Sekulerisme Mematikan Risau Terhadap Kemungkaran

Oleh : Hawilawati, S.Pd.


---


Kasus pergaulan  bebas ditengah masyarakat  : berpacaran, sex bebas, aborsi, tawuran, narkoba, LBGT dsb. Serta kasus yang marak terjadi di kalangan pejabat pemerintah seperti korupsi dan membuat UU tidak  berdasarkan syariat Allah. Kerap kali kita saksikan. Dan itu seakan-akan menjadi hal yang lumrah di alam demokrasi ini.


Tak hanya berhenti disitu, saat ini kemungkaran dikemas indah dengan dalih kebebasan ekspresi atau kreatifitas masyarakat.


Ketika ide sekulerisme dan kapitalisme diadopsi oleh sebuah masyarakat, maka akan  melekat orientasi materi dalam setiap aktivitasnya dan dianggap agama tak perlu mengurusi dunianya. Standar baik buruk itu hanya diukur cara pandang manusia atau selera masyarakat saja.


Tak terkecuali aktivitas unfaedah, unfitrah penuh penyimpangan diatas, selama menghasilkan materi maka sah-sah saja untuk dilakukan.


Akan sangat berbahaya jika di dalam diri muslim virus Sekulerisme telah merasuk dalam tubuh, yang tak hanya memisahkan kehidupannya dengan agama, namun telah berhasil mematikan rasa risau umat Islam tatkala  penyimpangan atau kemungkaran terjadi dihadapan. Yang sejatinya 

tidak ridho ataupun  risau terhadap kerusakan dan penyimpangan  merupakan selemah-lemahnya iman. 


---


Islam agama yang paripurna, segala aktivitas memiliki rambu-rambu, tak asal tabrak sana tabrak sini. Begitupun masalah ekspresi (berprilaku) Islam sangat memperhatikannya karena ini terkait dengan sebuah perbuatan yang tak akan luput dari hisabNya.


Dalam hadits disebutkan,


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718)


Dalam kalimat syair disebutkan,


وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ


أَعْمَالُهُ مَرْدُوْدَةٌ لاَ تُقْبَلُ


“Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 14-15)



Ketika seorang berbuat tanpa ilmu (agama) maka perbuatan ini akan tertolak sia-sia. Apalagi jika perbuatan ini adalah sesuatu yang dilarang agama akan menimbulkan dosa dan kemudhorotan. Islampun sangat tegas dalam mencegah kemungkaran. Sehingga tak ada celah bagi kemungkaran untuk berkembang.


Rosulullah SAW bersabda :


Sikap seorang muslim terhadap kemungkaran,  telah diserukan oleh  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dalam sabdanya :


مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ


“Barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, maka jika ia tidak mampu dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman”.


Bagi penguasa memiliki kewajiban mencegah kemungkaran dengan kekuasaannya. Sebagai bentuk penjagaan hak dan fitrah masyarakatnya. Dengan menerapkan  syariat Islam di seluruh aspek kehidupannya dan melegalkan Jarimah huduud (hukum yang telah ditetapkan Allah), diantaranya :

1.Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan nasab.

2. Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti) untuk menjaga kehormatan dan harga diri.

3. Had al-Khamr (hukuman orang minum khamer (minuman memabukkan) untuk menjaga akal.

4. Had as-Sariqah (hukuman pencuri) untuk menjaga harta.

5. Had al-Hirâbah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta dan harga diri kehormatan.

6. Had al-Baghi (hukuman pembangkang) untuk menjaga agama dan jiwa.

7. Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.


Sanksi diatas dilegalkan sebagai bukti penguasa telah menjaga hak-hak masyarakatnya, yang berfungsi sebagai penebus dosa dan pembuat jera.


Bagi masyarakat, harus senantiasa menyampaikan yang hak, saling mengingatkan dalam kebaikan (tidak boleh cuek). Namun tatkala kemungkaran tak kuasa ia rubah maka selemah-lemahnya iman adalah tidak ridho jika kemungkaran  itu terjadi. 


Tanpa nanti dan tapi, sudah saatnya umat manusia  kembali kepada standar perbuatan baik (khoir) dan buruk (syarr), cinta dan benci karena Allah SWT, bukan karena selera individu atau masyarakat. Dan hanya dengan mengadopsi pemikiran Islam dan bertingkah laku yang disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala saja maka kehidupan umat manusia akan terselamatkan dan mendatangkan RahmatNya.


Wallahu'alam bishowwab


*(Praktisi Pendidikan, Member Revowriter Tangerang)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak