Oleh: Indah Lestari
Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21, lebih dikenal sebagai Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan (OBOR). One Belt and One Road (OBOR) adalah suatu strategi pembangunan yang diusulkan oleh pemimpin tertinggi Tiongkok Xi Jinping yang berfokus pada konektivitas dan kerja sama antara negara-negara Eurasia, terutama Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (SREB) berbasis daratan dan Jalur Sutra Maritim (MSR) lintas samudra. (Wikipedia.com)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menuturkan bahwa fokus utama proyek OBOR adalah investasi infrastruktur, material konstruksi, kereta api, jalan raya, mobil, real estate, jaringan listrik, besi, dan baja. Dimana kerja sama Indonesia dengan China dalam OBOR tidaklah menggunakan skema hubungan bilateral kedua negara, melainkan model business-to-business dengan pemerintah sebagai fasilitator dalam pengadaan proyek. Luhut selanjutnya menampik kekhawatiran seakan-akan Indonesia akan dijual. Luhut mengatakan, dalam OBOR Indonesia menawarkan proyek di empat wilayah, yakni Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. Untuk itu Indonesia sudah meneken 23 nota kesepahaman antara pebisnis Indonesia dan China dalam KTT One Belt One Road Forum kedua di Beijing, China pada Jumat (26/4). Dari 23 proyek itu, nilai investasi 14 nota kesepahaman senial US$14,2. Sedangkan total proyek yang ditawarkan sebanyak 28, dengan nilai mencapai US$91 miliar, atau setara Rp1. 288 triliun.(ekonomi.bisnis.com, 22/03/19)
Gembar-gembor pembangunan infrastruktur secara masif, senantiasa digaungkan dan diklaim prestasi oleh pemerintah. Seakan-akan inilah satu-satunya yang dibutuhkan Indonesia dalam perkembangan ekonominya. Sekalipun pemerintah berupaya membantah akan adanya kemungkinan debt trap (jebakan utang) yang dapat menjerat Indonesia. Pada kenyataannya, skema debt trap yang jelas-jelas dipasang oleh China telah berhasil menghancurkan perekonomian Sri Lanka misalnya.Sri Lanka sebagai salah satu negara peserta OBOR harus menyerah pada debt trap China akibat proyek Mattala Rajapaksa International Airport (MRIA) yang menelan biaya pinjaman sebesar US$190 juta (Rp. 2,7 T) dengan bunga sebesar 6,3%. Ketidakmampuan pemerintah Sri Lanka untuk membayar utang menjadikan Sri Lanka terpaksa membuat perjanjian berupa ekuitas pelabuhan yang jangka waktunya mencapai 99 tahun.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sekalipun menggunakan skema business-to-business tidaklah serta merta melepaskan Indonesia dari jebakan utang. Pakar geostrategis internasional, Brahma Chellaney, menyatakan bahwa proyek OBOR ini sesungguhnya merupakan upaya debt-trap diplomacy, dimana diplomasi kedua negara yang bersangkutan terjalin atas dasar utang. Dalam operasinya, diplomasi jenis ini menjadikan Tiongkok sebagai negara kreditor secara sengaja memperpanjang kredit berlebihan kepada negara debitor, Indonesia. Jika Indonesia dalam hal ini tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya, maka China akan dengan mudah ikut campur terhadap kondisi ekonomi-politik Indonesia.
Di sisi lain, proyek OBOR yang pengadaan dananya bersumber dari utang ribawi sudah pasti hanya akan menghantarkan Indonesia pada kehancuran, sebagaimana penuturan Rasulullah SAW, “Hindarilah tujuh hal yang membinasakan: …memakan riba…” (HR Muslim). Hal ini terbukti secara nyata dari hancurnya ekonomi Sri Lanka misalnya. Oleh karenanya usaha apapun yang ditumbuhkan dengan memanfaatkan harta riba, pasti jauh dari keberkahan dan dekat dengan kerusakan. Rasulullah SAW bersabda, “Daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR At Tirmidzi).
Pengadaan skema jalur sutra melalui proyek OBOR ini pun hanya akan semakin menderaskan arus perdagangan produk asing, baik berupa barang maupun jasa, ke Indonesia. Ke depannya, produk asing terutama yang berasal dari Tiongkok akan menyerbu pasar Indonesia. Dari sini tentu saja produk dalam negeri akan mengalami pukulan cukup telak karena harus bertahan dari gempuran produk asing. Belum lagi serangan tenaga kerja asing yang akan semakin mudah merangsek masuk ke Indonesia melalui skema kerja sama dalam proyek OBOR. Alih-alih membuka lapangan kerja bagi pribumi, bisa jadi justru semakin mempersempit kesempatan masyarakat akibat dari semakin mudahnya tenaga kerja asing untuk masuk ke Indonesia.
Dari sini saja kita dapat melihat bahwa proyek OBOR ini tidak akan memberikan banyak manfaat bagi perekonomian Indonesia. Karena sesungguhnya upaya meningkatkan perekonomian negeri tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan utang saja, yang sejatinya justru akan mengancam kedaulatan Indonesia dengan adanya campur tangan asing dalam kebijakan ekonomi-politik bangsa. Yang seharusnya dilakukan oleh penguasa negeri saat ini adalah dengan memfokuskan diri membangun bangsa dengan memaksimalkan pengelolaan SDM dan SDA yang melimpah, dan bukan dengan bertekuk lutut pada 'bantuan dana' asing.
Memberikan jalan kolonialisasi dan Chinaisasi hukumnya adalah haram. China telah nyata bermuka dua dan jelas akan menyengsarakan rakyat. Bagaimana mungkin China dengan topengnya akan membantu negara-negara lain dengan menjadi mitra proyek OBOR-nya sedangkan penduduk asli China dari suku Uighur saja yang mayoritas penduduknya beragama Islam mereka genosidakan. Lantas, Indonesia sebagai penduduk yang mayoritasnya beragama Islam sedunia mau bersukarela menerima dikejami dan dikomunismekan ? Tentu tidak.
KH. Mustofa A. Murtadlo menyatakan ( dalam Forum Komunikasi Ulama Aswaja Jabodetabek) —Sudah selayaknya masyarakat Indonesia menolak proyek OBOR ini, sebagai bentuk kolonialisasi China atas Indonesia. Negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, sudah selayaknya dikelola dengan aturan yang berasal dari Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, bukan justu penguasa bergandengan tangan dengan negara berideologi komunis, China, anti Tuhan.
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda:"Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya pada ajaran yang aku bawa." (Diriwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih menurut Imam Nawawi)
Sistem ekonomi Islam yang sejatinya bukanlah entitas terpisah dari sistem Islam secara utuh, telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan bagi umat yang bernaung dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah selama 1400 tahun lamanya. Tentunya kita merindukan kegemilangan tersebut kembali dirasakan oleh umat manusia, baik muslim maupun bukan. Kesejahteraan ekonomi Islam yang secara historis bahkan mampu menghapuskan angka kemiskinan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya tanpa kecuali.
Sistem dan ideologi komunis yang dibawa China tidak pantas memiliki keteguhan di muka bumi ini, karena tidak sepadan dengan fitrah manusia. Sistem Khilafah dan ideologi Islamlah yang pantas mendapatkan kekuasaan di muka bumi ini karena sudah terbukti memberikan kepuasan melalui akal dan sejarah.
Wallohu 'alam bish showab.