By : Hj. Mimy Muthmainnah
Sore itu, Bu Mawar dan anaknya jalan-jalan keliling kota. Kemudian mampirlah ia di sebuah pencucian motor yang kebetulan saat itu sedang sepi pelanggan.
Saat motor dieksekusi oleh sang pencuci motor, Bu Mawar dan anaknya duduk di pojokan kursi kayu yang unik. Maklum rupanya sang pemilik pencucian motor ini punya selera natural alam dan penuh nuansa etnik
Bu Mawar melempar pandangan ke sekitarnya. Indah taman ini, gumamnya dalam hati. Tetiba pandangannya jatuh pada sekumpulan wanita di teras belakang tersebut, ada layar putih terbentang dan sound sistem yang terdengar sesayup sampai di telinga.
Rupanya mereka sedang pelatihan nge-host radio rupanya yang dipandu seorang host senior.
Namun, tak terasa waktu berakhir.
Yaahhh... Padahal Bu Mawar masih pengen melihat sampai tuntas. Bersamaan dengan itu, pelatihan tersebut juga berakhir.
Hhmmm.. Ternyata diantara peserta pelatihan yang hadir, ada beberapa teman Bu Mawar sendiri.
Merasa saling kenal dan sepertinya akrab, membuat sang trainer penasaran untuk mendekat dan menyapa hangat sambil mengulurkan tangan kanannya bersalaman dengan Bu Mawar. Tentu diiringi dengan senyuman manisnya.
Waktu merangkak sore. Para wanita tadi bergegas pulang. Tinggallah sang trainer dan Bu Mawar bersama anaknya. Mereka saling mengenalkan diri dan aktivitas masing- masing.
Bu mawar hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang kesehariaanya mengurus rumah, mulai dari menyuci, memasak hingga menganterkan anak-anak ke sekolah. Selebihnya, ia habiskan waktunya untuk belajar tentang Islam di majelis-majelis ilmu.
Berbeda dengan sang trainer. Ia seorang wanita aktif, lulusan S-2, dengan segudang aktivitas di luar rumah, dari mengajar di universitas swasta, siaran di radio, menjadi narasumber di berbagai acara dan seabrek kegiatan lainnya. Dia juga sering berbagi beragam ilmu yang dimilikinya. Beliau juga mengatakan, jika ada yang mau belajar nge-host (mc), beliau siap membantu.
Sang ibu trainer terus berbicara dan mengeksplor diri dan keluarganya. Bahkan beliau pun mengungkapkan bahwa anak-anaknya pun semua harus masuk pesantren di Jawa.
Sang trainer diam sesaat. Disinilah Bu Mawar merasa memiliki kesempatan untuk berbicara.@
"Iya ya, bu. Apalagi kondisi sekarang tambah parah, banyak pemikiran-pemikiran barat merasuk ke dalam pemikiran kita, yang tidak kita sadari," ujar Bu Mawar.
Gleks...brughhh. Tetiba si ibu trainer bangkit dari tempat duduknya dengan menghentakkan kaki.
"Saya mau sholat," ujarnya dengan nada ketus tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bu Mawar dan berlalu begitu saja dengan membawa wajah menahan amarah dan kesal.
Sontak Bu Mawar terkejut dengan sikap si ibu trainer. Ananda, anak Bu Mawar, yang melihat kejadian tersebut spontan mengkritik, "Ibu itu kok begitu ya, ma..? Katanya mengajarkan etika tapi kok bertolak belakang".
Cerita Bu Mawar ini cukup menarik untuk menjadi pelajaran bagi kita. Dari kejadian ini, ada beberapa ibroh penting yang bisa kita petik, diantaranya :
1. Jangan memandang rendah kepada orang lain apalagi kepada seorang ibu rumah tangga biasa.
2. Jangan sombong menolak kebenaran dan merendahkan yang menyampaikan.
3. Bukan harta kekayaan, jabatan, keturunan, status sosial, kecantikan atau banyaknya titel yang dimiliki, melainkan taqwa seseorang yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya.
4. Pelajaran ini sangat berharga untuk kita, sebab tidak menjadi jaminan jika seseorang bertitel tinggi etika dan adab, kecuali dia benar-benar memahami islam.
5. Ikhlas tanamkan selalu dalam hati bukan karena mengharapkan pujian manusia ketika beramal.
6. Luruskan niat dalam hati hanya semata-mata mengharap Ridho Allah semata dalam segala aktifitas.
7. Jauhi sikap ashobiyah (fanatisme golongan), karena Rasulullah sangat membenci sikap tersebut.
Semoga kita bisa mengambil manfaat dan kebaikan dari cerita Bu Mawar ini. Juga menjadi ibrah penting bagi kita agar bisa belajar menjadi pribadi yang selalu rendah hati dan tidak bersikap meremehkan orang yang sedang berbicara dihadapan kita.
'Undzur maa qoola, wa laa tandzur man qoola' (Lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan melihat siapa yang mengatakan).
Wallahu a’lam bhi showwab