Kapitalisme Pendidikan Menyerang, Generasi Bimbang

Oleh : Nia Faeyza

(Menulis Asyik Cilacap)



Awal April lalu berhembus kabar dari dunia pendidikan. Katakanlah aksi damai beberapa mahasiswa yang menolak komersialisasi kampus. Para mahasiswa protes  diantaranya karena fasilitas kampus belum dapat diakses dengan mudah dan harus berbayar.


TRIBUNJATENG.COM , PURWOKERTO - Ratusan Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, menggelar aksi tolak liberalisme, privatisasi, dan komersialisasi kampus.


Para mahasiswa menduduki gedung rektorat Unsoed, pada Rabu (8/5/2019).


Mereka menuntut jika fasilitas yang tersedia di Ubsoed belum dapat diakses dengan mudah oleh para mahasiswanya. Para mahasiswa masih terkendala oleh penerapan tarif fasilitas yang berlaku komersil untuk kalangan internal institusi.


Fasilitas-fasilitas Unsoed itu sendiri yang semestinya dapat dinikmati gratis, justru masih berbayar bagi para mahasiswanya.


"Gedung-gedung seperti Soemardjioto itu bayarnya Rp 800 ribu kalau ingin sewa. Bahkan gedung Rudiro di Fakultas Ekonomi bayarnya perjam," ujar Koordinatos aksi Aliansi Soedirman Melawan, Denis Agita.


Denis mengatakan jika fasilitas-fasilitas yang merupakan milik Unsoed sendiri justru dikomersialisasikan.


Mahasiswa terkadang sering mengadakan kegiatan-kegiatan di dalam area kampus. Tetapi untuk menggunakan gedung milik kampus mereka sendiri masih dipungut biaya.


Selain menuntut bentuk komersialisasi pendidikan dalam bentuk penerapan tarif untuk sebagian fasilitas. Mahasiswa juga mempersoalkan terkait penerapan sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh pada mahasiswa yang sudah melewati masa studi normal.


Mereka menganggap Unsoed telah melanggar asas keadilan dan hanya fokus mencari pendapatan saja dibuktikan dengan pemberlakuan UKT penuh bagi mahasiswa semester akhir.


Tak hanya di Purwokerto, sejumlah mahasiswa di salatiga juga menggelar unjuk rasa.


TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Salatiga yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMD) menggelar aksi demonstrasi damai bertepatan hari pendidikan nasional (Hardiknas) Kamis (2/5/2019).


Koordinator Aksi Ilham Zulfikar mengatakan, pendidikan sekarang hanya dapat diakses kelompok masyarakat dengan modal ekonomi yang baik. Sedang mereka terutama tinggal di daerah terpencil tidak mampu menempuh pendidikan secara layak.


Pihaknya menyerukan sekarang ini dunia pendidikan Indonesia sedang tidak baik. Karenanya SMD meminta supaya ada perbaikan bertepatan dengan peringatan hari pendidikan nasional kali ini.


Dia menegaskan menolak praktik  komersialisasi pendidikan serta meminta terwujudkan biaya pendidikan murah bahkan gratis.(*)


Dunia pendidikan memang amat penting. Karena berpengaruh besar bagi masa depan anak dan bangsa.


Namun jika dalam prosesnya bermasalah, maka akan menghambat cita-cita luhur bangsa yang tertoreh dalam Undang-Undang yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.


Tidak mungkin bangsa ini melahirkan generasi berkarakter emas, sementara dalam proses belajarnya mengalami berbagai kendala.

Jangankan gratis, untuk menggunakan sarana sekolah saja harus bayar. Ibarat ngontrak di rumah sendiri, apa-apa mesti bayar.


Seharusnya negara memberikan layanan maksimal, sehingga anak-anak bisa fokus belajar dan meniti masa depan. Memfasilitasi adalah lebih baik daripada komersialisasi.


Kesalahan Sistem Demokrasi dalam meri'ayah dunia pendidikan, telah menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Selain itu, negara tidak mampu menyediakan layanan gratis bagi peserta didik, bahkan untuk ketersediaan sarana dan prasarana ditanggung oleh wali murid. Sehingga membuat dunia pendidikan terkesan sebagai ladang bisnis. Dan menyebabkan anak-anak yang kurang mampu tidak bisa menikmati bangku sekolah. Padahal semua anak seharusnya memiliki hak yang sama, khusunya dalam bidang pendidikan.


Dalam Sistem Islam, pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan primer masyarakat dan menjadi hak yang kaya dan yang miskin, tidak ada perbedaan. Dimana semua anak memiliki hak yang sama untuk bersekolah.

Penyelenggaranya adalah negara dan pendanaan melalui pengaturan Perekonomian Islam. Pemerintah Islam juga memberikan biaya gratis, dan fasilitas yang ada di sekolah keseluruhan ditanggung oleh negara. Bukan ditanggung wali murid, seperti dalam Sistem Demokrasi.


Dengan begitu, bisa dipastikan semua anak akan menikmati peran mereka sebagai pelajar tanpa memikirkan tanggungan lainnya. Serta akan mewujudkan cita-cita luhur yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.



Wallahu a'lam bish-showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak