Oleh : Miniarti Impi, ST
Alhamdulillah, sepantasnya kita bersyukur karena kita sudah berada pada bulan suci Ramadhan 1440 H. Tentu kita berharap puasa Ramadhan kali ini benar-benar bisa mewujudkan ketakwaan hakiki. Sebagaimana Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (TQS al-Baqarah [2]: 183).
Imam ath-Thabari, saat menafsirkan ayat di atas, antara lain mengutip Al-Hasan yang menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.” (Lihat: Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Qur’an, I/232-233).
Shaum Ramadhan adalah junnah. Yakni perisai individu agar senantiasa terjaga ketaatan dan terjaga dari kemaksiatan. Perisai adalah pelindung yaitu yang akan melindungi dan menghalanginya untuk mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa. Tidak hanya mempuasakan diri dari makanan dan minuman tetapi juga memuasakan perilaku, perkataan dan perbuatan yang tidak diridhai RabbNya.
Rasul Saw. bersabda: “Puasa itu perisai. Karena itu janganlah seseorang berkata keji dan jahil. Jika ada seseorang yang menyerang atau mencaci, katakanlah, “Sungguh aku sedang berpuasa,” sebanyak dua kali. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, bau mulut orang berpuasa lebih baik di sisi Allah ketimbang wangi kesturi; ia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya demi Diri-Ku. Puasa itu milik-Ku. Akulah Yang lansung akan membalasnya. Kebaikan (selama bulan puasa) dilipatgandakan sepuluh kali dari yang semisalnya” (HR al-Bukhari).
Rasul Saw juga bersabda, “Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, Puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya” (H.R. Ahmad)
Idealnya, usai Ramadhan setiap mukmin senantiasa takut terhadap murka Allah SWT. Lalu berupaya menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya tentu dengan mengamalkan seluruh syariah-Nya baik terkait aqidah dan ubudiah; makanan, minuman, pakaian dan akhlak; muamalah (ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, sosial, budaya, dll); maupun ‘uqubat (sanksi hukum) seperti hudud, jinayat, ta’zir maupun mukhalafat. Bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan puasa Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah; sementara ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan menolak penerapan syariah secara kaffah.
Untuk itu, umat penting disadarkan bahwa ramadhan tak hanya bertujuan mewujudkan keshalehan individu tapi juga kesalehan umat. Karena hakekat taqwa adalah mewujudkan ketaatan pada seluruh aturan islam baik terkait individu, keluarga masyarakat maupun negara.
Bahkan imam yang menegakkan syariat islam disebut sebagai junnah. Dalam Hadis-hadis Rasulullah, kata ‘Junnah’ atau perisai digunakan pada dua hal yaitu puasa dan pemimpin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Jika kita menengok sejarah, banyak peristiwa penting dalam sejarah islam yang terjadi di bulan ramadhan. Ini membuktikan umat Islam terdahulu telah memberikan gambaran dengan menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlawanan, perjuangan, dan kemenangan.
Perang badar, penaklukan kota Makkah, perang Qodisiyah mengalahkan persia, menghancurkan romawi ditabuk, Sirakusa, maupun Manzikert, penaklukan Andalusia kekalahan Tartar Mongol oleh Sultan Qurtuz, kemenangan Shalahudin atas pasukan salib Jerusalem hingga sukses Mesir mengalahkan Israel terjadi dibulan Ramadhan. Kemerdekaan negara Indonesia juga terjadi dibulan suci ini. (eramuslim.com)
Demikian juga di tataran pemerintahan kita, kita wujudkan bulan ramadhan sebagai bulan perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan serta menumbangkan kezaliman. Untuk itu kaum muslim tentu membutuhkan pemimpin yang bertakwa. Sebab, pemimpin yang bertakwalah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah sebagai wujud ketaatan total kepada Allah SWT.
Karena itu pemimpin bertakwa tidak akan mungkin mengkriminalisasi Islam dan kaum Muslim. Pemimpin bertakwa juga tidak akan menghalang-halangi apalagi memusuhi orang-orang yang memperjuangkan penerapan syariah dan penegakan khilafah yang merupakan taj al-furudh (mahkota kewajiban) dalam Islam.Pemimpin semacam ini adalah pemimpin yang benar-benar bisa mewujudkan hikmah puasa dalam dirinya, yakni takwa.
Maka di bulan barokah ini, mari kita tingkatkan kedekatan kepada Allah serta perjuangan untuk menerapkan perisai bagi agama Allah. Agar seruan-seruan Allah dan rasul-Nya bisa di terapkan dalam segala aspek kehidupan. Sehingga terwujud ketaqwaan individu, masyarakat, dan negara. Semoga pertolongan Allah segera bagi kemuliaan Islam dan kaum muslimin.*
Oleh karena itu, Puasa akan menjadi perisai bagi individu muslim di dunia (dari syahwat) dan di akhirat (dari api neraka). Dimana puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa dan berada pada bulan yang agung. Adapun imam (khalifah) sebagai perisai adalah bahwa tugas seorang Imam atau khalifah itu harus bisa memberikan rasa aman atas urusan dunia dan agamanya (atas penyimpangan) akibat dari serangan musuh-musuh Islam baik itu dari kalangan kafir ataupun dari kalangan orang-orang munafik. Kewajiban seorang imam/khalifah juga memerintahkan umat untuk menaati Allah dan Rasul-Nya serta mengatur (memerintah) mereka dengan adil dan tidak ada hukum yang adil kecuali hukum Allah SWT. Wallahu a’lam.