Oleh: Vio Ani Suwarni
Hampir satu bulan yang lalu seluruh rakyat Indonesia disibukkan dengan pesta demokrasi yang serentak di laksanakan di berbagai daerah. Tak hanya pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota turut ambil bagian. Sehingga bisa disebut dengan Pemilu Legislatif 2019.
Dibalik Pemilu Legislatif 2019 ada kabar duka yang datangnya dari anggota KPPS, seperti yang dilansir liputan6.com Liputan6.com, Jakarta - Banyaknya korban jiwa saat penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 menjadi perhatian sejumlah pihak, satu di antaranya Ombudsman RI.
Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi proses pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu.
"Ombudsman RI berkepentingan mengevaluasi, selain memberikan penghargaan kepada para pahlawan penyelenggaraan pelayanan publik, perlu diperhatikan agar ke depan tidak terjadi lagi," ujar Amzulian Rifai seperti dilansir dari Antara.
Evaluasi yang akan dilakukan oleh Ombudsman mencakup regulasi, perencanaan, organisasi, rekrutmen, pelatihan, hingga dukungan dan fasilitas untuk anggota KPPS saat menjalankan tugas.
"Setelah kajian dilakukan, akan diusulkan ke DPR RI sebagai pembuat undang-undang," ucap Rifai.
Jumlah petugas KPPS yang meninggal bertambah menjadi 440 orang. Seperti yang dilansir Merdeka.com - Sekjen Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arif Rahman memperbaharui jumlah korban gugur dalam menjalankan tugasnya sebagai kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Data per tanggal 4 Mei 2019, pukul 16.00 WIB, tercatat jumlah korban wafat mencapai 440 jiwa.
"Jadi wafat bertambah menjadi 440 jiwa, sakit 3.788 orang, jadi total 4.228 bila ditotal," kata Arif lewat siaran pers diterima, Sabtu (4/5).
Mengacu data sebelumnya, lanjut Arif, 2 Mei 2019, jumlah KPPS meninggal sejumlah 412 jiwa. Sampai saat ini KPU mengaku belum mendetail sebab musabab banyaknya KPPS yang terenggut jiwanya pasca Pemilu 2019.
Alasan sementara, mereka yang meninggal dunia disinyalir kelelahan akibat mengawal proses persiapan, pemungutan, dan penghitungan suara yang panjang dan berjenjang. Kendati KPU sendiri akan segera melakukan evaluasi serius terkait penyebab jatuhnya korban.
"Evaluasi ini penting, tentu menjadi suatu kebiasaan yang memang harus kita lakukan, jadi tetep saja kita lakukan evaluasi," papar Komisoner KPU Evi dalam kesempatan terpisah.
Alasan Kelelahan Dipertanyakan Ahli
Medical Emergency Rescue Commitee atau Mer-C menilai kematian para petugas Pemilu 2019 akibat kelelahan sebagai fenomena ganjil. Pasalnya, menurut MER-C, dalam medis kelelahan tidak dapat dijadikan sebab musabab seorang mengalami kematian.
"Kematian itu bukan karena kelelahan, pasti ada faktor lain. Seperti mungkin serangan jantung, gagal pernafasan, jadi bukan karena kelelahan lalu menjadi sebab meninggalnya seseorang," kata dr. Yogi Prabow, SpOT, salah seorang presidium Mer-C dalam jumpa pers di Kantor Sekretariat MER-C, Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Jumat 3 Mei 2019.
Karenanya, MER-C akan melakukan tindakan pencegahan dengan terjun langsung ke beberapa wilayah Indonesia dengan dampak korban terbanyak. Hal ini dilakukan, karena MER-C melihat masih terbukanya peluang jatuhnya korban jiwa lebih banyak lagi bila tindakan diberikan tidak maksimal.
Berbagai kejadian yang terjadi pada serangkaian pasta demokrasi ini justru menimbulkan banyak pertanyaan. Pasalnya banyak sesuatu yang belum terungkap, banyak sesuatu yang ganjil yang membuat kita pun kebingungan. Lantas bagaimankah Islam memandang hal tersebut? Bagimakah perubahan yang ditempuh oleh Islam jikalau dihadapkan dengan hal yang serupa? Tentu menjadi pertanyaan kita semua, sebagai wujud pencarian solusi yang hakiki.
Pemimpin negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin negara itu sederhana, jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara.
Memilih pemimpin bagian dari urusan agama yang sangat penting. Islam tidak mengenal dikotomi atau sekulerisasi yang memisahkan antara dunia dan akhirat, termasuk dalam memilih pemimpin.
Hadits Nabi berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang persoalan kepemimpinan ini. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Konsep islam tentang kepemimpinan sebenarnya sudah ideal. Contoh paling ideal pemimpin islam tentu saja Nabi Muhamad Saw. Ia merupakan seorang yang memimpin dengan hati. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21).
Sebagai agama yang sempurna, islam juga memiliki tata cara bagaimana memilih pemimpin yang baik sebagimana cara memilih pemimpin menurut Islam. Hal tersebut tertuang dalam 12 Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam. Diantaranya: Mukmin, Amanah, Alim, Rajin Menegakkan Ibadah, Gemar Berzakat dan Sedekah, Suka Berjama'ah / Bergaul dengan Masyarakat, Larangan Memilih Pemimpin Kafir, Adil, Jujur, Pemimpin yang Mau Mencegah Kemungkaran, Mampu Mempersatukan Ummat dan Sederhana.
Ketika Rasulullah SAW meninggal, para sahabat langsung mencari pengganti Rasulullah. Pengganti Rasulullah dalam artian pemimpin negara. Mengingat sangat pentingnya sebuah kepemimpinan dalam sebuah negara. Tidak seperti sekarang yang justru terjadi banyak kebingungan ketika memilih pemimpin negara, menalan biaya yang sangat banyak, menelan korban jiwa yang tidak sedikit, menghabiskan waktu yang cukup panjang. Namun dalam Islam, tidak akan terjadi hal demikian karena tuntunannya adalah Syariat Islam yang berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah yang akan membawa berkah.
Wallahu a'lam bishowab.