Oleh Ummu Qonita
Ramadan tinggal beberapa hari, semestinya kaum muslimin meraih sebanyak-banyak pahala yang dijanjikan Allah SWT, namun masih banyak muslim yang bergelimang maksiat. Diluar dugaan, pada Sabtu 18 Mei 2019 seorang gamers online berinisial YS ditangkap oleh jajaran Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Perempuan berusia 26 tahun ini ditangkap karena membobol bank sebesar Rp 1, 85 miliar lewat sebuah games online yang bernama mobile legend. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menjelaskan bahwa tersangka YS yang berasal dari Pontianak tidak bekerja berhasil membobol bank sehingga bank tersebut mengalami kerugian sebesar Rp 1,85 miliar dan YS berakhir di penjara.
Di zaman serba digital ini kehadiran game online banyak digandrungi anak-anak dan orang dewasa. Sebagian mereka menjadikan game online sebagai hiburan semata. Namun tentu saja, bagai pisau bermata dua, game online ini memiliki dampak negatif. Di antara kecanduan game online adalah mudah depresi, terpapar radiasi, terpapar pornografi dan kekerasan dll. Bahkan WHO (World Healthy Organization) telah resmi menetapkan kecanduan video game sebagai sebuah penyakit ( Tempo.co, 20 Mei 2019).
Ironisnya, pemerintah mewacanakan game online menjadi kurikulum pendidikan. Padahal fakta menunjukan, game online lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Tak sedikit anak-anak dan orang dewasa menghabiskan waktu dari pagi hingga malam untuk bermain game online hingga meninggalkan salat, lupa makan dan minum serta jarang berinteraksi dengan sekitar. Dampaknya tak bisa dihindari, ketagihan hingga nekat melakukan apa saja demi sebuah kesenangan belaka. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sekularisme yang mengakar pada diri kaum muslim telah melahirkan gaya hidup serba bebas serba boleh(liberal). Memisahkan agama dari kehidupan, agama hanya boleh mengatur urusan individu muslim dengan Tuhannya, namun urusan publik agama tidak boleh campur tangan, diserahkan kepada manusia nya masing-masing. Sehingga manusia bebas untuk menentukan arah kehidupannya tanpa peduli halal dan haram. Inilah akar masalah dari kriminalitas yang terjadi. Sekularisme adalah asas dari sistem kapitalis liberal yang telah lama bercokol di negeri ini. Negara dalam hal ini pun memfasilitasi dengan ikut mewacanakan game online masuk ke dalam kurikulum pendidikan.
Penguasa saat ini telah abai dalam dalam melindungi generasi dari arus liberalisasi. Sungguh kaum muslim butuh pelindung untuk menghentikan arus liberalisasi yang telah merusak generasi. Rosulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya, seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakanya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketaqwaan kepada Allah 'azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya
" (HR Bukhori, Muslim, an -Nasai dan Ahmad).
Islam menjelaskan bahwa Imam (Kalifah) atau pemimpin adalah perisai/pelindung bagi rakyatnya, yang melindungi dari berbagai keburukan, kerusakan, kemudaratan yang menimpa rakyat. Semestinya penguasa negeri ini dapat dengan mudah menghentikan game online ini, namun hanya pemimpin dalam Islam yang sanggup untuk menghentikannya.
Hal itu dikarenakan kepemimpinan dalam Islam adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
"Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya". (HR. Muslim)
Pemimpin dalam Islam akan senantiasa menjaga rakyatnya dari arus liberalisasi dan menciptakan kondisi agar rakyatnya bertakwa sehingga mereka menjadi manusia yang memahami teknologi dan menggunakannya untuk kemaslahatan umat. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mencampakkan sistem kapitalis liberal dan perjuangkan sistem Islam agar generasi terjaga dan terlindungi, kembali menjadi umat terbaik. Wallahu'alam..