Indonesia :The Battle Of Korporasi Asing Dan Aseng


Dwi Agustina Djati, S.S

Pemerhati Berita, tinggal di Semarang

Indonesia bak gadis cantik yang pesonanya selalu menjadi magnetik bagi para korporat dunia. Tak kurang dari VOC di masa lalu hingga milineum tiga, perusahaan asing dan aseng memperebutkannya. 

Terbaru kita tak bisa lari dari uluran tangan proyek OBOR (one belt one road) yang di gagas oleh Tiongkok. Jika perusahaan  Amerika dan Eropa menguasai sumber daya alam, maka perusahaan Tiongkok menguasai proyek infrastrukturnya. 

Dan Indonesia merupakan tempat eksotik pertarungan dua korporasi tersebut. Pertarungan Barat dan Timur.

OBOR merupakan proyek ambisius Tiongkok menguasai dunia. Proyek yang menapaktilasi jalur perdangangan dunia masa lalu atau biasa disebut sebagai jalur Sutra. 

Adalah Jenghis Khan Penakluk asal Mongolia di abad ke 12 Masehi yang memiliki mimpi besar menyatukan dunia barat dan timur dalam satu kekuasaan di bawah Tiongkok. Ia merupakan penguasa haus darah yang tak segan melakukan pembantaian dan perusakan untuk negeri yang ditaklukan.

 Jeghis Khan berhasil menembus jajaran pegunungan Himalaya dan melakukan penaklukan di wilayah barat dari negerinya. Dan kita tau negeri yang dia serang adalah daulah Islam. 

Daulah Islam dibawah kekuasaan Dinasti Abbasyiah saat itu. Tragedi Baghdad tidak akan dilupakan oleh umat hingga hari ini.

Jenghis Khan memang telah ditaklukan oleh Syaifudin Qutuz dalam pertempuran 'Ain Jalut, namun mimpi besarnya tidak pernah dilupakan generasi haus kekuasaan keturunannya. 

Adalah presiden Tiongkok saat ini Xi Jinping menghidupkan kembali jalur sutra baik darat maupun laut. 2016 Tiongkok meluncurkan Kereta barang transnasional ke Asia Tengah, Afghanistan. Tepatnya dari kota Nantong, pesisir China Timur hingga Hairatan, Afghanistan.

Jalur kereta tersebut memiliki panjang lintasan hingga 7.000 km dan bisa ditempuh dalam waktu selama 12 hari. Kereta memiliki 45 gerbong dan melewati Kazahstan hingga Uzbekistan untuk mencapai Hairatan. 

Adapun, saat kembali ke China, kereta akan membawa barang-barang seperti buah-buahan kering, batu marmer, dan kuma-kuma atau safron yaitu rempah-rempah yang berasal dari bunga pacar. Untuk itu China perlu merangkul negeri-negeri yang dilewati jalur sutra tersebut.

Pada Januari 2017 China kembali membuka jalur kereta transnasional dari kota Yiwu, China ke London, Inggris. Kereta ini membawa berbagai produk pakaian, tas hingga barang untuk keperluan rumah tangga. Kereta yang dioperasikan oleh China Railway Corporation ini memiliki panjang perjalanan hingga 12.000 km. 

Sedangkan Program kerjasama Tiongkok dengan Indonesia terkait proyek OBOR juga dimulai pada 2016, atau bahkan jauh sebelumnya. Proyek infrastruktur di genjot di seluruh Indonesia. Pembangunan jalan trans Sumatra, Trans jawa dikebut. 

Bandara dan pelabuhan juga di renovasi. Pendeknya infrastruktur dibangun untuk kepentingan aseng. Tahun 2019 menteri koordinator bidang kemaritiman menyetujui kerjasama dengan Tiongkok terkait skema jalan sutra.

Kerjasama dengan Tiongkok, harapanya mampu membantu program Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Jadi One Belt One Road China sejalan dengan Poros Maritim Dunia Indonesia di Asia Pasifik. Ini sebabnya Indonesia menyambut hangat program OBOR China, tanpa memikirkan dampak masa depan.

Rencananya Indoneaia menyerahkan empat koridor ekonominya untuk digarap perusahaan asal China. Empat koridor ekonomi tersebut, diantaranya Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Bali. 

Dan baru saja april lalu pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara diserahkan sebagai tahap awal.  Dua proyek lain yang ikut skema jalur sutra China dalam waktu dekat yaitu Kawasan Industri Sei Mangke dan Bandara Kualanamu.

Sejatinya OBOR adalah proyek ambisius China menguasai dunia. Indonesia sudah masuk radar Tiongkok sejak lama. Proyek infrastruktur dengan balutan mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan kerja bagi penduduk lokal begitu menghipnotis.

 Hasilnya proyek itu lebih untuk kepentingan asing dan aseng semata. Rakyat harus membayar tarif tinggi untuk dapat menikmati mulusnya trans Sumatera atau trans Jawa. 

Harga tiket pesawat juga melambung, imbasnya tentu tiket kapal dan Kereta Api ikutan naik. Sedangkan lapangan kerja juga sama saja. Tiongkok mendatangkan tenaga kerja dari negerinya sendiri. 

Meski pemerintah menyangkal, namun fakta di beberapa daerah Indonesia menangkap kedatangan ribuan TKA ke negeri ini. Lalu apa yang tersisa? Tidak ada. Sudahlah sumber daya alam di eksploitasi oleh asing, infrastruktur dikuasai aseng. Indonesia hanya mendapat efek buruknya.

Indonesia secara tidak langsung dikendalikan oleh negara lain, meski secara de jure pemerintahan masih dalam kendali. Seharusnya setiap kerjasama dengan negara asing harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, terkait eksploitasi sumber daya alam. 

kerjasama eksploitasi di bolehkan asalkan kendali tetap berada di tangan pemilik SDA. Dalam melakukan eksploitasi harus dipenuhi unsur-unsur keamanan lingkungan dan tenaga kerja. 

Hubungan kerjasama ini adalah hubungan majikan dan pekerja. Perusahaan juga tidak harus dari asing atau aseng, boleh lokal, bahkan perusahaan milik negara sangat di utamakan. 

Kedua, terkait proyek infrastruktur. Ketentuannya hampir sama. Keduanya semata untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan investor. Jadi pemerintahlah yang menentukan kenapa harus dibangun jalan tol, pelabuhan dan bandara. 

Akses fasilitas umum tersebut tidak boleh dibedakan satu dengan lainnya, jika perlu gratis, maka gratis. Jika memang harus bayar mesti disesuaikan dengan finansial rakyat secara umum. Terjangkau. 

Karena sejatinya penguasa adalah mengatur dan mengurusi urusan rakyat. Tujuannya agar rakyat sejahtera dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya sehari-hari, sebagaimana Khalifah terdahulu mengurusi urusan umat. Wallahu'alam.bi Showab



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak