Oleh : Sri Rahmawati
*Istri-istri Perkasa*
Seperti biasa, setiap habis stok air minum galon, sang ibu yang berusia berusia 50 tahunan itu berjalan menuju depot isi ulang air minum sambil membawa galon kosong di tangannya. Setelah terisi penuh galonnya, ia bawa sendiri galon tersebut sampai ke rumahnya.
"Tidak berat bu? Kenapa tidak dibawa sama anaknya saja", tanya beberapa orang yang lewat disitu dengan iba. "Ah ngga usah, sudah biasa", jawabnya sambil tergopoh-gopoh. Apakah ibu tadi tinggal di rumahnya seorang diri? Ternyata tidak, beliau tinggal bersama sepuluh orang keluarganya di rumah. Di dalamnya ada 6 orang laki-laki dewasa, namun tidak satupun sudi membawakan galon berat meski air galonnya diminum oleh mereka. Inilah salah satu sosok ibu yang menjadi tulang punggung keluarga dan pelaksana tugas-tugas berat di rumahnya.
Di tempat yang lain, ada seorang istri yang diberi tugas suaminya setiap pagi mengantar jemput anak, dan membeli BBM hingga 30 kg menggunakan motor jadulnya. Di siang harinya, dia inisiatif membantu suaminya mencari nafkah dengan cara ngojek. Setibanya di rumah, dia membereskan pekerjaan rumah, memasak, nyuci, dan menyetrika, bukan hanya baju keluarganya, tapi juga milik mertua dan saudara dari suaminya. Sementara suaminya duduk manis di rumah.
Di tempat yang lain, ada seorang istri yang bekerja, sementara suaminya di rumah menunggu istrinya pulang membawa uang dan makanan.
Begitulah sering kita lihat fenomena dunia terbalik layaknya judul sinetron, dimana peran suami diambil alih istri dalam waktu yang lama tanpa menemukan solusi, apakah betul-betul tidak ada solusi?
*Ambil Alih Tanggungjawab*
Menarik pendapat Ustadz Andriano yang akan saya paparkan sebagai sumber jawaban dari persoalan rumah tangga seperti tersebut. Fenomena rumah tangga ini seringkali terjadi karena seorang suami yang begitu tak bertanggung jawab, dan seorang istri yang terlalu cepat mengambil alih peran seorang suami.
Akibatnya, dia menjadi begitu sibuk, kehilangan femininitas. Sementara sang suami menjadi semakin malas.
Bila kita ingat serial film Oshin, ketika dia berhadapan dengan suami yang kerjanya mabuk-mabukan. Akhirnya ia mencoba mengambil alih tanggung jawab suami dalam menafkahi keluarganya.
Tapi kemudian, kondisinya bertambah lama bertambah buruk. Suaminya makin malas. Akhirnya dia sadar bahwa yang harus dilakukan adalah membiarkan suaminya memikul tanggung jawabnya, agar suaminya suatu saat sadar akan tanggung jawabnya. Walaupun tentu hal ini sangat menegangkan dan menyakitkan.
*Kala Gugat Cerai Menyapa*
Dan kalau toh upaya seorang istri untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada suami untuk bertanggung jawab ternyata tetap diabaikan oleh seorang suami, maka pilihan berikutnya adalah mengajukan gugat cerai.
Gugat cerai sendiri dalam Islam tidak selalu bermakna patah arang, tapi gugat cerai dapat bermakna peringatan paling keras.
Yang harus diingat, biarkan sang suami tetap mengambil perannya seoptimal mungkin. Sehingga jangan sampai seorang istri menjadi maskulin dan sang suami bertambah feminim karena istri mengambil peran suami.
Begitu pun dengan Oshin, ia tetap membiarkan suaminya memikul tanggung jawab, walaupun kondisi ekonomi rumah tangga tambah lama tambah kritis. Sikap Oshin ini patut dicontoh oleh kita sebagai istri, mendidik suami berpikir keras, berikhtiar mencari nafkah, karena ikhtiarnya seorang suami ini hukumnya wajib dalam Islam. Dikategorikan dosa besar bila mengabaikannya, setara dosa-besar lain seperti berzina, mendzolimi orangtua dan berbuat syirik.
*Lelah Melanda*
Apabila suami istri sudah lelah berdoa, lelah berkomunikasi, karena telah berlangsung sekian lama, maka istri terpaksa berusaha berbagai cara untuk menutupi biaya hidup dan pendidikan anak. Awalnya belajar parenting hanya pihak istri, suami abai.
Belakangan istri pun lelah belajar karena rumah tangga makin semrawut. Walaupun sadar sisi feminin makin berkurang tapi merasa yang dibutuhkan oleh dirinya dan anak-anak adalah sisi maskulin supaya bisa tetap makan, anak tetap bisa bersekolah. Tidak bisa menunggu suami melakukan kewajibannya memberi nafkah karena masalah biaya hidup dalam kondisi urgen.
Banyak istri seperti ini di luar sana, mengeluarkan sifat maskulin dan menekan sifat feminin, karena suami tak peduli. Suami tutup mata, tutup telinga. Istri seperti ini kemungkinan akan menciptakan anak yang tidak jauh berbeda dengan dirinya, suaminya dan kondisi rumah tangganya. Khawatirnya terjadi mata rantai setan yang tak pernah putus.
Kala diberi pemahaman tentang yang seharusnya pun istri tidak bisa terima lagi karena kegentingan masalah ekonomi. Tidak bisa berdiam diri, must do action.
Kalau kita berhadapan dengan suami yang semacam itu, kita harus bertekad bahwa keputusan itu harus suami yang ambil. Walaupun dia katakan terserah saja, tetap kita kembalikan sekali lagi dan sekali lagi kepadanya.
Salah satu kelemahan kita selama ini adalah selalu saja kita segera mengambil alih tanggung jawab yang tak dipikul oleh orang lain. Kita mengambil alih tanggung jawab anak yang tidak dipikul olehnya, mengambil alih tanggung jawab yang tidak dipikul oleh suami. Akhirnya kita kewalahan dan keadaan menjadi tidak lebih baik bahkan lebih buruk.
Kita seringkali tidak sabar menghadapi orang-orang yang melalaikan tanggung jawabnya, baik itu anak kita maupun pasangan kita. Ketidaksabaran itu menyebabkan kita sering cenderung segera mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Saya dapat memahami, agar segalanya selesai dengan cepat. Tapi dalam jangka panjang hal ini tidak menguntungkan bagi pendidikan kepribadian anak kita maupun pasangan kita. Jadi yang paling tepat bagi kita adalah 'tetaplah berada di pos masing-masing walaupun keadaan cukup mendesak'. Jangan pula lupakan pondasi agama. Allah takkan membebani kita kewajiban yang tidak bisa kita pikul. Allah pun sudah tetapkan rezeki setiap diri kita. Takkan tertukar, takkan berkurang dari yang seharusnya. Ingatlah pula, hasil takkan mengkhianati proses. Sebagaimana baginda Rasul dan para sahabat mulia contohkan.
Wahai para suami, bangkitlah dari tidurmu yang panjang, keluarlah di pagi hari untuk menjemput rejeki Alloh, hingga lelah dan peluh membasahi tubuhmu. Tugasmu ini adalah ibadah yang hukumnya wajib, sesungguhnya letihmu akan menggugurkan dosa-dosamu, ketahuilah bahwa ada banyak dosa-dosamu yang tidak dapat diampuni Alloh SWT, kecuali melalui letihmu dalam mencari nafkah.
Wallohu a'lam bish showab.