Oleh: Rahmi Rachmawati, S.TP (Muslimah Peduli Umat)
Pada Mei 2019 puluhan ribu ton bawang putih diimpor dari Tiongkok. Hal ini dilakukan pemerintah dengan alasan bahwa harga bawang putih sedang melonjak tinggi. Di beberapa daerah bahkan kenaikan harganya mencapai 100%. Direktur Utama Bulog Buwas menyayangkan ketika Bulog tidak ditunjuk menjadi importir, sehingga peluang keuntungan hilang begitu saja.
Agar kebutuhan masyarakat akan suatu komoditas primer tetap terpenuhi memang diperlukan tindakan yang tepat. Namun apakah mesti dengan impor hampir seratus ribu ton banyaknya? Apakah ada kiranya solusi lain selain impor besar-besaran? Apakah kebijakan impor semata-mata demi kepentingan rakyat atau ada pihak lain yang jelas diuntungkan? Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut mengusik pikiran di banyak benak masyarakat.
Kita sebagai muslim sudah sepatutnya selalu mengaitkan segala aktivitas kita dengan pandangan Islam. Pun termasuk perdagangan luar negeri. Menurut Islam, perdagangan luar negeri harus mengikuti hukum Islam dalam mengatur interaksi negara dengan negara-negara lain. Yang pertama, misalnya geopolitik dunia dibagi menjadi dua yakni darul Islam dan darul kufur. Darul kufur di dalamnya terdapat kafir harbi fi'lan (yang secara terang-terangan memerangi Islam) dan kafir harbi hukman (yang terkadang terikat perjanjian dengan negara kita). Dengan negara kafir harbi fi'lan, negara tidak diperbolehkan menjalin hubungan diplomasi apa pun kecuali peperangan. Tiongkok termasuk negara kafir harbi fi'lan. Maka tidak boleh sebenarnya melakukan impor dari Tiongkok. Kedua, proteksi negara untuk melindungi stabilitas ekonomi ditujukan juga untuk mewujudkan stabilitas politik dan tugas mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Ketiga dengan diterapkan sistem mata uang dinar dan dirham akan menghindarkan negara dari defisit neraca perdagangan. Keempat, kebutuhan primer ummat dan negara tentu harus dapat dipenuhi oleh negara dengan baik. Negara mesti mengupayakan swasembada pangan dengan segera. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, efisiensi tata niaga, pembangunan infrastruktur, sistem informasi pasar yang memadai, dan penerapan sanksi tegas harus benar-benar dijalankan. Kelima , kebijakan negara diambil bukanlah atas dasar keuntungan rezim yang menjabat saat itu. Rebut-rebutan “proyek impor” insyaa Allaah tidak akan terjadi.
Maka dari itu, perdagangan luar negeri sepatutnya dikontrol secara ketat oleh negara. Tentu tidak akan diizinkan melakukan perdagangan dengan negara kafir harbi fi'lan seperti Tiongkok ini. Sungguh Islam telah hadir untuk memberikan solusi untuk kita. Kebijakan impor yang cenderung merugikan negara tentu insyaa Allaah tidak akan diambil oleh negara yang menerapkan hukum-hukum Islam. Negara yang menerapkan hukum-hukum Islam ini adalah Khilafah. Semoga penerapan hukum Allaah yang memberi keselamatan dunia dan akhirat serta membawa kekuatan bagi sebuah negara di bawah Khilafah ini bisa segera kembali dirasakan oleh kita semua. Aamiin.
Wallaahu a’lam bishawwab.