Oleh : Tri Silvia (Pemerhati Masyarakat)
.
.
Peran keluarga amat besar dalam menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Tak hanya dari segi penghasilan dan pendidikan, namun juga moral dan agama. Apapun yang menimpa atau dilakukan sang anak, mulai dari hal-hal yang baik hingga yang buruk, sudah pasti dihubungkan dengan keluarga atau minimal orang tua.
.
Orang tua adalah yang pertama kali dipanggil saat anak mengalami kecelakaan. Begitupun saat anak melakukan tindak pelanggaran, yang pertama kali dihubungi juga orang tua. Orang tua pula yang paling berhak merasa bahagia dan bangga saat anaknya sukses dan mendapat banyak prestasi.
.
Hal di atas adalah wajar. Pasalnya, keluarga terutama orang tua adalah institusi pertama yang dimiliki oleh seorang anak. Mereka adalah guru, penanggung jawab dan juga perisai bagi sang anak. Keberadaannya adalah hal yang sangat penting, sebab keutuhan keluarga menjadi faktor kebahagiaan dan kenyamanan terbesar untuk sang anak. Namun sayangnya, peran penting tersebut telah mulai pudar bahkan hilang di tengah masyarakat. Bahkan dalam keluarga itu sendiri.
.
Hal di atas telah nampak begitu nyata. Lihatlah apa yang terjadi di wilayah Samarinda, Kalimantan Timur. Kisah nahas yang menimpa dua orang kakak beradik di daerah tersebut menjadi sorotan beberapa waktu yang lalu. Keduanya yang berusia 19 dan 16 tahun telah menjadi korban pencabulan sang ayah (kandung), hampir tujuh tahun lamanya. Tindakan gila tersebut didukung oleh sang ibu dengan memberikan pil KB kepada keduanya. Tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan agar keduanya tidak hamil dan tindak kejahatan sang ayah pun bisa disembunyikan. Sang ibu khawatir ketika suaminya di penjara, maka tidak akan ada orang yang menafkahi ia dan 3 anaknya. (tribun-manado.co.id, 08/5/2019)
.
Kasus ini adalah satu dari seribu lebih kasus incest yang terjadi di Indonesia. Namun baru kali ini didapati terkait dengan peran ibu di dalamnya. Yang lebih mengejutkan adalah terkait alasan sang ibu melakukan hal tersebut, yakni karena faktor nafkah (boleh dikatakan uang).
.
Hal ini adalah satu bentuk kegilaan yang menjadi nyata, dimana nafsu dan uang mengalahkan rasa kasih sayang, tanggung jawab, dan nilai-nilai keluarga lainnya. Keluarga semacam ini jelas telah kehilangan perannya sebagai perisai utama sang anak.
.
Istilah 'uang mengalahkan segalanya' telah ada sejak lama. Slogan tersebut menunjukkan arogansi dan kesombongan yang dimiliki sebagian masyarakat atas sebagian yang lain. Walaupun secara fakta, slogan tersebut hanya ilusi yang sistem ciptakan guna hancurkan masyarakat hingga lini terkecil (keluarga). Namun, semua itu kini mewujud nyata di hadapan mata. Sistem kapitalis lah yang menjadikan semua hal tersebut nyata. Bukan dengan gerakan yang tiba-tiba, melainkan berjalan dengan tumpukan masalah yang membelenggu. Masalah kemiskinan, pengangguran, hilangnya subsidi, meroketnya harga bahan pokok, serbuan barang impor ke tanah air, harga bahan bakar yang semakin melambung, pun mahalnya pendidikan dan biaya kesehatan menambah beratnya perekonomian masyarakat. Belum lagi serbuan tenaga kerja asing Cina yang telah merenggut pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan untuk anak bangsa.
.
Alhasil, kehidupan masyarakat tidak terjamin dan kesejahteraan pun telah lama menjauh dari mereka. Jangankan untuk membeli kebutuhan sekunder, sekedar tau saja kalau esok bisa makan itu sudah cukup untuk mereka. Inilah akhirnya yang menyebabkan masyarakat kecil rela untuk melakukan apapun untuk mendapatkan uang, bahkan jika ia harus mengorbankan kehormatan dirinya bahkan anak-anaknya sekalipun. Kasih sayang sudah lagi tak tersisa baginya, yang ada hanyalah keegoisan.
.
Inilah fakta yang tengah terjadi di masyarakat. Tentunya kita tidak mau jika hal tersebut terus-menerus berlangsung di negeri tercinta ini. Sebab, mungkin hari ini dua kakak beradik di Kalimantan Timur sana yang harus menjadi korban, namun esok atau lusa bisa jadi anak-anak atau keluarga kita yang akan menjadi korban pula.
.
Sungguh, fenomena seperti ini adalah sebab dari tidak diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan. Sehingga muncul banyak peremehan atasnya, Rasul-Nya bahkan Allah itu sendiri. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat di bawah ini :
.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 49-50)
.
Ada tiga pilar penerapan syariah Islam, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Dengan ketakwaan individu, masing-masing diri akan terus berintrospeksi dan memohon ampun atas segala kesalahan yang telah dilakukan. Mereka memiliki penjagaan tersendiri berupa takwa. Dengan ketakwaan individu, seorang ayah tak akan mungkin tega untuk memperkosa anaknya sendiri. Jangankan memperkosa anaknya sendiri, melakukan maksiat kecil saja ia tak akan sanggup.
.
Poin kedua adalah kontrol masyarakat. Masyarakat sebagai bagian terkecil dari sebuah negara memiliki andil dalam penerapan syariat Islam. Hal tersebut akan dan bisa terjadi dengan adanya amar makruf nahi munkar di tengahnya. Dengan kontrol masyarakat, tiap individu akan lebih mawas diri untuk tidak melakukan tindak kemaksiatan.
Poin ketiga adalah negara yang menerapkan syariat Islam. Poin ini adakah poin paling penting dari pilar penerapan syariat Islam ini. Sebab syariat Islam mewajibkan penerapan secara kaffah. Di dalamnya tidak hanya memuat akhlak dan ibadah saja, melainkan juga muamalah dan sangsi, yang itu memerlukan negara sebagai pelaksananya.
.
Hal semacam ini pernah dicontohkan di masa Rasulullah saw dalam kisah seorang wanita yang bernama Ghomidiyyah. Kala itu ia menghadap kepada Rasulullah saw untuk mengakui kesalahannya. Ia mengaku telah berzina dengan seorang lelaki. Ia meminta agar Rasulullah mengenakan hukuman atasnya (rajam). Saat Rasulullah mendengar apa yang dikatakan ghomidiyyah, beliau pun bertanya apakah ia sedang hamil. Maka ghomidiyyah pun menjawab ia, Rasulullah lalu menyuruhnya pulang dan menunggu bayi tersebut lahir. Setelah lahir, ghomidiyyah pun kembali menghadap Rasulullah, namun lagi-lagi Rasulullah menyuruhnya pulang dan menunggu hingga bayi tersebut selesai disusui. Begitulah ghomidiyyah yang karena rasa takutnya, ia pun tak kenal lelah kembali untuk meminta hukuman atas maksiat yang telah diperbuat.
.
Sungguh hal tersebut adalah bukti nyatanya ketakwaan individu di tengah masyarakat Islam kala itu. Hal inilah yang mendorong Ghomidiyyah terus meminta hukuman atasnya walaupun Rasulullah telah memberikan beberapa kali penundaan. Selain itu, peran negara pun amat kentara dalam kisah Ghamidiyyah ini. Sungguh, tanpa adanya negara yang menerapkan aturan Islam, maka tindak kemaksiatan itu bisa terus terjadi, berulang dan merajalela. Sifat manusia yang lemah dan seringkali menuruti hawa nafsu menjadi salah satu faktor pentingnya keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam.
.
Begitulah cara Islam menjamin penerapan syariat nya, yang dengannya akan menjaga individu dan masyarakat dari segala kemaksiatan. Termasuk masalah perkosaan di dalamnya.
.
Sangsi-sangsi yang ada dalam syariat Islam berfungsi sebagai penebus dosa dan pencegahan atasnya. Maka ia akan mencegah berbagai kemaksiatan tersebut, mulai dari hal-hal yang sederhana. Alhasil, fenomena kerusakan keluarga pun tak akan pernah terjadi apalagi sampai muncul ke permukaan.
.
Wallahu A'lam bis Shawab