Oleh: Sriyanti
Ibu Rumah Tangga tinggal di Bandung
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung memberikan apresiasi kepada para petugas yang mengawal pelaksanaan pemilu Serentak 2019, khususnya di Kabupaten Bandung. Mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), maupun petugas pengamanan dari TNI/Polri dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Kami segenap jajaran Pemkab Bandung, sangat mengapresiasi para petugas di lapangan atas terlaksananya Pemilu 2019 ini. Kami juga mengucapkan rasa prihatin dan turut berbela sungkawa atas meninggalnya para pejuang demokrasi, yang kelelahan di tengah tugas mengawal jalannya pemilu ini,” ucap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Drs. H. Teddy Kusdiana disela-sela acara pembukaan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu Tahun 2019 Tingkat Kabupaten Bandung di Hotel Sutan Raja Soreang, Senin, 29/4/2019 (Galamedianews.com)
Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) 69, Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, Baginda Sori Muda (28), dikabarkan meninggal dunia pada Minggu (13/5) sekitar pukul 21.54 WIB. Kematian Baginda ini, menambah panjang daftar penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal dunia. (inilahkoran.com)
Pemilu yang berlangsung secara serentak pada Rabu, 17 April 2019 menyisakan cerita pilu dan duka dengan banyaknya Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia dan jatuh sakit menjelang maupun saat penghitungan suara berlangsung. Nyawa manusia untuk korban pemilu yang katanya pesta demokrasi sangatlah tidak pantas apalagi jumlahnya demikian banyak, ini lebih tepat disebut bencana.
Tak hanya itu, disinyalir ada kecurangan dalam pemilu dan penetapan pemenang Pemilu pun memperlihatkan kesan tergesa-gesa, dilakukan dini hari, sehari lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan, asas pemilu yang katanya jujur dan adil sungguh tak terlihat yang tampak kasat mata justru penyelenggara pemilu yang tidak netral. Lembaga tersebut seperti menanggung beban berat untuk memenangkan petahana.
Itulah demokrasi, sistem yang berasaskan sekulerisme menjauhkan peran agama dari kehidupan, tak menjamin nilai kejujuran. Sebab sistem itu sendiri tak dilandasi keimanan dan mengambil kedaulatan Allah sebagai Pencipta dan Pengatur. Sistem ini memandang bahwa kedaulatan ada di tangan manusia atau rakyat dan menganggap dirinya mampu mengatur kehidupan di dunia dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga aturan Sang Pencipta pun diseleksi mana yang cocok dan yang tidak.
Demokrasi sebagai sistem yang dikatakan menjunjung tinggi hak dan kebebasan, namun watak demokrasi di manapun termasuk di negeri ini, secara faktual selalu berpihak kepada para kapitalis/pemilik modal. Ketika memiliki modal apapun bisa dikuasai, begitu pula yang terjadi pada pemilu kali ini bukan hanya duel antara paslon capres dan cawapres tetapi di belakang mereka ada pula duel antara para kapitalis/pemilik modal untuk mempertahankan eksistensi dan kepentingan mereka di negeri ini.
Lalu apa yang diharapkan oleh mereka yang diberi sebutan para pejuang demokrasi, mereka tak hanya cukup diberi apresiasi, mereka membutuhkan perubahan dan kesejahteraan yang hakiki bukan hanya janji-janji yang tak pernah ditepati.
Maka semestinya yang harus dilakukan umat saat ini adalah berjuang dan berbenah menentukan arah masa depan dan tak bisa bertumpu pada sistem demokrasi karena faktanya ada jalan lain di luar demokrasi yang berhasil menuju kejayaan.
Jalan yang pernah ditempuh Rasulullah Saw dan semestinya patut diteladani oleh umatnya. Perjuangan itu dilakukan dengan metode yang khas, tidak melalui pragmatisme dan kompromi dengan keadaan. Senantiasa istiqomah menjalani metode tersebut hingga tercapainya tujuan yakni melanjutkan kehidupan Islam dan tegaknya Islam di muka bumi ini sehingga seluruh syariat Islam bisa diterapkan secara kaffah. Bukan hanya karena kekuasaan semata.
Waallahu a'lam bi ash shawab.