Oleh: Neliana (Ibu Ideologis)
Pengumuman hasil rekapitulasi pilpres yang dijanjikan pada hari rabu tanggal 22 mei 2019 oleh perintah melalui KPU ternyata di umumkan lebih awal yaitu tanggal 21/05/2019 tepat nya jam dua dini hari.
Pihak paslon 02 juga merasa pengumuman rekapitulasi hasilnya dilaksanakan pada waktu yang janggal di luar kebiasaan," kata Prabowo.(liputan 6.com). Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sistem demokrasi akan melahirkan rezim yang otoriter, saat kepentingan mereka terganggu atau keinginan rezim terhalangi seperti yang terjadi saat ini. Kompetisi Pilpres kali ini menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan. Mereka menutup semua media yang ikut menyebarkan kecurangan pemilu bahkan media sosial pun sempat terganggu. Rakyat yang menuntut keadilan atas kecurangan pemilu yang ( terstruktur, sistematis, masif dan brutal) diberi label "makar". Mereka lupa dengan ayat Allah :
"Mereka membuat makar, dan Allah membalas makar mereka. Allah adalah sebaik baik pembuat makar" (QS. Ali Imran :54)
Khilafah juga kembali menjadi kambing hitam dalam pertarungan kekuasaan sistem demokrasi saat ini. Kegagalan pertahana mengkriminalisasi khilafah ajaran Islam adalah ketakutan yang berulang.
Didalam Islam pemilu adalah sesuatu yang mubah, namun bila dilakukan dengan cara yang curang maka otomatis menjadi haram. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya." [Muttafaq alaih]
Kecurangan adalah sesuatu yang dilarang dalam hal apapun baik itu dalam hal memilih seorang pemimpin. Namun dalam sistem demokrasi kecurangan dianggap sesuatu yang lumrah. Pemilu tahun 2019 ini adalah pemilu terburuk yang pernah terjadi dinegeri ini, dimana dengan biaya yang sangat tinggi menghasilkan pemilu yang kecurangan sangat tidak bisa ditutupi karena terstruktur, sistematis dan masif bahkan brutal. Dan hampir 700 orang petugas kpps meninggal dunia yang menjadi korban dalam pemilu kali ini. Islam mempermudah memilih pemimpin dengan cara pembaitan seorang kholifah yang tidak akan mengeluarkan biaya yang mahal seperti pemilu dalam sistem demokrasi saat ini.
Solusinya dengan cara ro'yul aam (opini umum) yang lahir dari wa'yul aam (kesadaran umum) yang bukanlah hasil dari kekecewaan sesaat yang akhirnya menghasilkan gerakan people power yang terjadi pasca penetapan hasil rekapitulasi pilpres oleh KPU tgl 21 mei 2019 kemarin. Rakyat yang berkumpul menuntut keadilan atas kecurangan pemilu di depan kantor Bawaslu selama dua hari, 21 dan 22 mei 2019. Tentu saja gerakan ini tidak akan berlangsung aman dan damai ketika ada pihak yang merasa akan dirugikan atas aksi tersebut.
Meskipun banyak korban yang sudah berjatuhan tapi hal tersebut tidak mampu merubah keadaan menjadi seperti yang diharapkan. Penguasa bukan melindungi rakyat nya tetapi malah melawan rakyat hingga terjadi pertumpahan darah yang mengakibatkan belasan orang meninggal dunia.
Kekuatan suara rakyat menuntut keadilan yang berbasis ideologi Islam lah akan mampu melakukan perubahan yang hakiki. Ghirah umat untuk meraih kemenangan termasuk membongkar kecurangan pemilu kali ini adalah kepentingan yang ideologis, yakni kepentingan untuk memperoleh pemimpin yang bisa berdiri bersama ulama dan umat Islam. Perubahan menyeluruh yang bisa mensejahterakan rakyat yang bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh dunia bahkan seluruh alam.
Wallahua'lambishowab