Oleh: Endang Setyowati
(Penulis adalah Pemerhati Generasi)
Bulan Ramadhan telah tiba, semua umat muslim suka cita menyambutnya.
Tapi tidak bagi saudara kita di Gaza. Saat akan menyambut Ramadhan, tetapi ternyata mendapatkan roket-roket mematikan dari Israel.
Sehingga timbul kekhawatiran untuk keluar rumah demi keselamatannya.
Seperti di lansir kumparan.com (5/5/2019), Konflik lintas perbatasan antara Palestina dan Israel di jalur Gaza kembali memanas. Setelah Hamas -organisasi Islam Palestina menembakkan lebih dari 250 roket ke kota-kota dan desa Israel pada Sabtu (4/5), Israel melancarkan serangan balasan dengan tembakan dari tank dan serangan udara yang menewaskan empat warga Palestina.
Seketika Gaza porak-poranda. Warga yang saat itu tengah disibukkan dengan aktivitas membeli bahan makanan untuk menyambut Ramadhan pecah oleh serangan dan ledakan. Total enam orang tewas, dua di antaranya tentara Israel.
Tak ayal korbanpun berjatuhan, pada media yang sama dikatakan bahwa,
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan tiga dari enam korban tewas itu adalah bayi Palestina berusia 14 bulan dan ibunya yang sedang mengandung. "Pesawat Israel menembakkan rudal di dekat rumah dan pecahan peluru memasuki rumah, menghantam bayi kami yang malang," kata kerabat ibu dari bayi itu, Ibtessam Abu Arar, dilansir Reuters.
Lagi-lagi Gaza menjadi sasaran tentara Israel, menumpahkan darah warga Palestina selama setengah abad terakhir. Di mana wilayah Palestina semakin menyempit, dengan melebarnya wilayah Israel.
Juru Bicara Presiden Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengatakan, "Kebungkaman masyarakat internasional, yang mengerikan, menjadi dorongan buat Israel untuk melanjutkan kejahatannya terhadap rakyat kami," kantor berita WAFA melaporkan, seperti dikutip dari Antara, Selasa (7/5/2019).
Rudeineh menyatakan, Presiden Abbas mengeluarkan seruan kepada berbagai pihak untuk menghentikan serangan Israel yang terus berlangsung dan jaminan perlindungan internasional buat rakyat Palestina.
Secara terpisah, anggota Komite Pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi, mengatakan peningkatan agresi Israel terhadap rakyat Palestina yang terkungkung di Jalur Gaza adalah kejahatan perang yang terus dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina selama setengah abad terakhir.
"Israel telah mengubah Jalur Gaza menjadi tahanan terbuka di dunia, mencekik kehidupan dan harapan rakyat wilayah yang diduduki dan diblokade sementara secara membabi-buta membom penduduk daerah penduduk sipil, termasuk tujuh bangunan yang rusak seluruhnya, empat rumah, tiga kantor media dan satu masjid," kata Ashrawi di dalam satu pernyataan.
Perempuan pejabat Palestina itu menambahkan, kampanye serangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah upaya untuk menyebar rasa sakit dan meneror orang Palestina yang terperangkap di Jalur Gaza untuk kepentingan politik selama perundungan pembentukan koalisinya. (Liputan6.com 7/5/2019).
Setelah apa yang di alami oleh saudara-saudara kita di Gaza, negeri-negeri di sekitar hanya berusaha untuk merundingkan dan mengecam tindakan Israel. Bahkan AS malah seolah-olah merestui serangan itu.
Berbicara di Fox News pada Minggu 5 Mei 2019, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, Israel memiliki "hak untuk membela diri" dari serangan roket. (Liputan6.com, 7/5/2019).
Bagaimana bisa dibenarkan sikap AS tersebut. Karena itu adalah negeri Palestina, yang sedikit demi sedikit Israel berusaha menguasainya. Dan negeri-negeri disekitarnya tidak ada yang membela dengan militernya.
Dengan alasan urusan negeri Palestina sendiri.
Karena para penguasa negeri muslim sudah terbelenggu dengan ikatan nasionalisme dan perjanjian rahasia dengan penjajah dan pendukungnya.
Padahal di dalam Islam, muslim ibarat satu tubuh yang tidak mengenal batas wilayah nation state.
"Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim].
Dan darahnya umat muslim sangat berharga dibandingkan bumi dan seisinya.
"Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Nation state bagi umat Islam ibarat racun yang dapat melumpuhkan dan mematikan secara perlahan-lahan. Dengan adanya nasional state membuat umat Islam terpecah belah menjadi lebih dari 50 negeri.
Membuat umat Islam semakin lemah. Islam sebenarnya telah memberikan ikatan yang kuat pada umat Muslim, yang menjadi pemersatu umat. Yaitu akidah Islam.
"Kaum muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya." (HR. Bukhari).
Ramadhan seharusnya menjadi momentum untuk umat Islam makin bersemangat untuk mewujudkan kemuliaan umat dan pemersatu hakiki di bawah naungan Islam.
Wallahu a'lam.