Oleh : Eka Aryanti
(Menulis Asyik Cilacap)
Suara.com - Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap berjudul Tausyiah kebangsaan untuk perdamaian, menjelang pengumuman hasil rekapitulasi perolehan suara pemilu dan pilpres 2019 oleh KPU.
MUI dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/5/2019), mengkhawatirkan kerawanan berupa benturan antara warga serta perpecahan karena situasi politik.
Wakil ketua Umum MUI Zainut Tauhid sa'adi mengatakan, organisasinya mempunyai tanggung jawab menjaga dan melindungi masyarakat dari berbagai gerakan yang mengancam keutuhan negara.
"Karenanya, sikap pertama MUI adalah mengajak masyarakat menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan Republik Indonesia," kata dia.
Sikap kedua MUI adalah, meminta publik untuk tidak terprovokasi ajakan mengikuti gerakan people power.
"Karena hal tersebut akan membawa kerusakan yang sangat besar dan mengancam kedaulatan dan keutuhan NKRI," ucap Zainut.
Sikap ketiga, MUI juga meminta komisi Pemilihan Umum untuk menyelesaikan tahapan pemilu sesuai aturan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, transparansi serta profesionalitas.
Keempat, MUI kata Zainut meminta kepada para peserta pemilu untuk menempuh jalur hukum apabila ada kecurangan.
Kelima, MUI meminta ada dua pasangan Capres Cawapres peserta pilpres 2019 berkomitmen menerima apapun keputusan KPU.
Keenam, yakni MUI meminta elite politik, tokoh agama, adat dan media massa memerankan diri sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Ketujuh, MUI berharap kepada aparat kepolisian bertindak tegas, adil, transparan, dan profesional dalam menjaga pemilu.
https://www.suara.com/news/2019/05/18/182606/jelang-22-mei-mui-anjurkan-umat-tak-terprovokasi-gerakan-people-power
Apa dibalik people power
Pemerintah panik, Hal itu terbaca dari keputusan KPU yang memajukan hari pengumuman hasil pemilu 2019 pada tengah malam kurang lebih jam 02.00 tanggal 21 Mei 2019. Hal itu merupakan ketidakpatutan, karena pemilu dilaksanakan secara nasional yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia sebagai pemilih, tentu rakyat memiliki hak untuk mengetahui dan menyaksikan pengumuman tersebut. Belum lagi framing negatif terhadap tuntutan keadilan atas kecurangan dilabeli dengan makar/ekstrimis/teroris.
Inilah buah dari pesta demokrasi yang berbuah ricuh. Masyarakat yang muak dengan penderitaan mereka akibat aturan dzolim yang diterapkan pemerintah sekarang, membuat mereka bergerak menuntut perubahan.
Sayangnya mereka masih memanfaatkan demokrasi sebagai tunggangannya. Berharap pemimpin baru membawa perubahan dengan azaz jurdil yang sebatas ilusi, mereka beramai-ramai menyukseskan pemilu.
Ironisnya, pemilu dalam sistem demokrasi malah justru melahirkan rezim otoriter saat kepentingannya terganggu/dihalangi. Mereka tidak peduli terhadap sekian banyak laporan kecurangan proses pemilu.
Dengan arogannya mereka mengumumkan klaim kemenangan pemilu setelah memanipulasi hasil perhitungan surat suara. Lembaga-lembaga survei, media, KPU, dan Lembaga pengadilanpun telah menjadi corong mereka.
Demokrasi hanyalah ilusi. Berprinsip rakyat yang berkuasa, tetapi begitu rakyat bergerak menuntut keadilan dengan "people power"nya, mereka kalang kabut. Melempar sejumlah fitnah terhadap perjuangan masyarakat penuntut keadilan.
Demokrasi hanya alat untuk melegalisasi kekuasaan yang menganggap rakyat sebagai musuh demi memuaskan kehendak para cukong kapitalis. Rakyat hanya dieksploitasi suaranya, setelah itu diacuhkan. Habis manis sepah dibuang.
Perubahan yang hakiki
Jika kita bicara perubahan atau people power, tentu kita harus melihat bagaimana Islami memandang hal itu, Islam sebagai agama yang sempurna, berasal dari Al Kholiq sang pencipta, yang paling memahami manusia ciptaannya. Sehingga apapun aturanNya pas sesuai bagi manusia. Jika manusia menaati aturanNya, itupun akan berbuah pahala karena merupakan pancaran ketaatan hamba kepada Rabbnya.
Tidak ada yang lebih indah kecuali kita melihat bagaimana Rosululloh mampu mengubah masyarakat Arab yang jahiliyah menjadi umat yang terbaik. Hal itu tidak lepas dari upaya tatsqif/pembinaan yang dilakukan Rosululloh kepada para sahabat. Membina mereka dengan akidah Islam sehingga terpancar kekuatan syakhsiyah/kepribadian Islam mereka yang mulia. Sehingga muncullah kesadaran dalam benak mereka untuk diatur kehidupannya berdasarkan syariatNya. Dan merekapun memperjuangkannya dengan melakukan aktivitas dakwah.
Dakwah akhirnya mengalir keseluruh pelosok Mekah, bahkan keluar ke wilayah lain sampai ke Madinah. Warga Madinah, suku Aus dan Khazraj, mereka akhirnya bersumpah setia pada Rosululloh dengan melakukan Bai'at Aqabah pertama yang dilakukan oleh 12 orang. Dan Rosululloh mengutus sahabat Mush'ab bin Umar untuk membina. Mereka yang dalam tempo satu tahun berhasil mengubah mereka, dari suasana musyrik menjadi islami.
Akhirnya terwujudlah Bai'at Aqabah kedua dengan jumlah 75 orang yang merupakan pondasi berdirinya Daulah Islam pertama, yang dilanjutkan dengan kekhalifahan yang terbukti mampu menegakkan peradaban mulia selama berabad-abad lamanya dan menjadi mercusuar dunia, membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam.
Inilah kekuatan suara rakyat menuntut keadilan berbasis Ideologi Islam yang mampu melakukan perubahan hakiki, menjadi umat yang terbaik. Solusi perubahan secara hakiki dengan membangun ro'yul aam/pandangan umum Islam yang lahir dari wa'yul aam/kesadaran umum Islam, yang merupakan buah dari pembinaan/tatsqif ala Islam yang seperti dilakukan Rosululloh terhadap umatnya. Bukan sekedar eskalasi dari kekecewaan atau emosi semata.
Wallahu 'alam bishshawab