Import Guru Simbol Kapitalisme Pendidikan

Oleh: Nurhasanah A.ma


Sungguh suatu hal yang  memilukan bagaimana tidak negara ini mengatasi berbagai masalah dengan mengandalkan kepada negara lain.Dengan cara memanggil investor ke Indonesia yang pada akhirnya mengakibatkan investasi asing merajalela di semua sektor sehingga yang menjadi korbanya adalah rakyat itu sendiri.


Belum lama ini digulirkan wacana untuk mengimport guru di saat ini kondisi guru dalam negeri masih kurang kesejahterannya bahkan sesunguhnya tenaga pengajar Indonesia sangat banyak .Sebenarnya digulirkannya rencana import guru untuk Indonesia yang sesungguhnya tidak penting , kita tau bahwa Indonesiamemiliki tenaga pengajar dengan jumlah yang tidak sedikit .

Bahkan berdasarkan data yang ada Indonesia sudah oversupply guru dari sekitar 3,2 juta guru dari berbagai tingkatan yang mengajar saat ini." Menurut Satriwan (Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ),alih-alih mengembangkan potensi guru yang cukup besar import guru malah jadi sasaran perencanaan pemerintah.

Guru di Indonesia tentu kualitasnya akan sesuai harapan jika peningkatan guru tersebut benar-benar di perhatikan serta menjadi prioritas dalam mengembangkan kualitas pendidikan di negeri we ini , dengan catatan bahwa guru tidak  disibukkan dengan berbagai administrasi yang menguras tenaga serta pikiran sehingga fokus dalam menjalankan peran sebagai pendidik tidak tersita.

Peningkatan Kompetensi Guru Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim juga menilai wacana pemerintah mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia keliru. "Menko PMK kurang bijak," ujar Satriwan (tirto.id)


 Satriwan menyampaikan secara nasional kondisi Indonesia tidak kekurangan guru. " jika wacana tersebut digulirkan lantaran nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) masih terbilang rendah—dengan angka 67,00 dari skala 100 pada 2017—berarti perlu ada peningkatan kompetensi guru. 

Ironis memang guru menjadi sasaran perencanaan , korban ketidak jelasan kurikulum pendidikan di negri ini .


Banyak sekali guru yang masih membutuhkan perhatian pemerintah dari mulai pembinaan dan kesejahteraan .Maka wacana import guru sangatlah tidak bijaksana dan tidak tepar.Seharusnya yang dilakukan adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan daripada harus import guru lebih baik support guru terutama guru honorer yang kian hari kian  membludak di negeri yang kualitas pendidikan kalah dengan negeri tetangga.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Puan Maharani, 

"Kami ajak guru dari luar negeri untuk mengajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia," ujar Puan dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan Nasional Bappenas, di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Kamis (9/5/2019) lalu. 

Kita menilai bahwa bagaimana bisa seorang guru luar negri mampu mengikuti cara mengajar berdasarkan  kurikulum yang kita miliki , dari segi bahasa saja akan menjadi penghambat dalam proses KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) belum lagi pembiasaan -pembiasaan yang nota bene akan sangat jauh dengan norma-norma yang ada di indonesia.

Pengembangan kurikulum, pengadaan administrasi, pemberkasan setiap tunjangan yang diberikan kepada guru begitu menyita dan menguras tenaga dan pikiran harusnya menjadi perencanaan pemerintah dalam mengatasi hal tersebut, bukan import guru asing yang menjadi pesaing bagi guru yang begitu berjasa pada masyarakat dan negara.

Jika pemerintah ingin memperkuat kredibilitas seorang guru tentunya harus memberikan solusi yang bijak dan adil bukan menambah masalah terhadap dunia pendidikan di indonesia.


Pendidikan dalam pandangan islam

Sistem demokrasi gagal mencetak guru yang berkualitas untuk mewujudkan generasi yang tangguh berkarakter kuat, mampu sebagai problem solver dan memiliki skill dalam kehidupan.

sistem yang menjadikan guru hanya sebagai perantara transfer ilmu pengetahuan saja bukan menjadikan guru seorang pencetak generasi-generasi yang di harapkan .

Sistem demokrasi mencetak seorang guru yang hanya fokus kepada administrasi, tunjangan , sibuk mengurusi setiap kertas demi kertas laporan bukan sibuk membimbing, membina, mengarahkan anak didik menjadi generasi yang berilmu tinggi, berkarakter cerdas, serta memiliki jiwa-jiwa yang tangguh untuk menjadi generasi bangsa yang gemilang. 

Namun , out put pendidikan  yang di hhasilkan di sistem demokrasi ini hanya memiliki jiwa-jiwa yang materialis, apatis, serta tidak kritis terhadap problem-problem kehidupan. 


 Islam memberikan jalan keluar terhadap permasalahan pendidikan yaitu dengan

mencetak guru yang berkualitas tanpa ketergantungan pada asing yang tentunya akan merusak kemandirian bangsa. Islam begitu memuliakan seorang guru

firman Allah menjelaskan bahwa :

"Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadalah:11)


Pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh Zujaj pada masa Abbasiyah. Setiap bulan beliau mendapat gaji 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir. 

Ketika masa Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi Rahimahullah, penghormatan dan penghargaan terhadap guru yang begitu luar biasa 

Syekh Najmuddin Al-Khabusyani Rahimahullah pada masa itu menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah setiap bulan beliau mendapatkan gaji 40 dinar dan 10 dinar (1 dinar setara dengan Rp. 2.200,000 jadi setara Rp 110,000,000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Di samping itu juga 60 liter roti tiap harinya dan air minum segar dari Sungai Nil.

begitulah ketika Islam (negara Islam) Menghargai dan menghormati guru. 

Wallahu A'lam Bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak