Menghadang Terbitnya Sang Mentari

Oleh : Evalina

Islam hadir untuk menerangi gelapnya kefanaan dunia. Islam hadir untuk memanusiakan manusia, dari sifatnya yang dekat dengan hawa nafsu yang hina serta dari akal yang begitu lemah adanya. Islam hadir layaknya sebuah sinar harapan kehidupan, kehangatanya tak hanya dapat dirasakan oleh Kaum Muslim. Tapi mampu menjelma menjadi Rahmat atas seluruh umat manusia.

Islam tak hanya menjadi aqidah bagi kaum Muslimin, tapi dari aqidah Islam itu mampu memancarkan aturan kehidupan yang sempurna untuk memecahkan berbagai macam masalah yang dialami umat manusia di dunia. Tak ada satu pun Aturan Islam yang Allah turunkan untuk umat manusia memberikan kemudhoratan untuk manusia itu sendiri. Dari perkara sholat, puasa, zakat, muamalah, sanksi, jihad, khilafah dan sebagainya.

Maka wajar Islam mampu melahirkan peradaban gemilang yang bertahan sekitar 13 abad lamanya, Islam sangat dicintai oleh pemeluknya bahkan disebarkan ke seluruh penjuru dunia hingga sampai ke bumi Pertiwi Indonesia. Pesatnya perkembangan penyebaran Islam di Nusantara menghasilkan Indonesia berpenduduk mayoritas beragama Islam. Bahkan Kaum Muslimin di Indonesia sudah mulai memahami bagaimana Politik dan Pemerintahan dalam Islam.

Namun Negara yang berlandaskan sistem Sekulerisme merasa terganggu dengan pemahaman politik dan pemerintahan Islam yang bercokol dibenak masyarakatnya. Sejatinya sistem ini tak sedikitpun memberi ruang untuk Islam masuk ke ranah tatanan kehidupan masyarakat.

Kapitalisme, Individualisme, Pluralisme, Liberalisme, Hedonisme, Demokrasi muncul dari sistem sekulerisme. Pemahaman yang jauh dari nilai Islam dipaksakan diterapkan di tengah masyarakat yang beragama Islam. Ide pemisahan Agama dari kehidupan ini sungguh sangat menyayat hati kaum Muslimin yang sadar akan kewajibannya tunduk kepada hukum Allah secara menyeluruh. Nyatanya sistem ini lah yang berkuasa atas banyak negara di dunia saat ini tak terkecuali di Indonesia.

Islam semakin terang, rezim semakin meradang. Bermula saat gagalnya Basuki Tjahaja Purnama duduk di kursi Gubernur DKI Jakarta, lantaran munculnya gelombang aspirasi umat Islam meminta Ahok untuk diadili atas penistaan agama yang dilakukanya. Elektabilitas yang terganggu mampu menciptakan atmosfer kepanikan di pusaran rezim, sehingga rezim memberanikan diri mengambil langkah cepat dan praktis untuk membendung aspirasi umat dengan mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang ormas untuk menindak ormas-ormas yang membahayakan singgasana kekuasaan mereka seperti misalkan HTI.

Mengapa harus mencabut Badan Hukum HTI ? HTI yang selalu giat beramar ma'ruf nahyi munkar, mengoreksi kebijakan-kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Islam, menolak pemimpin kafir, mengingatkan kepada pemerintah akan bahaya Asing maupun Aseng, menyampaikan Islam secara menyeluruh dari perkara aqidah hingga khilafah, telah menjadi ancaman yang serius bagi Pemerintah. Menurut Pemerintah Menyuarakan kata khilafah merupakan tindak kriminal, karena berpotensi memecah belah NKRI, menghilangkan Pancasila, mendiskriminasi non muslim sehingga dilarang menyebarkan ide yang bertentangan dengan Pancasila tersebut.

Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam. Dalam aturan negeri ini pun tak tertulis larangan menyebarkan ide Islam. Jika Islam dituduh memecah belah NKRI, apakah ketika Timor Timur memisahkan diri, khilafah sudah tegak? Saat Papua Barat meronta ingin memerdekakan diri, apakah karena Khilafah ?

Hingga saat ini khilafah belum tegak namun fitnah-fitnah keji selalu dilekatkan dengannya. Tak luput aksi persekusipun kerap dilakukan terhadap para pengusung khilafah. Sejak pencabutan Badan Hukum HTI, media massa seolah tak pernah absent memberitakan hal yang negatif tentang khilafah. Para pejabat Negara satu per satu ikut berkomentar.

Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa Khilafah di larang di Indonesia, Ryamizard juga menambahkan, siapapun pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila harus berhadapan dengan TNI, siapapun yang tidak suka dengan Pancasila silakan keluar dari Indonesia (Tribunnews.com).

Terdapat pula komentar dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Pak Wiranto, menyebutkan sejumlah ancaman yang mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa. Salah satunya seperti kelompok khilafah yang disebut masih membonceng dalam perhelatan Pemilu 2019.

Berbagai ancaman ataupun tuduhan miring yang disampaikan para Pejabat Negara tak membuat masyarakat Indonesia takut dengan kata Khilafah, justru banyak yang akhirnya sadar bahwa khilafah bukan ancaman untuk negeri. Dalam acara Diskusi Tokoh Umat & Lawyer yang dilaksanakan di Purwokerto (12/5) Seorang Guru Besar Fakultas Hukum Undip, Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum. dengan lantang mengungkapkan Solusi ketika demokrasi mengalami self distruction, Yaa Khilafah. Tak hanya dikalangan Intelektual, khilafah juga diterima dikalangan para Ulama, para Mubaligh, Mahasiswa, para siswa hingga rakyat biasa sebagai bukti keberhasilan dakwah yang terus dilakukan Para pendakwah yang Mukhlis.

Begitu kerasnya usaha mereka dalam menghadang kebangkitan Khilafah, hal itu hanya akan berbuah kesia-siaan. Bagaikan menghadang Terbitnya Sang Mentari dari Ufuk Timur. Khilafah ialah sebuah kenyataan dimasa lalu dan akan menjadi kenyataan pula di masa depan. Hal ini tertera dalam sebuah hadits : "Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Khilafah memiliki catatan sejarah yang cemerlang pada masanya seperti halnya pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun berhasil memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya. Mampu membuat rakyatnya tak perlu lagi menerima zakat karena telah tercukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Ini sebuah prestasi yang luarbiasa yang belum bisa diwujudkan dengan sistem di Indonesia saat ini.

Harusnya hal itu menjadi pedoman bagi pemerintah Negeri ini dalam mengurus urusan rakyat, hutang yang makin meroket, pengganguran semakin bertambah, kriminalitas kian merajalela, eksploitasi SDA semakin bebas, kemiskinan meningkat, hukum yang makin tumpul ke atas, semua ini bukti kegagalan sistem yang mereka agung-agungkan. Dan menjadi bahan evaluasi atas kerja keras mereka mempertahankan sistem kufur dan mengkriminalisasi ajaran Islam untuk mempertahankan kursi kekuasaan.

Berkoar-koar kerja giat untuk rakyat namun ketika rakyat ingin taat maka rakyat disikat. Inginkan kesejahteraan umat, tapi selalu menolak hukum syariat. Maka janji-janji ingin perbaiki negeri hanya akan menjadi sebuah ilusi.

Selayaknya kaum Muslim yang memahami kewajibannya untuk berhukum kepada hukum Islam secara kaffah, yang sadar bahwa solusi atas permasalahan yang terjadi saat ini yakni kembali kepada Hukum Allah, tak menyurutkan semangat juangnya dalam menyuarakan kebenaran di tengah berbagai macam ancaman ataupun persekusi yang menghiasi jalan pengemban dakwah. Kita adalah generasi Mushab bin Umair, generasi Khalid bin Walid, generasi Muhammad Al Fatih yang pantang mundur selangkah pun di Medan dakwah dan jihad.

Generasi yang memilih mati dalam kemuliaan daripada hidup dalam kehinaan. Bercita-cita syahid di jalan-Nya sebagai puncak perjuangan. Tak akan mau berkompromi dengan para penguasa yang menjadi antek para penjajah. Yang tak pernah goyah ketika diimingi kenikmatan dunia yang melimpah. Selalu Istiqomah berdakwah sesuai dengan fiqroh dan thoriqoh yang diajarkan oleh Rasulullah.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak