Oleh: Chezo (Aktivis BMI Community Cirebon)
Bulan Ramadhan sesungguhnya adalah bulan yang istimewa bagi umat Islam. Bulan ini dimaknai sebagai ladang mencari amal dan ibadah demi mendapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun ada saja oknum yang memanfaatkan momentum bulan puasa untuk mencari uang banyak tanpa perlu bekerja keras. Terlebih sebagai negara berkembang, Indonesia masih dibayangi penyakit sosial yang membebani seperti gelandangan dan pengemis.
Kepala Dinas Sosial Kota Palangka Raya, Ahmad Fauliansyah, pada hari Kamis (09/05/2019) mengatakan fenomena gelandangan dan pengemis atau gepeng merupakan masalah yang tak kunjung habis untuk diatasi. Gepeng sebenarnya tidak hanya muncul pada bulan puasa namun pada bulan dan hari biasa mereka tetap saja menjalankan aksinya menjaring laba di balik iba dan simpati.
“Memang gepeng merupakan persoalan dan penyakit sosial yang sulit diberantas bahkan sudah jamak terjadi di Indonesia dan negara berkembang lain seperti halnya Malaysia. Memang pada akhirnya gelandangan dan pengemis akan merusak wajah kota Cantik sebagai kota yang asri dan nyaman”, terangnya. (m.rri.co.id/15/05/2019)
Di daerah lain, petugas Satpol PP pun cukup kewalahan untuk menindak. Meskipun seringkali dirazia, tapi para gepeng tetap kembali menjamur.
‘’Kalau anak punk sejak kita lakukan razia secara rutin sudah tidak ada lagi. Namun, untuk menghadapi gepeng ini kita cukup kewalahan. Sepertinya mereka memang sudah terkoordinir dengan jumlah yang cukup banyak," ucap Kabid Trantib Satpol PP Kabupaten Bungo, Ikhwan Syam. (jambiupdate.co/15/04/2019)
Tak jauh berbeda dengan yang ada di Bandung, setelah hampir sepekan bulan Ramadhan, tim khusus Satpol PP Kota Bandung berhasil mengamankan kurang lebih 150 orang gepeng. (jabar.tribunnews.com/15/05/2019)
Sebenarnya sudah menjadi rahasia bersama, bahwa meminta-minta (mengemis) kini bukanlah hanya didasari oleh rasa terpaksa karena terhimpitnya keadaan saja. Ini menjadi sarana pencari nafkah dengan cara termudah. Asal tangan menadah, tergenggamlah beberapa lembar rupiah.
Kurangnya lapangan kerja yang ada disertai tidak adanya keterampilan yang dimiliki membuat orang akhirnya menjadikan mengemis sebagai jalan pintas untuk memperoleh kebutuhannya karena tergiur oleh kenikmatan dunia yang menyilaukan mata. Seolah kehidupan ini sekedar pemenuhan hajat dan naluri belaka. Yang penting semuanya bisa terpenuhi dengan segera. Padahal ini adalah cara berpikir sekuler ala Kapitalisme.
Rusaknya pemikiran umat karena pemikiran Kapitalisme ini membuat mereka tak peduli lagi apakah cara yang dilakukan itu akan membuahkan pahala atau malah menabung dosa.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang yang selalu meminta-minta kepada orang lain, di hari kiamat ia akan menghadap Allah dalam keadaan tidak sekerat daging sama sekali di wajahnya” (HR. Bukhari no. 1474, Muslim no. 1040 ).
Hanya saja, Islam pun membolehkan jika memang benar ia dalam keadaan fakir. Sebagaimana yang ada dalam hadist:
Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali ra. ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.
“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Shahih: HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa-i, dan selainnya).
Disinilah seharusnya negara mengambil peran sebagai pengatur urusan umatnya. Melalui sistem
pendidikan Islam, negara akan memberikan pemahaman wajibnya untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan. Begitu juga negara akan memahamkan mereka bahwa meminta-minta adalah cara hina yang diharamkan di dalam Islam.
Sayangnya, sistem pendidikan Islam tak bisa diterapkan jika Kapitalisme masih menjadi sistem yang mengatur urusan umat. Maka sudah selayaknya kita perjuangkan Khilafah yang akan menerapkan sistem Islam untuk merevolusi mental umat menjadi bershaksiyah Islamiyyah.