Oleh : Zai (aktivis mahasiswi)
Demokrasi nyata, telah mempertontonkan hipokrisinya. Fakta tersebut dapat kita saksikan dari penyelenggaraan pemilihan umum 2019 ini. Banyak kendala, kontroversi, kekisruhan bahkan jatuhnya ratusan korban yang terjadi selama pemilu 2019 ini berlangsung. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu. Deretan kasus ini menunjukkan KPU gagal menjamin pemilu selama berlangsung. Dari data yang dihimpun oleh Tirto, setidaknya ada belasan kabupaten/kota yang terhambat melaksanakan pemilu karena kegagalan KPU tersebut. (Tirto.id 17/4/19)
Hipokrisi demokrasi disebabkan bahwa sistem yang tadinya dianggap terbaik dan menguntungkan untuk rakyat ternyata sulit diterapkan dan rakyat sendiri yang menerima banyak kerugian hingga jatuhnya ratusan korban jiwa untuk menerapkan pemilu tahun 2019 ini.
Kisruh Pemilu 2019 membuktikan bahwa rakyat tidak bisa berharap bahwa pemilu benar-benar menjadi sarana untuk melakukan perubahan (sekalipun hanya merubah rezim).
Fakta lain, demokrasi hanya akan berpihak pada penguasa yang akan melanggengkan penjajahan sistemisnya dalam segala aspek (politik, ekonomi maupun sosbud).
Perusahaan manajemen investasi PT Bahana TCW Invesment Management memperkirakan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan membawa dampak positif ke pasar keuangan domestik.
Aliran dana asing ke pasar saham dan obligasi tahun ini bahkan diperkirakan bisa lebih dari US$ 6 miliar atau sekitar Rp 84,35 triliun, lebih besar dari 2018.( Jakarta, CNBC Indonesia 18/419)
Hipokritnya demokrasi itu juga dikarenakan jargon 'dari-oleh-untuk rakyat' tidak pernah benar-benar terbukti. padahal yang dipakai uang rakyat, tenaga rakyat tapi pemilu hanya sebagai sarana bagi koorporasi dan rezim untuk menguasai rakyat.
Fakta-fakta hipokrisi alias kemunafikan demokrasi seharusnya bisa membuka mata kita lebar-lebar bahwa sistem ini telah rusak dan sudah selayaknya kita tinggalkan.
Walaupun ada yang menganggap sistem ini hanya alat dan menganggap baik buruk alat itu tergantung siapa yang memegang, namun sepertinya harus kembali diyakinkan bahwa alat itu juga telah rusak, jadi sekalipun orang baik yang mengendalikan tidak akan pernah berfungsi bisa memperbaiki keadaan.
Maka fokus solusi kita tidak lain adalah kembali dengan menerapkan sistem Islam yang menjamin kebaikan untuk manusia, karena hanya sistem yang berasal dari Allah SWT inilah yang mampu menyelesaikan berbagai problematika manusia, baik di bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, kesejahteraan, keamanan, dan lain sebagainya.