Obor Kerjasama atau Penjajahan ?

Oleh : Rismayanti SE


INDONESIA adalah negara yang sangat melimpah kekayaannya, dan Indonesia menjadi bagian dari negara dunia yang dilintasi proyek OBOR (One Belt One Road) China. Proyek ambisius dengan dana prestisius menjadikan China ingin meraih tampuk kepemimpinan dunia melalui hegemoni politik dan ekonomi.


China telah berevolusi dari penganut ekonomi sosialisme (komunis) menjadi kapitalisme sejati. Bersaing dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Kehadiran China juga menjadi ancaman AS dalam menggusur pengaruhnya di pentas global.


Dikabarkan pemerintah Jokowi akan menyetujui proyek OBOR yang diinisiasi oleh China.  Proyek ini bagi China untuk mempermudah koneksi dagang antar-negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim.


Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21, lebih dikenal sebagai Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan (OBOR), Sabuk dan Jalan, dan Inisiatif Sabuk dan Jalan adalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh pemimpin tertinggi Tiongkok Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia, terutama Republik Rakyat Tiongkok (RRT), 


Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (SREB) berbasis daratan dan Jalur Sutra Maritim (MSR) lintas samudra. Strategi tersebut menegaskan tekad Tiongkok untuk mengambil peran lebih besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di Tiongkok


Proyek OBOR China diyakini banyak kalangan dapat memberikan kerugian bagi Indonesia. Dari 28 kerja sama antara Indonesia dan China dalam kerangka tersebut, nilainya mencapai US$91 miliar, atau lebih dari Rp 1.288 triliun. OBOR dianggap menjadi visi geoekonomis China paling ambisius dengan melibatkan 65 negara, dan melingkupi 70% populasi dunia. Konsep ini akan menelan investasi mendekati US $4Milyar, termasuk $900 juta yang telah diumumkan China.


Sedangkan untuk jalur maritim, China menggagas pembangunan sejumlah pelabuhan internasional, dan tol laut, sebagai sarana lalu lintas logistik dan zona penyimpanan untuk perusahaan-perusahaan China di kawasan tersebut.

China berambisi membangun berbagai infrastruktur baik darat, maupun pelabuhan laut maupun bandara udara di penjuru dunia, termasuk Indonesia.



Dalam perspektif politik dan motif ekonomi, karena Indonesia termasuk lintasan Sealane of Communications (SLOCs) yakni jalur perdagangan dunia yang tak pernah sepi yang terletak di antara dua benua dan dua samudera.


Orang-orang yang mengikuti jajak pendapat ini mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang ambisi geostrategis China di Asia Tenggara. Hanya satu dari 10 orang yang melihat China sebagai negara yang ramah dan baik hati. Hampir setengahnya menilai China berniat menancapkan pengaruhnya di ASEAN.


Harus dipahami OBOR telah menjadi pondasi bagi pemimpin Tiongkok, Xi Jinping, dalam membuat kebijakan luar negeri sejak dia menjadi Ketua Partai Komunis pada tahun 2013. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah menginvestasikan ratusan miliar dolar, dan telah meminta untuk mengerahkan hingga 5 triliun, proyek energi, transportasi, dan pelabuhan kemitraan dengan sejumlah negara selama lima tahun ke depan.


Dan saat  terjadi persekusi dan penghinaan kepada Muslim Uighur di Xinjiang, pemerintah Indonesia tak banyak berkomentar. Kerjasama dengan China pun dilanjutkan. Ketidakberdayaan Indonesia diakibatkan ketergantungan yang besar pada China dalam proyek OBOR.


Jadi sangat jelas bahwa OBOR ini membawa skema investasi asing, utang luar negeri, dan penjajahan gaya baru bagi negeri  ini Semuanya itu jelas-jelas merugikan Indonesia dan menguntungkan china. Sehingga kita umat Islam harus menolak proyek OBOR ini.


Pinjaman (investasi asing) yang diberikan China, diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke China hingga kewajiban negara pengutang agar pengadaan peralatan dan jasa teknis harus diimpor dari China. Mengutip riset yang diterbitkan oleh Rand Corporation, China’s Foreign Aid and Government Sponsored Investment Activities, disebutkan bahwa utang yang diberikan oleh China mensyaratkan minimal 50 persen dari pinjaman tersebut terkait dengan pembelian barang dari China.


Secara ideologis, haluan ekonomi politik negeri ini sudah menjadi haluan ekonomi  dan politik yang mengabdi kepada kepentingan bangsa lain, sepeti Amerika, Jepang, Eropa, dan juga China.


Bahkan, Salamuddin Daeng, peneliti Indonesia for Global Justice mengemukakan pandangannya bahwa kita bernegara, kita berkonstitusi hanya menyediakan suatu ruang, bahkan dalam bentuk yang paling asli, kita menyediakan tanah, gedung, jalan, infrastruktur, dan segala macamnya yang ada di negeri ini, semata-mata untuk memfasilitasi bangsa lain untuk mengeruk kekayaan negara kita.


Musuh-musuh Islam tidak pernah tinggal diam, mereka akan terus berusaha untuk menjajah negeri-negeri muslim termasuk Indonesia  Penjajahan dalam bentuk politik dan ekonomi. Negara yang dijajah selain akan terus  dikeruk kekayaan alamnya, dijauhkan dari agamanya (Islam), dan eksploitasi besar-besaran. Penjajahan ini adalah  untuk melemahkan semangat kaum muslim bangkit kembali kepada Islam kaffah.


Neoimprealisme inilah yang harus benar-benar  dipahami umat, walaupun cara penjajahannya mereka  bersifat manis padahal mematikan dengan iming-iming misalnya bantuan, utang, kerjasama, dan lain-lain.


Solusi tuntas untuk menjaga kekayaan sumber daya agar di kelola baik oleh negara tidak lain hanya bisa terwujud dengan di terapkannya islam kaffah 

Penting bagi ummat untuk memahami bahaya neoimprealisme 


karena hanya dengan diterapkannya islam kaffah tersebut penjajahan ini akan bisa dihentikan, insyaallah karena hanya dengan keberadaan Negara yang menjalankan hukum Allah secara menyeluruh yang membawa ideologi Islam sangat ditakuti oleh kaum penjajah.


Wallahu A'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak