Aulia Rahmah, Gresik Jatim
Kleptomania, dalam kamus bahasa Indonesia bermakna gangguan kejiwaan yang menyebabkan seseorang mempunyai keinginan kuat untuk mencuri, sekalipun benda yang dicuri itu tidak berharga dan tidak pula membawa manfaat. Mencuri sholat, mencuri timbangan, mencuri harta dengan berbagai modus seperti begal, membobol rumah dan bank, korupsi, mencuri SDA milik rakyat, mencuri suara, mencuri hak - hak rakyat untuk hidup sehat, damai dan aman tanpa tekanan dan ketakutan.
Di alam demokrasi yang mengakomodasi sekularisme dan liberalisme seseorang mudah sekali terganggu kejiwaannya hingga muncul berbagai kelainan seperti kleptomania. Pengabaian terhadap keimanan dan keterikatan terhadap Hukum Tuhan ( Syariat Islam ) menjadi indikasi kuat seseorang terpicu berperilaku laiknya seorang pencuri, bahkan pejabat negara sekalipun. Hukum dimanipulasi, kesepakatan dilanggar. Tanpa pertimbangan halal haram dan dosa, seseorang begitu mudah mengumbar tangannya untuk menipu.
Jika kecurangan dilakukan oleh individu seperti mencuri sholat, efeknya hanya berlaku bagi si pelaku saja. Tetapi lain ceritanya jika kecurangan dilakukan oleh para pejabat dan aparat negara secara terstruktur, sistematis, dan massif tentu akan terlihat bombastis. Keadaan ini akan mengusik akal sehat dan hati nurani orang - orang yang terdzalimi. Sedangkan bagi pelakunya bisa berakibat pada matinya nalar dan bekunya hati nurani. Tindakannya kadang menyalahi akal sehat dan menabrak fitrah kemanusiaannya. 600 lebih nyawa melayang tak lagi menjadi keprihatinan.
Kleptomania oleh para pejabat dapat menggiring pada pemerintahan yg bersifat kleptokrasi. Semua elemen penegak hukum bahu - membahu menutupi kecurangan dan menghadang Umat Islam yang ingin mencari keadilan dan memperjuangkan tegaknya kebenaran. Negara tak henti - hentinya memproduksi narasi yang menyudutkan ajaran Islam dan Umatnya. Mengkambinghitamkan khilafah, mengkriminalisasi ulama dan para aktivis yang mengkampanyekannya. Sebut saja Wiranto, Menteri Koordinasi Hukum, Politik, dan Keamanan itu, menganggap khilafah telah memboncengi keruwetan dalam pemilu, seperti yang dilansir oleh Viva.co.id(16/5).
Kedzaliman harus dihentikan. Rosulullah berpesan dalam sabdanya : " Tolonglah saudaramu yang berbuat dzalim atau yang didzalimi ". Menyambut seruan penegakan khilafah adalah kewajiban bagi setiap individu muslim. Kultur amar ma'ruf nahi mungkar akan berjalan dengan tertib. Khilafah adalah sarana untuk saling mengingatkan agar kita tidak terlupakan oleh kebahagiaan semu duniawi, saling memotivasi untuk berbuat kebaikan dan memperjuangkan kebenaran.
Perangkat penegak hukum dalam sistem khilafah, dari Qadhi Hisbah hingga Mahkamah Madzalim memastikan berbagai persoalan akan terpecahkan dengan tuntas, efektif dan efisien. Dengan landasan keimanan dan ketaqwaan, menjadikan setiap individu muslim merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga seluruh gerak tubuhnya akan diupayakan agar selalu berada dalam koridor ibadah. Maka terbentuklah kontrol bagi individu, masyarakat, hingga negara. Jangankan kleptokrasi , pencuri sholat saja akan susah kita temukan, karena seorang pemimpin dalam negara khilafah adalah sekaligus sebagai imam sholat. Bimbingan dan teladan yang baik akan senantiasa mengiringi gerak kepemimpinannya.
Ramadhan adalah momen yang tepat untuk meningkatkan ketaqwaan kita, bukan tanpa maksud Allah memberikan reward taqwa bagi insan yang sukses mendidik jiwa dan raganya selama sebulan penuh. Taqwa menjadi pilar tegaknya hukum Syariat Islam. Sudah saatnya bagi seluruh elemen bangsa ini untuk membulatkan tekat medeklarasikan sistem kenegaraan Khilafah Islamiyah. Sistem yang menjamin terpeliharanya harta, nyawa, dan kehormatan manusia. Tak ada harapan beroleh keadilan dengan memperjuangkan demokrasi. Sistem ini hanya cocok untuk para kleptomaniak.
Semoga Allah mengetuk hati dan pikiran orang - orang sholih di negeri ini untuk mengupayakan dan memudahkan jalan bagi terwujudnya Syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang dijanjikan, aamiin.
Wallahu'alam bishowab