Oleh: Ummu Aulia (Praktisi Pendidikan)
Film karya Garin Nugroho yang berjudul Kucumbu Tubuh Indahku, mendapat banyak sorotan dari masyarakat. Walikota depok, H. Muhammad Idris menyampaikan surat keberatan yang ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang pelarangan penayangan film 'Kucumbu Tubuh Indahku' di bioskop- bioskop yang berada di Kota Depok (Republika.co.id/26 April 2019). Demikian pula dengan Sekretaris Daerah Kota Palembang, Ratu Dewa menyatakan akan meminta pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Sumatera Selatan untuk melarang pemutaran film 'Kucumbu Tubuh Indahku' karya Garin Nugroho. Ratu Dewa menilai film tersebut bisa menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat karena mempromosikan perilaku seksual menyimpang (cnnindonesia.com/28 April 2019). Wakil Ketua Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga MUI Arovah Windiani mendapat keluhan dari masyarakat terkait film ini. Arovah dengan tegas meminta film tidak perlu disebarluaskan (beritasatu.com/24 April 2019). Sejumlah petisi juga bermunculan di change.org menolak film terbaru karya Sutradara Garin Nugroho tersebut. Petisi ini untuk menolak penayangan dan penyebarluasan film yang dianggap LGBT.
Film tersebut dinilainya dapat mempengaruhi cara pandang dan perilaku kaum muda dalam menilai penyimpangan seksual tersebut. Selain bertentangan dengan nilai agama, dikhawatirkan masyarakat akan menganggap penyimpangan seksual tersebut sebagai hal yang biasa. Kalau ini dibiarkan pasti timbul keresahan sosial di masyarakat.
Demikianlah jika seni berkembang dalam sistem kapitalis sekular. Seni hanya dipakai sebagai mesin untuk mendatangkan keuntungan yang besar. Atas nama kebebasan berekspresi, pelaku seni merasa bebas untuk melakukan apapun terkait prosfesinya. Yang penting bagi mereka adalah dapat menghasilkan uang dan ketenaran. Ya.. sistem kapitalis sekuler menjaga kebebasan bertingkahlaku, baginya tidak penting untuk memperhitungkan halal atau haram perbuatannya tersebut. Sepanjang apa yang dilakukannya dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat, maka mereka bebas melakukannya. Banyak sekali seni dibuat hanya untuk memenuhi selera masyarakat, hanya sebatas hiburan yang jauh dari unsur mendidik yang dapat membawa kebaikan ditengah-tengah masyarakat. Seni tidak lagi mempedulikan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat. Betapa banyak konser seni musik yang menimbulkan bentrokan diantara penonton, yang bahkan memakan korban. Selain kontennya yang hanya sebatas cinta murahan, juga tampilan para penyanyinya yang mengundang syahwat. Belum lagi seni rupa, banyak perupa seni yang membuat patung-patung atau lukisan yang seronok. Juga seni film, yang mayoritas isi ceritanya seputar tahta, cinta dan wanita, yang mana jauh sekali dari unsur mendidik. Tayangan-tayangan di televisi bahkan menjadi inspirasi untuk melakukan tindakan kurang ajar atau bahkan kriminal. Ya, seni dan kebebasan dalam sistem sekuler bersifat merusak, oleh karena itu harus dilawan.
Kondisi seperti ini perlu mendapat perhatian umat. Perlu ada solusi yang mumpuni yang dapat menjadikan seni bukan sekedar hiburan tetapi menjadikan seni sebagai sarana/alat melakukan amar makruf nahi mungkar dan sebagai sarana pendidikan untuk umat. Hanya dengan sistem yang benar yaitu sistem Islam dapat menjadikan seni sebagai salah satu sarana untuk perbaikan dan untuk mencerdaskan umat.
Seni merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan baik yang dapat dilihat, didengar, maupun dirasa. Sudah menjadi fitrahnya manusia menyukai keindahan. Maka Islam tidak melarang sesuatu yang baik dan indah. Bahkan Al-Qur’an melampaui karya seni yang terbaik sekalipun. Salah satu kemukjizatan Al-Qur’an adalah keindahan dan ketinggian nilai seni sastra dan bahasanya. Juga dalam beberapa riwayat, Rasulullah memberikan dukungan terhadap seni dan tidak melarangnya secara general, seperti diketahui dalam sikap beliau sebagai berikut: Dalam kitab ihya’ ‘Ulumuddin karya monumental Imam Al-Gazali ada suatu bab khusus tentang pentingnya seni dalam Islam. Ia mendasarkan pandangannya pada beberapa peristiwa penting pada masa Rasulullah selalu diisi dengan seni musik, seperti membiarkan orang melantunkan nyanyian dan syair ketika menunaikan ibadah haji, ketika prajurit melangsungkan peperangan dilantunkan lagu-lagu perjuangan untuk memotivasi prajurit di medan perang (Nasarrudinumar.org/28 April 2019). Seni musik juga dapat dikembangkan untuk meninggikan syiar Islam, memotivasi umat untuk lebih mencintai Islam. Demikian pula dengan seni rupa dan arsitekstur. Pada jaman kegemilangan Islam dibawah institusi Khilafah, seni rupa dan arsitekstur berkembang pesat. Keberhasilan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik berkemauan keras untuk melakukan pembangunan panti-panti untuk orang cacat, jalan raya, pabrik-pabrik, gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Seni rupa yang berkembang yang berkembang pada jaman Daulah Bani Umayyah adalah seni ukir yaitu penggunaan khat Arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi SAW dipahat dan diukir pada tembok dinding bangunan masjid, istana dan gedung-gedung (Republika.co.id/28 April 2019). Dan masih banyak lagi karya peninggalan kaum muslimin yang bernilai seni tinggi yang masih dapat kita saksikan saat ini.
Demikianlah seni akan dapat menghantarkan manusia pada peradaban yang tinggi jika diterapkan dalam sistem Islam. Seni akan dapat dinikmati keindahannya, dan akan dapat bermanfaat untk kemaslahatan umat.
Wallahu a’lam.
2 Mei 2019