Indonesia dalam Cengkeraman Kapitalis

Oleh : Dara Millati Hanifah, Spd*

.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna, sumber daya yang mengalami defisit anggaran per April 2019 lalu.

.

Menteri keuangan (MenKeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April 2019 mengalami defisit sebesar Rp101,04 triliun. Ini lebih besar dibanding periode yang sama pada tahun yang lalu, yaitu sebesar Rp54,9 triliun.

.

Ia juga mengatakan bahwa dirinya telah melihat pertanda penurunan ekonomi dari pertukaran pajak yang melambat. "Jadi kami sudah melihat tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan dengan penerimaan pajak yang mengalami pelemahan dari sisi pertumbuhannya" kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN. (Kompas.com 16/05/2019)

.

BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan di kuartal I 2019 mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya. "Kami berpendapat defisit transaksi berjalan kemungkinan melebar pada kuartal II 2019 dan seterusnya" ujar Masyita dalam keterangan tertulis.

.

Berbagai alasan dikemukakan untuk menutupi penyebab utama terjadinya defisit anggaran tersebut. Mulai dari adanya Perang Dagang AS-China yang semakin memanas, kenaikan harga minyak dunia, hingga digenjotnya berbagai infrastruktur pasca pemilu. 

Hal-hal yang diungkapkan diatas hanyalah jalan terjadinya defisit, bukan penyebab utama. Sebab, penyebab utama dari defisit tersebut adalah sistem ekonomi yang masih mengacu pada para pemilik modal atau pengusaha. Mereka berkolaborasi sedemikian rupa dengan para penguasa untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

.

Sungguh, penggunaan sistem tersebut tidak memberikan keuntungan apapun bagi suatu negeri, melainkan hanya untuk segelintir orang di dalamnya. Penggunaannya hanya akan memperlemah ekonomi negeri. Itu sudah terbukti dengan terjadinya defisit anggaran saat ini. Belum lagi solusi hutang baru yang ditawarkan kemudian, yang bukan menyelesaikan, justru menambah beban yang harus ditanggung oleh negara.

.

Islam mengakui adanya kepemilikan individu. Yakni kepemilikan seseorang atas harta atau barang yang (salah satunya) dihasilkan dari aktivitas bekerja. Islam mendorong seseorang untuk menjadikan bekerja sebagai salah satu jalan rezeki dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sebagaimana firman Allah swt :

"Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". (Qs Al-Mulk : 15)

.

Meskipun Islam mengakui kepemilikan individu, namun Islam memiliki aturan-aturan lainnya terkait dengan apa, kapan, siapa, dimana, dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, tidak ada istilah negara dikuasai oleh segelintir orang dari kalangan pemodal dan pengusaha.

.

Tak hanya itu, sejarah keemasan Islam mencatat lembaga Baitul Mal sebagai sarana Daulah untuk menjamin kebutuhan pokok seluruh rakyat. Selain itu, lembaga ini berperan besar dalam hal perhitungan dan pengaturan tentang anggaran yang dimiliki oleh Daulah. Tentang pemasukan dan pengeluarannya. Adapun terkait dengan macamnya, hukum syara' memiliki istilah dan pengaturan tersendiri yang khas. Semisal zakat, jizyah, ghanimah, fa'i ataupun dharibah. Semua pemasukan tersebut sudah memiliki alokasi masing-masing yang harus ditunaikan secara adil. Itulah kemudian yang menyebabkan terjadinya pemerataan kesejahteraan di masyarakat saat itu. 

Hal tersebut jauh berbeda dengan yang terjadi pada negara-negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Anggaran keuangan di negara tersebut diatur sendiri oleh personal yang ada di kalangan pemerintahan. Sistematikanya pun senantiasa berubah setiap tahun, tergantung pada para pemilik kebijakan. Sedangkan -sebab sistem yang digunakan-, para pemilik kebijakan pun tak pernah bisa lepas dari para pengusaha dan pemilik modal yang selalu mencari keuntungan. Alhasil kerugian negara pun tak bisa dihindari. Dan rakyatlah satu-satunya korban yang paling dirugikan dalam hal ini.

.

Apa yang terjadi pada anggaran keuangan Indonesia saat ini, pun tidak terlepas dari cengkeraman sistem kapitalisme ini juga. Rakyat diperas sedemikian rupa agar menghasilkan uang untuk menutup kerugian negara. Sedangkan negara, tanpa memperdulikan pengorbanan rakyatnya. Ia terus saja mencari peruntungan demi sedikit kesenangan dan keterjaminan, yang akan kemudian menaikkan tingkat popularitas di tengah masyarakat dunia.

.

Hal tersebut tidak akan terjadi pada negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Sebab peraturan yang dipegang dan dipergunakan adalah aturan yang bukan berasal dari manusia, melainkan dari Allah Sang Pencipta alam semesta. Dengan sistem Islam, defisit anggaran tidak akan terjadi, kerugian negara pun akan dapat dihindari, dan kesejahteraan rakyat akan terjamin penuh tanpa ada yang merasa dicurangi. Dan itu hanya dapat dan akan terjadi saat negara menerapkannya secara kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

.

Wallahu A'lam Bis Shawab



* (Pemerhati Pendidikan)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak