebut meresahkan masyarakat karena bisa memengaruhi cara pandang atau perilaku masyarakat terhadap kelompok LGBT dan dianggap bertentangan dengan nilai agama.
Perbedaan apresiasi terhadap film ini, di dalam dan luar negeri jelas tidak mengherankan. Karena memang sistem sekularisme telah benar-benar diterapkan masyarakat Barat. Sekaligus menjadi asas kehidupan mereka.
Tidak ada halal haram bagi mereka selagi itu seni yang menguntungkan. Tidak akan pernah ada hukum Tuhan yang mereka terapkan dalam kehidupan mereka. Kebahagiaan bagi mereka adalah kesenangan dan kepuasan diri.
Jika kita mencoba menyelami lintasan sejarah, kemunculan dari sekularisme dikarenakan oleh pemikir dan cendekiawan serta rakyat jelata yang dikecewakan oleh sistem pemerintahan agama (katolik). Bentuk pemerintahan teokrasi yang otoriter telah mendorong kaum cendekiawan mereka untuk melakukan suatu perubahan besar.
Sehingga muncullah pemikiran untuk memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme). Pada saat ini sekularisme dengan pemikiran derivatnya yaitu liberalisme dan pluralisme, termasuk kapitalisme dan demokrasi adalah produk yang sengaja disiapkan untuk menjadi tameng agar masyarakat Eropa tidak lagi terjerumus pada trauma masa lalu, bersatunya negara dan agama.
Maka, persoalan seni atau film bagi mereka bukan persoalan yang harus diurusi agama. Pun dengan penyimpangan seks seperti LGBT. Bagi sekulerisme itu semua hak masing-masing individu.
Berbeda dengan Islam, sejarah telah membuktikan bahwa kejayaan Islam justru tercapai ketika Islam tidak hanya diposisikan sebagai agama ritual. Tetapi juga sebagai aturan hidup yang mengatur seluruh aspek dalam kehidupan, termasuk seni.
Jika kehadiran film berbau LGBT banyak ditolak di Indonesia, wajar saja karena mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam. Walaupun Negara ini tidak menerapkan sistem Islam namun, masyarakat masih mempunyai aqidah yang kuat untuk menentang kemaksiatan yang nyata.
Tidak semua bentuk seni tertolak dalam Islam. Menarik jika kita menelisik sejarah masuknya islam ke Indonesia salah satunya didasari oleh seni yang dilakukan oleh Wali Songo. Selama perjuangannya menyebarkan ajaran Islam, Wali Songo, terutama Sunan Bonang, selalu memasukkan unsur permainan dan kesenian yang tidak membuat masyarakat jenuh.
Unsur-unsur permainan dan kesenian yang dibawakan Wali Songo memang sederhana. Namun, memiliki nilai dan arti yang sarat dengan pesan moral dan etika syar'i yang memiliki multidimensi, baik spiritual maupun sosial.
Inilah bukti bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk berseni ataupun berkreatifitas selagi hal itu tidak melanggar hukum syara. Ini pula yang menegaskan bahwa Islam dan kehidupan tidak dipisahkan.
Islam adalah sebuah sistem hidup, sebuah ideologi yang tidak bisa diterapkan secara sebagian. Ia juga tidak bisa dicangkokkan dengan ideologi lain semacam sekularisme dan sosialisme, dikarenakan Islam adalah metode hidup yang khas. Dan untuk menerapkan Islam yang kafah maka sesungguhnya diperlukan suatu institusi yang harus ada untuk menjamin terlaksananya semua aturan-aturan Islam, institusi inipun haruslah khas yang terpancar dari Islam, tidak yang lain, yaitu Daulah Khilafah Islamiyyah.
Oleh karena itu, sebagai seorang yang berusaha untuk melaksanakan semua aturan yang telah dibebankan oleh Allah SWT kepada kita, hendaknya kita tidak mengambil pandangan-pandangan yang tidak berasal dari Islam maupun memperjuangkannya, apalagi pandangan itu telah terbukti mudharatnya bagi kehidupan kita, agar kita dapat mempertanggungjawabkan perbuatan kita di akhirat nanti.
“Barangsiapa mencari agama (diin) selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS ali-Imran [3]: 85)
Semua muslim di dunia ini harus faham bahwa sesunggunya akar permasalahan yang menyebabkan bangkitnya Barat dan terpuruknya Islam adalah satu yakni sekularisme (memisahkan agama dari negara).
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maaidah [5]: 50)
Akhirul kalam, kita harus benar-benar waspada terhadap pemikiran orang-orang yang bertujuan ingin menjauhkan kita dari Islam, sunnah rasul-Nya dan aturan-aturan (syari’at-Nya). Meskipun terkadang penganut sekularisme ini ”kelihatan” berdalil ataupun rasional, namun akhirnya kita diajak untuk mengikuti kepada nilai-nilai kufur. Semoga Allah SWT melindungi kita dari hal-hal yang seperti itu.
Wallahua’lam bi ash-shawab