Oleh: Rahmi Noorhayati, MD
Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, mencapai 222 juta jiwa. Karena itu, kebutuhan produk dan layanan serta fasilitas halal tentu tinggi. Halal lifestyle trends pun dikembangkan dengan serius oleh komiditas bisnis didukung penuh pemerintah yakni Kementerian Pariwisata bersama Smesco mulai masif di tahun 2017.
Di bidang kesehatan perkembangan Halal lifestyle trends pun memicu Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (Mukisi), organisasi yang berdiri tahun 1994 ini untuk semakin serius dalam mengembangkan RS syari’ah berpedoman pada fatwa MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang pedoman penyelenggaraan RS berdasar prinsip syari’ah.
Rumah sakit syari’ah akan ditargetkan menjadi trend di Indonesia baik terkait pelayanan kesehatan syari’ah dan pengelolaan menejemen RS bersyari’ah. Perkembangan RS bersertifikat Syari’ah ini baru satu-satunya di dunia hanya ada di Indonesia. Mukisi pun mentargetkan 100 rumah sakit bersertifikat syari’ah tahun ini, yang mana target tersebut naik dari tahun lalu yaitu sebanyak 50 unit.
Salah satu rumah sakit pemerintah yang sedang dalam proses menjadi RS Syari’ah adalah RSUD H. Hasan Basry Kandangan Hulu Sungai Selatan. Hal ini tak lepas dari dukungan pemerintah daerah. Mukisi pun memberikan penghargaan atas upaya kepala daerah HSS mewujudkan RSHHB berbasis syari’ah pada International Islamic Healthcare Confrence and Expo 2019 di JCC.
RSHHB akan menyediakan pelayanan dan fasilitas tempat ibadah, dan juga akan menjadi rumah sakit pelayanan haji dan umrah serta pelayanan vaksinasi meningitis dan influenza. Adapun standar pelayanan minimal dalam RS syari’ah yang mengacu pada surat keputusan Mukisi pada muktamar nasionalnya 21 Maret 2017, meliputi: 1. Membaca Basmalah pada tiap pemberian obat dan tindakan, 2. Hijab untuk pasien muslimah, 3. Mandatory training untuk fiqih, 4. Adanya edukasi Islam (buku atau leaflet), 5. Pemasangan EKG (Electrocardiogram) sesuai gender, 6. Pemakaian hijab ibu menyusui, 7. Pemakaian hijab di OK (Operatie kamer), 8. Penjadwalan operasi elektif tidak terbentur waktu sholat.
Pegembangan proyek RS syari’ah tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit, terlebih pemerintah tidak memberikan dana secara khusus dalam pengembangan proyek ini. Karena itu, Mukisi membangun banyak kerjasama dengan pihak swasta guna mendapatkan sokongan dana, di antaranya BNI Syari’ah sebagai bank operasional RS Syari’ah. Penandatanganan kerja sama ini bertepatan dengan kegiatan 1st International Islamic Healthcare Conference and Expo (IHEX) di Jakarta Convention Center (JCC), seperti dalam rilis Muslim Obsession, Rabu (11/4/2018).
Kerjasama lain juga terjalin, seperti dilansir di web resminya Kamis (13/9/2018), Mukisi telah melakukan akad kerjasama dengan PT. Kymmoshi Global Indonesia. RSI Sultan Agung Semarang hadir sebagai pilot project kerjasama ini, untuk kemudian dilakukan pula oleh rumah sakit syari’ah anggota Mukisi lainnya. Kerjasama tersebut berupa digunakannya produk dari PT. Kymmoshi Global Indonesia oleh RSI Sultan Agung Semarang. Meskipun terdapat sumber dana dari pihak non profit seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI), tetapi kerjasama Mukisi dominan dilakukan dengan pihak-pihak swasta yang berorientasi profit.
Penandatanganan kerjasama antara RS syari’ah dengan berbagai perusahaan, akan menciptakan ketergantungan yang menjadi silent killer untuk RS syari’ah. Dimana berbagai barang habis pakai dan sistem pengelolaan keuangan akan sangat bergantung pada mereka. Jelaslah, menimbulkan potensi penyetiran kebijakan-kebijakan RS Syari’ah oleh pihak pemilik modal, melemahkan independensi pengelolaannya.
Terlebih, telah diwacanakan Mukisi, dikembangkannya RS syari’ah juga untuk menguatkan kepariwisataan. Hal ini bisa dilihat dari latar belakang gagasan RS syari’ah ini digenjot tahun 2017 mengikuti Halal lifestyle trends yang sedang berkembang di negara-negara lain. Faktanya, keuntungan materi menjadi bidikkan trend ini. Hal ini memunculkan kekhawatiran, tujuan penegakkan asas-asas Islam dalam dunia kesehatan bukan semata-mata untuk ketaqwaan pada Allah SWT, tapi ditunggangi orientasi profit yang mendominasi.
Islam datang memberikan paradigma tentang kesehatan, menempatkan kesehatan sebagai community primary needs. Pertama, kesehatan adalah perkara yang sangat penting untuk terpenuhinya kebutuhan lain sandang, pangan dan papan. Kedua, akses kesehatan tidak dibebankan pada kemampuan individu, tapi menjadi jaminan negara tanpa diskriminasi.
Negara tidak boleh mengalihkan tanggungjawab ini kepada pihak swasta ataupun pada rakyatnya. Sebab tanggungjawab pemimpin memberikan layanan rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Sebagaimana sabda Rasululah: “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika dua hal ini dipegang negara, maka sektor kesehatan tidak akan ditungganggi oleh kepentingan korporasi, karena sumber dana datang dari kas negara. Sedangkan kas negara yang sistem ekonominya terbelenggu neoliberalisme-kapitalis tidak akan mampu menyediakan dana dengan konsentrasi kepentingan umat, karena mindset keuntungan haruslah lari pada kantong korporasi.
Menggeliatnya RS syari’ah ini merupakan bukti bahwa wajah sebenarnya Islam itu adalah sebuah ideologi. Ketika umat berbondong-bondong melirik dan beranjak ke sistem syari’ah meski masih pada derajat parsial, maka ini merupakan penjelas bahwa Islam mampu mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk di bidang kesehatan.
Potret kegemilangan penerapan sistem kesehatan Islam yang disertai aspek lain secara menyeluruh, telah menjadi tinta emas sejarah. Bukan hanya pembangunan rumah sakit pertama, tapi juga disediakan rumah sakit berjalan yang siap memberikan pelayanan kesehatan kepada umat. Bimaristan pada masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dari Bani Umayyah, adalah rumah sakit yang sangat megah dan modern, selama 267 tahun memberikan pelayanan kesehatan.
Rumah sakit juga berposisi sebagai medical study center bagi mahasiswa kedokteran dan kesehatan menimba ilmu dan memantapkan keterampilan. Juga sebagai research center untuk perkembangan ilmu kedokteran termasuk farmasi. Hal ini menghasilkan kemajuan luar biasa dalam bidang kesehatan, ilmuan-ilmuan muncul dengan penemuan yang mencengangkan dunia. Ketika orang Eropa masih menumpuk feses di ruangan sempit, di dunia Islam Jabir Al Hayan telah menemukan teknologi destilasi, pemurnian alkohol untuk disenfektan. Dikala Eropa masih mempercayai sakit itu datang dari santet, dunia Islam telah menemukan teori pengobatan kemoterapi bagi banyak kasus kanker ganas. Al-Zahrawi telah mengembangkan berbagai jenis anestesi (bius) dan instrumen bedah pada operasi curretage wanita yang keguguran (abortus inkomplit).
Maka, dapat diambil kesimpulan jika mengharapkan kemaslahatan dalam bidang kesehatan, jawabannya adalah syari’ah dengan dosis kaffah. Bingkai negara yang mampu menghadirkan Islam dengan dosis kaffah cuma Khilafah, sebuah sistem negara yang diamanahkan Rasulullah. Artinya, sistem ini wajib diikuti dan ditegakkan.
Wallhu a’lam bish shawab.[]