Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Puluhan aktivis tergabung dalam Lingkar Studi Ilmu Sosial Kemasyarakatan (LSISK) turun ke jalan. Mereka memperingati Hari Bumi se-Dunia dengan menggelar orasi di Bundaran Hotel A Banjarmasin, Senin (22/4/2019). Dalam orasinya, LSISK menuntut agar Pegunungan Meratus harus diselamatkan dari kerakusan para aktor tambang batubara dan ekspansi perkebunan sawit yang makin masif di Kalimatnan Selatan.
Ketua Umum LSISK mengungkapkan saat ini lembaga peradilan tak berpihak kepada lingkungan dan kepentingan masyarakat. Terbukti dengan rontoknya dua kali gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) baik di tingkat pertama di PTUN Jakarta, hingga tingkat banding di Pengadilan Tinggi TUN Jakarta, pada Kamis (14/3/2019) silam.
Ia juga menyebut bukan hanya ancaman PT MCM, saat ini Pegunungan Meratus juga akan dibebani dengan aktivitas perluasan tambang PT Antang Gunung Meratus (AGM) dalam wilayah konsesi PKP2B, dari sebelumnya hanya 10 juta ton per tahun, naik menjadi 25 juta ton per tahun. Termasuk, wilayah terancam adalah Kabupaten HST (jejakrekam.com, 22/04/2019).
Sebelumnya, penolakan izin baru pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit di Pegunungan Meratus juga menjadi agenda besar puluhan organisasi pencinta alam ketika perayaan Hari Bumi di Kota Banjarbaru pada Sabtu (20/4). Korlap Aksi Hari Bumi, mengatakan agenda aksi tersebut jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya lantaran unjuk rasa mengusung isu bertema lokalitas seperti penolakan izin pertambangan batu bara dan kelapa sawit. Menurut dia, aksi sebagai suara protes terhadap maraknya izin pertambangan dan kelapa sawit di Pegunungan Meratus.
Mengacu data Wahana Lingkungan Hidup (Kalsel), 50 persen wilayah di Banua memang sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Rinciannya 33 persen (1.242.739 hektare) dibebani izin tambang. Sisanya, 17 persen (618.791 hektare) dikuasai perkebunan sawit (kumparan.com, 20/04/2019).
Momen Hari Bumi digunakan pegiat #SaveMeratus untuk menyuarakan aspirasinya. Stop tambang dan sawit itu hal utama yang digaungkan mereka di Kalsel. Sebab, Kapitalisme dengan ide kebebasannya telah merenggut SDA yang dimiliki Kalsel.
Dalam sistem ekonomi Kapitalisme menjadi sebuah keniscayaan bahwa pemilik modal lah yang berhak untuk menguasai berbagai sektor penting, termasuk SDA. Inilah gambaran ketika yang diterapkan adalah sistem ekonomi neo-liberal yang sekadar menguntungkan segelintir saja, namun justru menyengsarakan sebagian besar masyarakat.
Bahkan, sistem ekonomi kapitalis lah yang sebenarnya bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Mestinya hal ini kian menguat kesadaran kita untuk mengembalikan pengelolaan bumi dan segala isinya kembali sesuai panduan sistem kehidupan dari Penciptanya, Allah SWT. Yakni, sistem kehidupan Islam, melalui institusinya Khilafah Islamiyah.
Islam sudah sangat jelas mengatur tentang SDA di negeri kaum muslimin. Sebagai kepemilikan umum, SDA akan dikelola negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat secara gratis. Pihak swasta dan asing tidak diizinkan mengambil-alih seperti dalam sistem Kapitalisme sekarang, justru mengakibatkan kerusakan. Karena jelas, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Harta milik umum adalah harta yang ditetapkan oleh Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) sebagai milik bersama kaum Muslimin. Harta milik umum tersebut di antaranya seperti sumber air, padang rumput (hutan), bahan bakar, sarana umum (jalan, kereta api, saluran air, dan sebagainya) dan barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Ketentuan ini didasarkan pada hadits Nabi Saw: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput (gembalaan), dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1140).
Pengelolaan sumberdaya alam ini harus diatur dengan sistem yang menguntungkan rakyat. Sebab, memang sejatinya SDA tersebut adalah milik umat. Khilafah akan memasukkan segala pendapatan hasil hutan ke dalam Baitul Mal (kas negara) dan mendistribusikan dananya sesuai kemaslahatan rakyat dalam koridor hukum-hukum syariah.
Apalagi, kesadaran manusia dalam perannya sebagai khalifah yang telah ditunjuk oleh Allah di muka bumi mengharuskannya bertindak arif dan bijaksana dalam mengelola kekayaan alam dan bumi sehingga terhindar dari kerusakan. Sebab, selain Khalifah sebagai pemimpin, ia juga wajib menjalankan tugas ‘imarah al-ardl untuk mengurus bumi dan segenap sumber daya alam dengan sebaik-baiknya.
Maka, masuk akal jika negeri ini ingin sejahtera, tiada pilihan lain kecuali memang harus kembali kepada sistem Islam. Menerapkan semua aturan Islam secara sempurna (kaffah) dalam berbagai aspek kehidupan. Di antaranya dengan pengelolaan sesuai syariah, SDA benar-benar akan dapat berfungsi sebagai sarana untuk menunjang kehidupan manusia di dunia, sekaligus menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat seluruhnya.
Ingatlah, firman Allah SWT: “Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (TQS. Al-A’raf: 96). []
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel.