Oleh : Pipit Agustin (AMK Jatim)
Kebahagiaan ramadhan terusik. Kaum muslimin yang semestinya gegap gempita dan khusyu' menjalani ibadah ramadhan, nampak 'lesu'. Hari-hari ramadhan dijalani dengan berjibaku antara menahan diri dari lapar dan dahaga serta bertahan diri dari gempuran kenaikan sejumlah harga. Mereka juga harus melipatgandakan sabar. Menahan diri dari emosi dan amarah. Emosi akibat kebijakan pemerintah yang terkesan sengaja menyulut kobaran harga pangan serta amarah akibat komentar penguasa yang dinilai kurang bijak merespon problem kenaikan harga. Terkesan menyalahkan pedagang.
Belum usai disitu, jelang lebaran, tradisi mudik pun terusik. Mau mudik lewat udara mahal, mudik lewat darat pun mahal. Bayangkan, kenaikan tarif tol tertinggi yaitu dari Rp.1.500 menjadi Rp. 12.000. Naik 8 kali lipat atau 800persen! Sedihnya lagi, kenaikan tersebut diproklamirkan diam-diam. Dalihnya adalah pemindahan gerbang tol (GT) dari Cikarang Utama ke GT Cikampek dan GT Kalihurip Utama untuk mencegah kemacetan. Nyatanya, kebijakan justru memunculkan kemacetan parah di GT sampai berjam-jam. Kemacetan ini diduga akibat banyak pengemudi yang tidak mengetahui kenaikan tarif di sana www.pikiranrakyat.com/25/5/2019). Direktur operasi jasa marga Surbakti Syukur mengatakan kenaikan tarif ini merupakan konsekuensi perubahan sistem transaksi yang akan berlaku. Menurutnya, kenaikan tarif ini tidak akan memberikan dampak besar terhadap perseroan. Bahkan dia berdalih bila merujuk UU No 36 tahun 2004 tentang jalan, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) bisa menaikkan tarif setiap dua tahun sekali berdasarkan evaluasi terhadap standar pelayanan minimum. Namun faktanya kemacetan di jalan tol tersebut tidak berkurang bahkan semakin akut.
Sementara itu, sebagaimana dilansir oleh CNNIndonesia.com, mudik motor dinilai kurang manusiawi oleh pihak kemenhub. Padahal, mudik telah menjadi tradisi yang berlangsung selama puluhan tahun, namun hingar bingar mudik tak pernah lepas dari rongrongan biaya. Seolah menjadi tradisi tandingan bahwa momen ramadhan dan lebaran adalah waktu terbaik untuk menggenjot harga-harga naik. Lalu, sampai kapan kondisi ini berlangsung?
Sudah waktunya kita mengakui bahwa beban ekonomi yang menghimpit rakyat adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang dianut dan dipaksakan penerapannya kepada seluruh rakyat. Prinsip dasarnya adalah keuntungan materi. Sistem hidup yang berpondasi sekular, yaitu meniadakan aspek religi dalam pengaturan kehidupan publik. Dengan sendirinya akan buta terhadap halal haram. Kebijakan pun asal bunyi. Penguasa yang berkhidmat pada regulasi bathil. Padahal Nabi SAW penah berdoa "Ya Allah,siapa saja yang mengurus suatu urusan umatku lalu dia mempersulit mereka,maka persulitkan dia" (HR.Muslim)
Negara menjadi regulator, bukan pelayan rakyat. Segala infrastruktur yang dibutuhkan publik diliberalisasi, diswastanisasi atas nama investasi. Rakyat harus 'membeli' sesuatu yang semestinya mereka berhak nikmati dari negeri ini.
Dari sini kita harus membaca persoalan di atas sebagai kegagalan absolut negara dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi yang mendasar. Kegagalan ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu pemimpin yang tidak amanah serta sistem yang bathil yakni kapitalisme sekular. Oleh karenanya, bila benar-benar menginginkan perbaikan makan tidak bisa tidak, sistem yang bathil harus disingkirkan. Sebagai gantinya adalah sistem yang bersumber dari Qur'an dan Sunnah, yaitu sistem syariah. Juga harus dihadirkan pemimpin amanah, yang berkhidmat pada syariah.