Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Musim mudik telah tiba, semua perantau mulai antusias menghadapi fenomena tahunan ini. Mudik memang menyenangkan kerena bertemu sanak keluarga, melepas rindu, menikmati suasana kampung halaman, dan segala macam tradisi lebaran khas kampung halaman.
Tapi ada mudik tahun ini tidak lagi asyik, tetapi mengusik hati dan pikiran para pemudik. Bayangkan kenaikan harga tiket pesawat domestik hampir sama dengan ke luar negeri, kenaikan tol, kemacetan, kerusakan jalan, tiket kereta, bahkan alternatif lain seperti bis pun seakan memanfaatkan peluang ini, dan yang jarak dekat terpaksa dan memilih mudik dengan kendaraan roda dua meski dianggap tidak manusiawi, atau mengurungkan niat untuk mudik dan terpaksa menahan rindu kepada sanak keluarga dan kampung halaman tercinta.
Dilansir oleh pikiranrakyat.com ( 24/5/2019) menyebut bahwa sejumlah pengguna jasa tol Jakarta- Cikampek mulai mengeluhkan pengoperasian gerbang tol utama yang berlokasi di Kaliurip, Cikampek. Selain menimbulkan kemacetan, penggunaan gerbang tersebut juga memunculkan kenaikan tarif tol di atas kewajaran
"Saya tidak habis pikir, masak tarif tol dari gerbang Cikopo hingga gerbang utama tarifnya Rp 15 ribu. Padahal, tarif sebelumnya dari Cikopo hingga Karawang Timur hanya empat ribu rupiah," ujar salah seorang pengguna tol Jakarta Cikampek, Ajam, Jumat 24 Mei 2019.
Ajam mengaku setiap hari menggunakan jasa tol tersebut. Sebab, dia tinggal di wilayah Cikampek, sedangkan tempat kerjanya di Karawang.
Kenaikan tarif tol itu dinilai Ajam di luar batas kewajaran karena mencapai 300 persen lebih. Dia meminta pihak Jasa Marga mengevaluasi kembali kenaikan tarif tol Jakarta-Cikampek.
"Jika lewatnya hanya sekali-kali mungkin tidak akan teras berat. Tapi bagi saya yang setiap hari melintasi tol itu, merasa terbebani," katanya.
Hal senada dikatakan, Rian, pengguna jasa lainnya. Dia mengaku pulang-pergi dari Purwakarta ke Karawang menggunakan tol.
Rian kaget ketika menempelkan e-money di gardu Kalihurip. Ternyata perjalanannya dari gerbang Sadang hingga gerbang Kalihurip harus membayar Rp 22 ribu.
Padahal sebelum ada gerbang utama Kalihurip, dia cukup membayar Rp 10 ribu dari Sadang hingga Karawang Timur. "Kalau tarif ini berlaku permanen, saya harus menyiapkan uang Rp 750 ribu per bulan," katanya.
Seperti halnya Ajam, Rian pun berharap ada kebijakan baru dari pihak Jasa Marga agar lonjakan tarif tol Jakarta-Cikampek tidak terlalu tinggi. "Kenaikannya tidak rasional. Masa sekali naik 300 persen lebih," katanya.
Menurutnya, ruas tol Jakarta-Cikampek telah beroperasi sejak puluhan tahun silam. Artinya, biaya pembangunan tol sudah tertutup dari pembayaran penggunanya.
Saat ini, lanjut dia, pihak Jasa Marga tinggal mengeruk untungnya saja. "Sangat tidak bijak menaikkan tarif tanpa memperhitungkan jarak dan pelayanan. Sebab, tol ini kerap dilanda kemacetan," ujarnya.
Penguasa tidak bertanggung jawab dalam meri'ayah rakyatnya, karena penguasa sekarang bermental pengusaha sehingga menghitung untung rugi dengan rakyatnya sendiri.
Setelah menaikkan tarif tol dengan semena-mena dan diluar batas kewajaran, Direktur Operasi Jasa Marga, Subakti Syukur juga mengatakan, kenaikan tarif ini merupakan konsekuensi perubahan sistem transaksi yang akan berlaku.
Menurutnya kenaikan tarif ini tidak akan memberikan dampak besar terhadap perseroan. Bahkan dia berdalih jika merujuk ke UU No. 36 Tahun 2004 tentang jalan, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) bisa menaikkan tarif setiap dua tahun sekali berdasarkan evaluasi terhadap standar pelayanan minimum, faktanya kemacetan di tol bukannya berkurang malah makin parah.
Ini akibat sistem demokrasi yang diadopsi oleh negara ini.
Negara hanya berfungsi sebagai regulator, maka wajar setiap kebijakan tidak sedikit yang justru menyengsarakan rakyat dan menguntungkan pihak asing atau pemilik modal.
Kemacetan kendaraan yang terjadi di Gerbang Tol Kalihurip Utama pada Kamis, 23 Mei 2019 diduga karena banyak pengendara yang tidak mengetahui kenaikan tarif yang baru diberlakukan.
Sudahlah tarifnya mahal, macet lagi begitulah beberapa keluhan yang diungkapkan sejumlah pemudik atau pengendara yang melintasi tol tersebut.
Bagian Hubungan Masyarakat Jasa Marga Purwakarta- Bandung-Cileuyi, Nandang Elan menemukan banyak pengendara yang tidak menyiapkan uang elektroniknya (e-toll). Sehingga waktu transaksi memakan waktu lama.
Menurutnya, pihak Jasa Marga sudah menyiapkan tempat pengisian e-toll di gerbang tol yang baru.
Sebenarnya pihak Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) memberikan potongan harga 15% untuk ruas jalan tol di seluruh Indonesia.
Diskon ini berlaku pada 27-29 Mei pada jam tertentu. Dan untuk arus balik pada tanggal 10-12 Juni 2019.
Diskon ini merupakan bentuk pelayanan dan apresiasi bagi pengguna jalan tol serta mendistribusikan lalu lintas agar tidak menumpuk di sejumlah tanggal tertentu. Serta agar memudahkan masyarakat.
Diskon ini seperti hanya sebuah umpan agar masyarakat menerima kebijakan pemerintah, seolah dengan diskon ini rakyat terbantu, padahal kenaikannya jauh lebih banyak dibanding diskon yang diberikan, serta tidak bersifat permanen dan tidak semua pengguna jalan tol bisa menikmatinya karena waktu mudik yang berbeda-beda.
Pembangunan insfraktruktur diklaim sebagai hasil nyata kerja pemerintah, namun semua itu nyatanya tidak bisa dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. Pembangunan insfraktruktur yang terkesan dipaksakan bukan berdasarkan kebutuhan rakyat.
Seperti yang kita tahu untuk fasilitas jalan di wilayah pulau jawa sudah lebih dari cukup, jadi pembangunan ruas tol baru hanya sebuah pemborosan, apalagi dibangun dengan utang ribawi.
Sementara daerah yang benar-benar membutuhkan akses jalan baik karena telah rusak, atau memang belum ada sama sekali seolah tidak tersentuh, kecuali jika sudah menjadi viral di media sosial.
Mudik adalah aktifitas tahunan, maka seharusnya pemerintah sudah merencanakan segala sesuatunya jauh-jauh hari.
Pemerintah memiliki data penduduk sehingga bisa memprediksi jumlah pemudik setiap tahunnya, mempersiapkan segala yang dibutuhkan baik akses jalan yang aman dan nyaman, moda transportasi, ketersediaan BBM, pengaman, jalur alternatif, serta yang lainnya.
Jika pemerintah serius mengurusi ini semua, maka mudik tentu akan semakin asyik, dan semua bisa mudik dan merayakan lebaran dengan penuh suka cita bersama orang-orang tercinta, oh betapa bahagia rasanya.