Merajut Persatuan di Bulan Ramadhan

Oleh: dr. Sinta Prima Wulansari


Gegap gempita Pemilu menyisakan pilu. Jatuhnya banyak korban, terjadinya kecurangan dan manipulasi, menghabiskan banyak anggaran, perseteruan antar kubu, kekecewaan sampai gangguan kejiwaan bagi yang tak mendapat kemenangan. Peristiwa ini hendaknya dapat diambil pelajaran,pemilu sudah berkali-kali kita lakukan, berbagai cara dan antisipasi tentu sudah diupayakan, bermacam gaya pemerintahan sudah kita rasakan, tetapi masih saja timbul kerusakan. Artinya, negeri ini butuh perubahan.


Apa yang terjadi di Indonesia tentu tak lepas dari paradigma yang membentuk sistem kehidupan, yakni sekulerisme, pemisahan antara agama dengan kehidupan. Agama diakui, namun hanya mengatur urusan seseorang dengan Tuhannya. Untuk urusan publik, akal manusia lah yang mengatur, agama kerap hanya dijadikan legitimasi pembenaran sebuah aturan agar dapat diterima oleh publik. Kebenaran dinilai bukan berdasarkan kitab suci, namun jumlah suara terbanyak lah penentunya. Tak peduli suara siapa. Semua berebut kepentingan, berebut pengakuan, segala cara dilakukan. Mulai dengan pendekatan yang santun, sikut-sikutan, persekusi, politik belah bambu, sampai kriminalisasi agama. Muncullah istilah golongan moderat dan golongan radikal. Ya, itulah fakta demokrasi sekuler memecah umat.


Kaum muslimin dunia juga terpecah. Sekat nasionalisme menciptakan egoisme terhadap negerinya, tak bisa saling membantu atau tak peduli dengan nasib saudara seiman di belahan bumi lainnya. Rasulullah saw bersabda, “Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, dia tidak membiarkannya (di dalam kesusahan), tidak merendahkannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)”. 

Palestina yang diluluh lantakkan, militer Barat yang mengobok-obok wilayah Timur Tengah, muslim Uighur dan Rohingya yang terlunta-lunta, genosida dan islamophobia masih kerap melanda. Apa yang sudah dilakukan para pembesar negeri? Meski berjumlah banyak, namun tak punya kekuatan. 


Allah SWT berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (QS Ali Imran: 103)


Bersatu adalah perintah Allah. Mewujudkannya adalah bernilai ibadah. Tentu nilainya akan berlipat di bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan recharge iman sekaligus bulan persatuan. Banyak terjadi momen kebersamaan. Sama-sama menanti ru’yatul hilal penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, shalat tarawih bersama, sahur, berbuka puasa, tadarrus al Quran, memakmurkan masjid, menyukseskan zakat dan infaq, sampai silaturrahim. Hendaknya kita mengambil hikmah. Jika ada perbedaan, maka kembalikan kepada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Mari jadikan Ramadhan ini sebagai momentum ukhuwah, tidak hanya pada perkara ibadah hablum min Allah, juga berusaha merajut ukhuwah Islamiyah yang mendunia. Mari tanamkan keyakinan dan kecintaan kepada syariah kaffah, serta mengopinikan pentingnya institusi pemersatu umat, yakni Khilafah. Jika para imam madzhab sepakat dengan kewajiban khilafah, mengapa kita ragu? Jika banyak negara bisa bersatu hanya karena ekonomi, mengapa kita tidak bisa bersatu karena Allah? Sejarah telah membuktikan persatuan umat dengan Islam akan membawa rahmatan lil ‘alamin. Allahua'lam.[] 


---

[Like and share, semoga menjadi amal sholih]

---

Join Komunitas Muslimah Cinta Islam Lampung di:

⬇️⬇️⬇️

Facebook: fb.com/DakwahMCI

Telegram: t.me/MuslimahCintaIslam

Instagram: @muslimah.cintaislam 

Twitter: twitter.com/DakwahMCI 

---

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak