Negeri Kaya Tak Menjamin Sejahtera

Oleh : Nia Faeyza

(Komunitas Menulis Asyik Cilacap)



Kian hari harga pangan semakin merangkak naik, terlebih lagi harga bahan pokok. Sembako merupakan kebutuhan utama sang ratu dapur. Namun saat ini tidak dengan mudah bisa didapatkan. Mengingat harganya yang meroket, membuat masyarakat  khusunya kelas menengah ke bawah sesak nafas untuk menjangkaunya.


Jakarta, CNN Indonesia - Harga bawang putih beberapa hari terakhir kian menjulang. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) Selasa (7/5) mencatat, rata-rata harga bawang putih nasional mencapai Rp 63.000 per kilogram (kg).


Kondisi ini terbilang miris lantaran harga bawang putih meroket drastis dalam sebulan terakhir. Pada April 2019, rata-rata harga bawang putih nasional ada di angka Rp 4.800 per kg. Bahkan, di awal April lalu, rata-rata harga bawang putih nasional sempat berada di kisaran Rp 34.950 per kg.


Walhasil, bawang putih kini menjadi momok inflasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bawang putih memberikan andil inflasi sebesar 0,09 persen pada inflasi bulanan April lalu sebesar 0,44 persen. Sebulan sebelumnya, bawang putih juga memberi andil inflasi 0,04 persen terhadap inflasi bulanan sebesar 0,11 persen.


Demi merespons tingginya harga bawang putih yang tak masuk akal, pemerintah memutuskan untuk mengimpor 100 ribu ton bawang putih yang seharusnya masuk pada bulan lalu. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap kebijakan ini bisa membawa harga bawang putih ke angka Rp 25 ribu per kg.


Namun, kebijakan impor yang seolah-olah menjadi solusi, ternyata malah menjadi pangkal masalah tingginya harga bawang putih.


Awalnya pemerintah meminta Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor bawang putih. Namun izin impor Bulog justru tidak terbit. Kemendag justru memberikan SPI kepada delapan importir sesuai dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Kementrian Pertanian.


Tak ketinggalan, pemberian SPI pada sehari setelah pemilihan umum juga mengundang tanda tanya. Drama impor yang panjang itu ternyata menghasilkan ongkos yang mahal, yakni kenaikkan harga bawang putih yang tak bisa dibendung.


Meski demikian, bukan berarti harga bawang putih tak bisa diredam dengan langkah cepat. Selain mengandalkan impor, pemerintah seharusnya punya wewenang agar importir membuka gudangnya. Apalagi pada pertengahan April lalu, Kemendag mengatakan importir masih punya 100 ribu ton meski beberapa diantaranya sudah tak layak jual.


Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Hotrikultura Nasional Anton Muslim Arbi berpendapat meroketnya harga bawang putih bukan disebabkan karena mekanisme permintaan dan penawaran semata. Apalagi, menurut dia, banyak hal yang janggal terkait pemenuhan suplai bawang putih melalui impor.


Pertama, SPI impor bawang putih yang terkesan diperlambat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, RIPH dari Kementan sudah ada yang terbit pada kuartal 1, sehingga impor bawang putih bisa segera dilakukan.


Kedua, adalah disparitas harga bawang putih yang terkesan tak merata.


Dugaan Anton kian kuat lantaran secara tren, pertumbuhan konsumsi bawang putih menjelang ramadhan tidak begitu kuat.


Sehingga, ia menuding ada oknum yang sengaja mengatur stok bawang putih di beberapa titik. Kemudian, oknum tersebut juga memanfaatkan situasi, yakni masa-masa menjelang ramadhan.


Menurut dia, pemerintah harus bergerak cepat. Ia meminta Kemendag dan Kementan untuk mengevaluasi stok yang ada di pasar untuk memastikan bahwa harga yang ada di pasar sesuai dengan mekanisme permintaan dan penawaran.


Ia berharap masalah ini tidak terulang lagi di masa depan. Oleh karenanya, ia meminta Kementan untuk lebih tegas kepada importir terkait kewajiban wajib tanam, sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.


Sesuai Pasal 32 beleid tersebut, importir hortikultura bawang putih wajib melakukan penanaman bawang putih, bisa dilakukan sendiri maupun bekerja sama dengan kelompok tani.

Hal ini, lanjut Anton, bisa memperbanyak priduksi bawang putih dalam negeri, sehingga kisruh harga akibat impor yang terlambat tak usah terjadi lagi.(*)


Karut marut yang terjadi mengakibatkan para petani, pedagang, maupun masyarakat merasa dirugikan. Pasalnya, rekayasa kebijakan-kebijakan tersebut sama sekali tidak mengurangi beban mereka. Negeri ini kaya, tetapi rakyat tidak bisa menikmati kekayaannya.


Sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan negara untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat, tidak terbukti hasilnya. Dengan segala kondisi yang ada, masyarakat semakin dibuat menderita. Negara tidak mandiri, tidak mampu mengelola kekayaan sendiri. Sehingga kebutuhan rakyat di abaikan, sedangkan yang di utamakan adalah para tuan kapitalis. 


Sistem ekonomi kapitalis mengharuskan negara untuk tunduk dan melayani para tuan mereka. Negara memberikan aset SDA secara cuma-cuma, sehingga SDA Indonesia dikuasai oleh para kapitalis pemilik modal.


Sedangkan kita bisa menyaksikan sendiri, betapa menderitanya rakyat. Berbagai kebijakan konyol hanya menambah daftar panjang kesengsaraan rakyat. Tidak ada satupun kebijakan negara yang mengarah pada kesejahteraan rakyat.

Ini adalah bukti bahwa sistem Demokrasi tidak mampu meri'ayah rakyatnya. Namun sebaliknya malah menambah derita.


Ketika sistem Demokrasi bersama saudaranya kapitalisme tidak mampu membawa perubahan, apalagi yang mau diharapkan?

Kondisi ini tidak akan berubah sampai kapanpun, manakala sistem ini masih dipakai. Bisa jadi malah akan menambah kehancuran.



"Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud, Ahmad, al-baihaqi dan Ibn Abi Syaibah).


Berbeda dengan islam. Dalam sistem Islam, negara akan mengelola sendiri kekayaan alam tersebut. Kemudian akan dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk fasilitas atau pelayanan berupa pendidikan dan kesehatan, serta hal lainnya yang menjadi kebutuhan pokok rakyat. 


Sehingga tidak akan ada tuan-tuan seperti para kapitalis yang akan menjajah dan menguasai SDA.


Negara akan menjamin ketersediaan bahan pokok, sehingga tidak perlu ada impor. Dengan demikian,  baik petani, pedagang, maupun masyarakat tidak akan merasa dirugikan dan terzhalimi.


Jika negara ingin perubahan ke arah lebih baik, maka islam adalah solusi tepat. Karena ketika aturan Allah dipakai, Allah akan menurunkan rahmat di langit dan di bumi.


Wallahu a'lam bish-showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak