Oleh: Fathimah Bilqis, S.Pd
(Pengajar Sekolah Tahfidz Plus Khairu Umat)
Fenomena para artis mencalonkan diri menjadi wakil rakyat bukan hal yang asing. Hanya semakin banyaknya jumlah wakil rakyat dengan latar belakang artis cukup meramaikan industri liburan maupun politik tanah air pada tahun ini. Sebut saja, Diva Indonesia Krisdayanti, Desy Ratnasari, hingga Olla Ramlan memenuhi jagat perpolitikan negeri ini sebagai wakil rakyat. Ditambah ketika suara mereka melebihi suara caleg lainnya dengan latar belakang politik. (tribunNews.com 05/05/2019)
Panggung perpolitikan negeri ini layaknya panggung sandiwara. Kematian para petugas KPPS dengan jumlah fantastik yang masih memberikan tanda tanya besar. Kecurangan proses maupun hasil pemilu yang masih menuai pelemik di tengah masyarakat. Meroketnya harga-harga menjelang dan selama bulan Ramadhan. Serta masih banyak _scene_ lainnya di panggung perpolitikan negeri ini.
Layaknya panggung sandiwara. Sikap hipokrisi para pemimpin sistem demokasi ini semakin membludak. Ironi, berkomitmen untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia, namun membuka kran impor sebesar-besarnya. Ingin mewujudkan swasembada pangan, namun masih tetap ingin berjabat tangan dengan asing. Berharap sejahterakan rakyat, namun mereka sendiri pelaku eksploitasi SDA. Inilah negeri sandiwara.
Politik negeri ini penuh sandiwara. Mungkinkah hijrahnya dunia artis ke perpolitikan mengubah iklim politik negeri ini? Ataukah memang pemimpin hipokrisi yang menjamur di negeri ini?
*Demokrasi Lahirkan Pemimpin Hipokrisi*
Hipokrisi berasal dari bahasa Yunani _hypokrisis_ yang artinya cemburu, berpura-pura atau pengecut. Dalam bahasa indonesia sering disebut munafik. Demokrasi dan Hipokrisi sangat mungkin untuk bersahabat. Demokrasi meniscayakan sekulerisme (pemisahan agama dan kehidupan). Seorang pemimpin yang telah menjanjikan suatu hal pada rakyat, bukan hal yang memalukan apabila dia mengingkarinya. Niatan memimpin pun bukan karena aqidah islam. Maka hal yang wajar prilaku hipokrisi pemimpin lahir tumbuh subur di negeri yang menerapkan demokrasi.
*Pemimpin Shalih Lahir dari Sistem Islam*
Pemimpin shalih mustahil lahir dari sistem demokrasi. Pemimpin shalih paham akan tugasnya untuk mengurusi urusan umat ( _riayah su'unil ummah_ ). Abu Bakar ash Shiddiq pada masa kekhilafahannya mampu memberantas orang-orang murtad. Pada kepemimpinan Umar bin al Khaththab, beliau mampu membawa Islam lebih luas, hingga ke Persia. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dalam waktu dua tahun mampu mensejahterakan masyarakat, hingga tidak ada satu pun orang yang berhak menerima zakat. Khalifah Al Mu'tashimbillah yang dengan kekuatan militernya mampu mengerahkan ribuan tentara hanya untuk satu orang muslimah yang dilecehkan oleh orang Romawi. Muhammadh al Fatih yang dengan strategi cerdasnya mampu membebaskan Konstatinopel dengan pertahanann kokohnya. Seluruh umat manusia yang hidup dalam sistem islam (kekhilafahan) baik muslim maupun non muslim mereka sejahtera akan kepemimpinan para khalifah.
Jelas berbeda dengan kondisi saat ini. Para pemimpin yang penuh dengan sandiwara. Pemimpin hipokrisi yang gemar mengelabui rakyatnya.
_allahu 'alam_