Oleh : Siti Ruaida, S.Pd
Pengrusakan empat masjid di Birmingham dilakukan oleh seorang pria bersenjatakan palu godam merusak empat masjid secara beruntun pada kamis dini hari, 21 Maret 2019 ( bbc.com 22/3/19). Sehari berikutnya aksi kembali terjadi. Pemimpin partai sayap kanan Denmark Stram Kurs, membakar salinan Al Quran di Kopenhagen ( Republika.co.id 23/3/19).
Aksi tersebut terjadi seminggu setelah penembakan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menyebabkan 50 orang meninggal dunia, termasuk warga Indonesia. Beginilah yang terjadi di negara-negara maju yang mengaku sebagai negara dengan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia, tapi pada faktanya tidak bisa menghargai sebuah perbedaan keyakinan, padahal itu adalah bagian dari hak untuk memiliki keyakinan terhadap agàma tertentu. Peristiwa semacam ini terus terjadi, Sejak peristiwa tragedi WTC pada 11 September 2001 lalu, komunitas Islam selalu dipandang sebagai penyebab tragedi tersebut , hingga penganutnya bisa dijadikan sasaran dan distereotipkan sebagai pelaku terorisme. Bagaimana tidak mereka diserang tanpa alasan yang bisa dipastikan kesalahannya, hanya karena ada simbol-simbol Islam pada diri mereka seperti bekerudung , berjenggot atau hanya karena mereka beribadah, sudah dianggap cukup alasan untuk menyerang mereka. Apa namanya yang tepat kalau hal ini tidak mau disebut adalah bentuk ketakutan terhadap Islam, kemudian terjadi diseluruh dunia sebagai perwujudan kecemasan yang berlebihan terhadap perkembangan Islam. Tidak terkecuali Indonesia yang notabene merupakan negara dengan muslim terbesar, islamphobia juga mulai dihembuskan dengan tujuan untuk menebar ketakutan terhadap simbol- simbol Islam. Apalagi setelah dimasuki isu tentang Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) atau penggiringan opini menginginkan terbentuknya khilafah Islamiyyah. Serta terjadinya rangkaian bom – bom bunuh diri para pasukan ekstrimis dan radikal yang mengatas namakan Islam untuk membenarkan aksi-aksinya.
Islamofobia sendiri adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Indonesia sendiri yang sedari dulu sebenarnya hidup damai, tenteram, dan harmonis. Mengapa bisa terjangkit Islamofobia. Hal ini disebutkan oleh prof. Azzumardi Azra terjadi tidak berdiri sendiri , tapi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kondisi domestik sebuah negara, seperti situasi politik, ekonomi dan sebagainya. Bahkan kondisi ini, bisa jadi memang sengaja diciptakan untuk menebar ketakutan terhadap simbol Islam dan ajaran Islam yang dikaitkan dengan motif dan tujuan tertentu yang diinginkan oleh sang pembuat opini. Kemudian mengarang narasi berupa seruan-seruan kebencian yang di kampanyekan untuk mendapat legimitasi dukungan dari publik. Seperti narasi melawan terorisme, radikalisme dan ekstrimisme anti pancasila yang targetnya adalah memerangi Islam. Hal ini bermula dari para penguasa Barat yang mengkampanyekan kebencian terhadap Islam. Kemudian dipaksakan untuk diterima di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia. Hingga para pengusa negeri Islam berbondong-bondong bergabung dalam koalisi perang melawan terorisme dan menjadi mitra kejahatan negara-negara Barat. Dari sinilah intervensi negara Barat sebagai penggagas imperialisme modern di dunia Islam telah berhasil membuka jalan untuk tujuan dan kepentingan mereka atas nama kerjasama internasional memerangi terorisme. Jadilah mereka penguasa boneka yang memerangi gerakan-gerakan Islam dengan mengacu pada tudingan radikal, tetoris, anti pancasila. Padahal sejatinya mereka telah memerangi rakyat , melukai perasaan rakyat dengan sangat menyakitkan, demi mengikuti kemauan Barat yang menjadi majikan penguasa.
Mengacu kepada makna Islamophobia tadi kita dapat melihat ketakutan, kebencian atau berprasangka buruk kepada agama Islam. Namun apa boleh buat ketakutan pemerintah terhadap Islam dapat dirasakan secara menyakitkan oleh umat Islam, dengan maraknya kriminalisasi ulama dan menyempitkan ruang gerak organisasi Islam bahkan pemblokirnya 22 situs media Islam yang diduga radikal pada 29 Maret 2015. Pemblokiran ini dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pemblokiran juga dilakukan secara mendadak tanpa ada pemberitahuan atau musyawarah terlebih dahulu kepada MUI. Tentu pemblokiran ini mengindikasikan adanya kecemasan bahkan ketakutan terhadap situs media Islam yang merupakan ajang da'wah bagi umat Islam.
Islamofobia hanya bisa dihentikan bila Islam diterapkan secara kaafah karena Islam berasal dari wahyu Allah yg membawa rahmat atas sekalian alam dan hukum yang sesuai dengan fitrah manusia hingga mampu menentramkan dan membawa kedamaian . Bukan malah melanggengkan penerapan Sistem Sekuler yang mengkotak-kotakan Islam. Yang menjadikan Islam tidak berperan dalam kehidupan. Selain penerapan sistem sekuler, pangkal dari islamophobia adalah ketiadaan perisai bagi kaum muslimin yang akan melindungi nyawa serta kejernihan ajaran-ajaran islam. Ketiadaan perisai ini membuat kaum muslimin ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Mudah di cerai beraikan hingga tidak memiliki kekuatan karena tidak ada yang mempersatuan.
Islam yang Allah turunkan juga mengatur seluruh aspek kehidupan serta menjadi landasan dalam sebuah negara, Sejarah umat Islam telah membuktikan umat lain juga hidup dalam naungannya. Mereka hidup aman, tentram meski dalam keyakinan yang berbeda. Sudah saatnya kaum muslimin menyadari apa yang terjadi hari ini, baik di Barat maupun di negeri-negeri Islam. Kemudian semakin menegaskan akan kebutuhan umat terhadap khilafah Islam. Sebagai negara adidaya yang akan melindungi umat Islam bahkan seluruh umat manusia karena pemimpinnya adalah perisai (pelindung) bagi rakyatnya dari semua agama dan ras. Dan hanya dengan penerapan syariat islam secara menyeluruh sajalah yang mampu menyatukan umat Islam seluruh dunia dan menampakkan keagungan Islam. Hingga Islam bisa menjadi rujukan atau mercusuar peradaban dunia dan terwujud Islam rahmatan lil'alamin, yang akan memberikan keberkahan baik untuk umat muslim maupun non muslim.
InsyaAllah.
Wallaahu 'a'alam bish showab