Oleh : Zubaidah I S
(Aktivis Dakwah Kampus)
Perempuan-perempuan berpakaian hitam berbaris mengiringi sejumlah orang yang menggotong keranda mayat. Aksi ini terjadi tepat di depan hidung kekuasaan, di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (16/5). Keranda itu berisi patung dibalut kain kafan. Mereka mengiringi keranda membawa poster dan spanduk yang berbunyi protes dugaan kecurangan Pemilu.
Berbagai protes yang ditulis antara lain tuntutan audit forensik IT KPU, hingga netralitas TNI, Polri dan ASN. Orasi dari koordinator aksi juga menyuarakan keadilan atas ratusan petugas KPPS yang tewas selama pemilu 2019. Aksi teatrikal ini digelar oleh emak-emak yang menamakan diri Perempuan Indonesia Bergerak (PIB).
Rangkaian aksi ini digelar untuk mengingatkan pemerintah soal dugaan kecurangan Pemilu berdasarkan Situng, keberpihakan aparat negara, hingga kebebasan berpendapat yang menurut mereka diberangus oleh rezim Jokowi. Di puncak adegan, para emak-emak melepas balon hitam simbolis kematian demokrasi. Tak tanggung-tanggung mereka juga memasang baliho raksasa warna hitam bertuliskan ‘RIP DEMOKRASI’ tepat di muka mobil komando. (cnnindonesia.com, (16/5)
Kondisi ini telah menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Sebab, sistem demokrasilah akar dari tumbuhnya kecurangan. Tak ada jaminan kejujuran dalam sistem ini karena tak berdasarkan keimanan kepada Allah swt. Bahkan peran Allah sebagai Sang Maha Pengatur dihilangkan oleh karena penerapan asas sekulerisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Dalam prakteknya, manusialah dengan modal akalnya yang terbatas yang membuat hukum, menerbitkan aturan dan mengambil keputusan. Sehingga aturan Tuhan diabaikan dan disingkirkan tak lagi dihiraukan. Kenyataanya, riskan sekali aturan dan keputusan yang dibuat hanya untuk kepentingan rezim yang berkuasa dan segelintir orang yang berada dilingkaran kekuasaan. Hampir tak berjarak rakyat menyaksikan dengan kasat mata hak-haknya di zalimi, keadilan sukar ditemui, dan kebutuhannya tak terpenuhi. Ini menjadi pemicu aksi terjadi dalam hal ini yang digelar oleh PIB.
Secara historis, demokrasi lahir dari rahim ideologi kapitalisme dengan konsep dasarnya pemisahan agama dari kehidupan dan bernegara. Untuk itu, diterapkan sistem demokrasi sekuler inilah akar dari semua polemik dan problematika negeri muncul. Sehingga ketika kematian demokrasi sudah dekat, kebanyakan rakyat juga menyadari, ini adalah awal yang baik. Karena perubahan besar dan mendasar akan terjadi.
Namun, bagi umat Islam arah perubahan yang patut diperjuangkan bertumpu pada apa yang dia yakini, yakni Islam. Sedangkan Islam tak bertumpu pada sistem demokrasi. Islam memiliki metode yang khas untuk menuju perubahan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dimulai dengan membina umat dengan tsaqofah Islam dan menyadarkan mereka akan kewajiban menerapkan syariah Islam secara sempurna. Sehingga, umat Islam keseluruhan merindukan kehidupan dibawah nauangan Islam. Suasana Islam dan iman akan terus meningkat, pada puncaknya ini akan mendorong orang yang memiliki kekuatan memberikan pertolongan dan perlindungannya. Kombinasi umat Islam yang sadar dan para pemilik kekuatan menjadi jalan perubahan besar dan mendasar terjadi. Dengan kata lain, Islam dapat diterapkan secara kaffah oleh negara Khilafah Islam.