sumber gambar: google |
Rahmawati
(Mahasiswi FPIK UHO)
Gaza kembali memanas jelang Ramadhan. Seperti yang dikutip dari laman media online cnnindonesia.com, 5/5/2019 “Pada Sabtu 4 Mei 2019 Gaza kembali memanas. Pasukan Israel dan gerilyawan Palestina terus melancarkan serangan dalam tiga hari belakangan. Beberapa orang tewas dan beberapa lainnya terluka. Kekacauan ini dimulai ketika penembak jitu dari gerilyawan Palestina menembak pasukan Israel dan menyebabkannya beberapa orang terluka. Israel membalasnya dengan serangan udara dan keduanya pun kemudian saling meluncurkan roket. Eskalasi ini terjadi jelang Ramadhan dan Hari Kemerdekaan Israel”.
Korbanpun berjatuhan. Bahkan ada bayi hingga ibu yang sedang mengandung. “Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan tiga dari enam korban tewas itu adalah bayi Palestina berusia 14 bulan dan ibunya yang sedang mengandung. "Pesawat Israel menembakkan rudal di dekat rumah dan pecahan peluru memasuki rumah, menghantam bayi kami yang malang," (kumparan.com, 5/5/2019).
Penderitaan umat Islam di Gaza terjadi secara jelas di depan mata tetapi tidak satupun negara muslim mampu menolong mereka. Tangisan dan jeritan pilu saudara kita menggambarkan kondisi yang begitu menyesakkan dada, jangankan untuk makan dan minum merasakan kehidupan aman dan tenang sangat sulit bagi mereka.
Lebih mengkhawatirkan lagi seolah dunia tuli dan buta dengan kebrutalan yang dilakukan Israel. Negeri-negeri muslim di dunia tak punya nyali untuk bertindak tegas terhadap kekejaman Israel tersebut. Para penguasa disibukkan dengan berbagai aktivitas seperti melakukan pertemuan-pertemuan dan mencari solusi perdamaian yang sejatinya tidak menyelesaikan masalah. Apalagi para penguasa muslim sudah terbelenggu ikatan nasionalisme dan perjanjian rahasia dengan penjajah dan pendukungnya.
Sangat berbeda jauh, jika kita bandingkan dengan perjuangan para Khalifah dalam membebaskan negeri-negeri kaum muslim, misalnya Salahuddin al-Ayyubi bersama pasukannya yang telah menaklukkan Al Quds. Beliau berhasil merebut kembali tanah Palestina dari tangan kaum Salibis. Penaklukan yang berlangsung selama 3 bulan diakhiri dengan kemenangan pasukan beliau. Tanah milik kaum muslim kembali ke pangkuan Islam.
Dan satu hal yang amat luar biasa dilakukan oleh Salahudin dan pasukannya yaitu penaklukan Al Quds dilakukan tanpa pembantaian, siksaan dan kedzoliman. Untuk itu Palestina tak hanya membutuhkan ribuan doa, makanan, pakaian, obat-obatan, dan tempat tinggal. Namun, lebih dari itu mereka butuh dibebaskan melalui tangan seorang pemimpin setanggu beliau! Sosok pemimpin yang hanya ada dalam naungan negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah (Khilafah) kelak. Sebab Khilafah adalah simbol persatuan umat Islam. Hanya di bawah naungannya, umat ini tiada lagi tercerai berai. Karena disatukan oleh satu ikatan akidah, aturan, pemikiran dan perasaan yang sama yaitu Islam.
Khilafah juga merupakan perisai yang akan melindungi setiap kaum Muslim. Dan hanya Khilafahlah yang akan mengirimkan pasukannya untuk membebaskan Palestina dan mengakhiri dominasi Yahudi. Negara tersebut juga yang akan mengembalikan kehormatan, harta, dan tanah penduduk Palestina serta melindungi mereka sepanjang eksistensinya. Maka, semestinya hal itu membuat umat makin bersemangat untuk mewujudkan kemuliaan umat dan persatuan hakiki di bawah naungan Islam. Terlebih di bulan Ramadhan yang penuh berkah seperti sekarang. Wallahua’lam bi ash-shawab.