Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh Grup Online Obrolan Wanita Islamis
(BROWNIS)
Ramadan sudah memasuki hari ke-20, artinya 10 hari lagi umat muslim akan merayakan kemenangan yaitu Idul Fitri. Namun, layakkah disebut kemenangan jika di bulan Ramadan ini, bulan penuh kebaikan namun masih ada saudara kita yang diliputi kesedihan, kesengsaraan dan ketidaklayakan. Bukan karena tak ada lagi sahabat yang bisa berbagi, namun lebih kepada akibat abainya negara menyelesaikan bencana.
Bencana alam memang tak diminta untuk datang, namun jika qudarullah Allah mengijinkan untuk terjadi tentu ada hikmahnya. Salah satunya agar kita berbenah, makin mendekat kepada Allah dengan bersegera meringankan beban saudara kita yang sedang tertimpa bencana.
Demikianlah yang terjadi dengan rwarga korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Ramadan dengan keprihatinan. Di mushala yang jadi lokasi pengungsian para korban, tepatnya di Dusun Kebon Daye, Desa Pesanggrahan, Lombok Timur, hanya ada satu Alquran yang digunakan secara bergantian oleh warga untuk melakukan tadarus (kegiatan membaca) Alquran setiap malam selama Ramadan.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, musala ini berupa sebuah tenda darurat dengan lantai tanah yang berlapiskan terpal. Walaupun darurat, namun di dalam mushala terlihat sejumlah warga dengan khusyuk mengaji. Lantunan ayat suci diperdengarkan ke warga lainnya dengan menggunakan pengeras suara. Dari sekian banyak warga yang mengaji di Musala darurat tersebut, hanya ada satu Alquran. Alquran ini kemudian digunakan secara bergantian.
Salah satu warga menuturkan, sebelumnya di lokasi pengungsian tersebut berdiri bangunan musala Nurul Jihad yang memiliki 20 Alquran. Warga berharap dengan kondisi fasilitas ibadah yang rusak, agar pihak pemerintah ataupun donatur dapat membantu memberikan Alquran. Dan kemudian menuntaskan yang lain sesegera mungkin sebagaimana yang sudah dijanjikan ketika awal bencana terjadi (kompas.com, 14/05/2019).
Gempa bumi yang sudah terjadi sejak Juli 2018 hingga kini tak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Malah seolah ada pembiaran, padahal semestinya di bulan Ramadan penuh rahmat ini warga Lombok bisa sama-sama mengisinya dengan ibadah penuh ketenangan dan kelayakan. Butuh berapa lama lagi untuk kembali membaik? bukankah negara memiliki semua perangkat dan personelnya, pun biaya. Untuk segera menyelesaikan recovery insfrastruktur sekaligus mental di Lombok.
Tak terbesitkah dalam hati penguasa hari ini bahwa doa orang yang terdzalimi mampu menembus langit dan segera diijabah oleh Allah? tak takutkah kelak bahwa tampak kepemimpinan bukan sekedar citra diri namun pertanggungjawaban yang benar di hadapan Allah?
Penanggulangan bencana dalam Islam ditegakkan di atas akidah Islam dan dijalankan pengaturannya berdasarkan syariat Islam serta ditujukan untuk kemaslahatan ummat. Penanggulangan bencana ini termasuk dalam pengaturan urusan ummat yang merupakan kewajiban negara. Karena Kepala Negara (Imam) adalah penanggung jawab sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya ” (HR.Al Bukhari dan Muslim).
Negara dalam hal ini Khalifah akan merumuskan kebijakan penanggulangan bencana gempa yang meliputi tiga aspek yakni sebelum, saat terjadi dan pasca gempa.
Dengan cara itu, maka negara mampu segera mengangkat penderitaan mereka yang tertimpa bencana dan mengembalikan kualitas hidup mereka seperti semula. Hal yang berlarut-larut ini memang hanya ada dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu dilihat dari manfaat atau tidaknya. Maka pemilu yang sudah berlangsung dan menghasilkan nama pemimpin baru negeri ini belum tentu menjamin adanya perubahan selama masih tegak di atas sistem demokrasi kapitalisme. Karena kita lihat yang berubah hanya nama pemimpin bukan sistem aturannya.
Sebagai seorang muslim yang taat menghamba kepada Allah SWT tentu tak ada pilihan lain selain menjalankan syariatnya, jika faktanya syariat bertentangan dengan demokrasi maka, untuk keimanan kita adakah pilihan lain selain mencampakannya?
Wallahu a' lam biashowab