Oleh : Tri Silvia*
.
.
Hari Raya akan tiba, jauh-jauh hari masyarakat berjibaku untuk mempersiapkannya. Bukan hanya sekedar untuk membeli baju raya atau panganan khas nya. Melainkan juga tuk persiapkan segala bekal yang berhubungan dengan budaya mudik hari raya. Mulai dari ongkos perjalanan, angpao, oleh-oleh untuk sanak keluarga, dan lainnya. Budaya satu tahun sekali ini seakan jadi pesta tersendiri bagi rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, uang berputar begitu cepat pada hari tersebut atau bahkan dari beberapa minggu sebelumnya.
.
Para pedagang pun bergembira riang menyambut keuntungan yang akan datang. Keuntungan yang besarannya berkali-kali lipat daripada yang didapat di hari sebelumnya. Begitupun para pengusaha model transportasi yang ada, lonjakan penumpang yang kadang tak terkendali jadi berkah tersendiri. Sebab, keuntungannya pun bertambah berlipat-lipat pasti. Itulah yang terjadi pada tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun diwarnai dengan kenaikan harga-harga barang yang tergolong penting, namun tak mampu menandingi arti pentingnya idul fitri. Mudik jadi prioritas tersendiri.
.
Agaknya rakyat Indonesia diminta untuk beli ruang tambahan untuk stok sabar yang lebih besar pada tahun ini. Ternyata pesta demokrasi yang dinanti, justru tak melancarkan pesta rakyat di hari raya ini. Tak hanya sebab kecurangan rezim, atau tewasnya ratusan orang yang membantu terselenggaranya Pemilu tahun ini. Melainkan sebab harga tiket dan ongkos perjalanan yang melambung tinggi, para pemudik dipaksa untuk berlapang dada merelakan diri untuk tak pulang di hari raya kali ini.
.
Pada faktanya, kerugian tak hanya dirasakan para pemudik yang gagal melaksanakan hajat tahunannya. Melainkan semua orang yang terkait dengannya, yakni para penyedia jasa transportasi, baik rental mobil, bis, maupun pesawat terbang. Selain itu para pengusaha makanan dan minuman, oleh-oleh dan berbagai kebutuhan pemudik lainnya.
.
Melambungnya biaya transportasi yang menjadi penyebab utama gagal pulangnya para pemudik ke kampung halaman, nyatanya tidak hanya dirasakan menjelang hari raya kali ini saja.
.
Kenaikan biaya ongkos penerbangan, sudah dirasakan mulai dari beberapa bulan sebelumnya. Tak hanya konsumen yang dirugikan, melainkan juga maskapai penerbangan dan pihak bandara yang terkait. Sebagaimana yang terjadi pada Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Mereka kehilangan pendapatan sekitar Rp3 miliar per bulan akibat turunnya jumlah penumpang pesawat udara. Menurutnya, sebelum harga tiket pesawat naik, jumlah penumpang mencapai 12.000 hingga 15.000 orang per hari. Namun, sejak harga tiket naik jumlah penumpang menurun drastis hingga hanya 6.000 orang per hari. (m.merdeka.com, 28/5/2019)
.
Kenaikan biaya penerbangan ini menjadi lebih tinggi lagi tatkala masuk musim mudik raya. Bahkan salah satu situs perjalanan menyediakan tiket seharga 21 hingga 22,5 juta rupiah untuk penerbangan tertanggal 31 mei 2019. Harga tersebut adalah jumlah yang sangat tidak masuk di akal. (tirto.id, 30/5/2019)
.
Berbeda halnya dengan kenaikan biaya perjalanan dengan menggunakan model transportasi darat, semisal bus atau mobil pribadi. Kenaikan ini baru diberlakukan beberapa waktu belakangan, seiring dengan diselesaikannya proyek infrastruktur tol yang baru. Harga tol baru yang berbeda dengan yang sebelumnya -walaupun tak semahal tiket pesawat-, membuat beberapa pemudik harus merogoh kantong jauh lebih dalam. Fakta ini membuktikan bahwa pembangunan berbagai infrastruktur yang memadai, nyatanya tidak banyak berarti bagi masyarakat, khususnya para pemudik.
.
Alhasil, kenaikan biaya perjalanan berbagai sarana transportasi tersebut berdampak pada menurunnya jumlah pemudik di hari raya tahun ini. Kerugian bagi para penyedia jasa transportasi, pun menurunnya pendapatan daerah. Banyaknya dampak yang terjadi dari menurunnya jumlah pemudik tahun ini harusnya membuat Pemerintah segera bertindak untuk mengevaluasi dan memberikan solusi agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Bukan malah bersikap acuh atau bahkan melempar kesalahan dari satu lembaga ke lembaga lainnya.
.
Sarana transportasi adalah hal yang sangat penting. Itulah kiranya yang juga ditunjukkan oleh Daulah Khilafah Islamiyah pada masa kejayaannya dahulu. Pembangunan yang merata membuat Khalifah harus berpikir bagaimana caranya agar masyarakat bisa memanfaatkan pembangunan yang telah dilakukan Pemerintah dengan baik. Maka Khalifah pun berinisiatif untuk membangun berbagai sarana dan prasarana guna menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lainnya, yakni pembuatan sarana transportasi dan berbagai fasilitas yang menyertainya.
.
Salah satu contohnya adalah jalan raya penghubung antara Kuffah dan Mekkah yang bernama Darb Zubaidah. Jalan raya dengan lebar sekitar 18 meter ini membentang sejauh 1500 Km, dan sudah melayani perjalanan haji jutaan kaum Muslimin selama berabad-abad. Berawal dari rasa kepedulian Zubaidah binti Jafar al-Mansur (istri Khalifah Harun Al-Rasyid) terhadap para peziarah haji, beliau mengusulkan untuk membuatkan jalan raya dan berbagai infrastruktur yang diperlukan, berupa tempat peristirahatan, persediaan air bersih dan pencahayaan yang memadai. Begitu besar jasa yang dirasakan oleh masyarakat, sampai akhirnya pada tahun 2015 Pemerintah Arab Saudi pun mendaftarkan Darb Zubaidah sebagai Situs Warisan Dunia kepada UNESCO. (ganaislamika.com)
.
Itulah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah yang melandasi dirinya dengan hukum-hukum syariah. Mereka membangun berbagai sarana dan infrastruktur yang ada sebagai implementasi kewajiban mereka sebagai abdi rakyat. Bukan sekedar untuk menggenjot keuntungan investasi apalagi hanya mencari sensasi. Tak perduli akan popularitas ataupun pencitraan, kewajiban tetaplah kewajiban, tak ada pengurangan ataupun kelebihan di dalamnya.
.
“Sesungguhnya (kepemimpinan)itu adalah amanah. Pada hari kiamat ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi mereka yang menunaikan amanah tersebut sesuai haknya dan menjalankan kewajibannya.” (HR Muslim)
.
Indahnya kala umat bisa kembali berada di bawah satu naungan negara dan pemerintahan, yakni negara yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh komponen pemerintahan dan seluruh aspek terkait kehidupan sehari-hari.
.
Wallahu A'lam bis Shawab
*(Pemerhati Masyarakat)