Oleh : Evalina
Gemah ripah loh jinawi ialah semboyan untuk negara Indonesia yang dapat menggambarkan betapa kaya raya alam negeri kita ini. Indonesia memiliki Sumber Daya Alam melimpah, berbagai jenis bahan tambang seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, batu bara, emas, dan perak. Ditambah hasil hutan dan laut yang memperkaya tanah air ini. Namun, apakah kekayaan Alam yang dimiliki menjamin kebaikan kondisi masyarakat dalam negeri ?
Fakta bicara, dilansir dalam kompas.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada periode April 2019 mengalami defisit sebesar Rp 101, 04 triliun. Dikatakan defisit ini lebih besar daripada periode yang sama di tahun lalu yang hanya Rp 54,9 triliun. Menurut Sri Mulyani defisit terjadi karena pendapatan negara yang stagnan. Dan akan terus digenjot pendapatan dengan penerimaan pajak, agar tidak membengkak dan melebar.
Diperparah dengan defisitnya neraca perdagangan Indonesia. Yang menjadi sejarah baru dan terparah sejak Indonesia merdeka. Angka defisit neraca perdagangan didapat karena nilai ekspor pada April 2019 sebesar US$ 12,6 miliar sedangkan nilai impor US$ 15,10 miliar. (detikcom)
Derasnya produk impor yang mayoritas dari China mendapat komentar dari pengusaha industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Jawa Barat. Salah satunya diungkapkan oleh pengusaha sarung tenun asal Majalaya Agus Ruslan. "Akibat banjir produk impor ini kita tidak hanya omset turun, tapi malah pabrik tutup. Terakhir 3 pabrik paling besar tutup karena tidak bisa bersaing. Salah satunya produksinya mencapai 20 rbu kodi per bulan saat ini tidak ada selembar pun yang diproduksi", kata Agus mewakili ratusan IKM Sarung Majalaya di Bandung, Selasa (25/5/2019). (detikFinance)
Dan tak kalah mengejutkan, Utang Luar Negeri Indonesia Kuartal I 2019 tercatat US$ 387,6 miliar atau sebesar Rp 5.542,6 triliun (kurs Rp 14.300). Angka ini tumbuh 7,9 % dibanding dengan tahun sebelumnya di periode yang sama.
Dapatkah Indonesia menanggung beban ekonomi yang kian merosot ? Ekonomi yang anjlok disebabkan oleh sistem yang buruk. Sistem kapitalisme neoliberal yang lahir dari akal manusia yang lemah dan lebih condong dengan hawa nafsunya telah mencengkeram negeri ini dengan kuat.
Disistem ini para kapital diberikan kebebasan dalam mengelola Sumber Daya Alam negeri, investasi para kapital pun dilndungi dalam Undang-undang. Maka wajar kekayaan Alam yang melimpah hanya dirasakan hasilnya oleh segelintir orang. Bahkan rakyat luput dari kenikmatan Sumber Daya Alam yang dimilikinya.
Pembiayaan infrastruktur dan anggaran belanja negara yang tinggi ditutupi dengan hutang kepada Bank Dunia. Hutang yang menumpuk disertai bunganya dibebankan kepada rakyat untuk menanggung melalui mekanisme pajak.
Biaya hidup yang semakin meroket dtambah beban pajak yang ditarik negara tanpa pandang bulu, akhirnya kesejahteraan tak kunjung bertemu.
Sistem yang buruk menghasilkan rezim yang bobrok. Gagalnya pemerintah dalam mengelola neraca perdagangan yang menimbulkan banyak kerugian masyarakat, dilanjutkan kegemarannya menambah hutang luar negeri sebagai solusi permasalahan ekonomi seolah melengkapi catatan merah perekonomian Indonesia. Tidakkah berkaca kepada Argentina, Zimbabwe, Yunani dan Venezuela yang telah mencatat sejarah kelam perekonomiannya sehingga mendapat predikat Negara yang bangkrut ?
Mempertahankan sistem yang menjadi sumber keburukan ialah suatu kemunduran dalam berpikir. Orang-orang yang berpikir untuk kemajuan negeri ini takkan membiarkan Indonesia berada diambang kebangkrutan. Mereka akan mengerahkan seluruh kecerdasanya untuk mencari cara bagaimana Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ekonominya.
Maka solusi untuk memperbaiki sistem yang buruk yakni menggantinya dengan seperangkat sistem yang baik. Sistem Islamlah jawabannya. Sistem yang tak hanya mengatur perkara ibadah ritual namun kehadirannya lengkap dengan peraturan perkara lain seperti sosial, politik, pendidikan, pemerintahan termasuk ekonomi.
Dalam Sistem Islam, Sumber Daya Alam seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, batu bara, emas, perak, hasil laut dan hutan adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Dan haram hukumnya menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada individu, swasta apalagi asing. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw : "Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, rumput dan api ." (HR Ibnu Majah)
Pembiayaan infrastruktur yang dibutuhkan rakyat diambil dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam oleh Negara. Sehingga negara tak perlu berhutang dengan negara-negara kafir barat terlebih negara kafir harbi fi'lan yang terang-terangan memerangi kaum muslimin. Berhutang dengan mereka tak hanya melemahkan ekonomi Indonesia tetapi juga akan melemahkan Indonesia dari segi politik. Karena sejatinya hutang yang diberikan dari lembaga-lembaga seperti Bank Dunia ataupun IMF ialah alat yang dijadikan oleh kaum kafir Barat untuk mengikat negara-negara jajahanya dengan berbagai macam perjanjian-perjanjian dan lebih mengokohkan imperialismenya terhadap negeri kaum muslimin termasuk Indonesia.
Negara yang berlandaskan sistem Islam tak selalu memberlakukan pajak untuk rakyatnya. Negara mendapat pemasukan dari Zakat, Ghanimah, Khumus, Fa'i, jizyah, serta Kharaz yang dikelola untuk mencukupi kebutuhan rakyat, kebutuhan militer dan sebagainya. Pajak diberlakukan ketika kas dalam Baitul Mal kosong sementara di waktu yang sama negara memerlukan dana untuk keperluan yang mendesak maka pajak dijalankan. Dan hanya akan dipungut kepada kaum muslim yang mampu. Dan memperhatikan batas waktu pemberlakuan pajak hanya sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara tidak berkelanjutan.
Negara juga akan memaksimalkan produksi dalam negeri demi memenuhi kebutuhan rakyat. Sehingga dapat meminimalisir kuantitas impor. Dan memajukan usaha rakyat di dalam negeri dengan memberikan modal yang cukup, yang nantinya dapat menciptakan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukanya.
Untuk itu, alasan apa lagi yang membuat kita tidak menerima Islam diterapkan di negeri yang kita cintai ini? Mengaku cinta NKRI namun membiarkan negeri berada di jurang kebangkrutan merupakan cinta yang ilusi. Mengaku cinta negeri yakni selalu melibatkan diri dalam perjuangan menuju perubahan hakiki, menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi.
Apa yang membuat kita tetap mempertahankan sistem yang bobrok ini padahal Allah SWT telah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50 : " Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?". Segeralah bangun saudara, bangun dari mimpi semu kapitalisme yang menjanjikan kesejahteraan. Bangun dari kefanaan dunia yang menggiurkan. Inilah saatnya kita berjuang menyongsong kemenangan.