Oleh : Fitri Apriyani
(Aktivis Dakwah Lubuk Pakam)
Sudah menjadi hal yang lumrah, menjelang ramadhan akan terjadi kenaikan harga bahan pangan. Bulan ramadhan seolah menjadi salah satu moment untuk menaikkan harga barang pangan dengan dalih kurangnya pasokan bahan pangan atau kelangkaan. Meskipun kenaikan harga barang pangan tidak hanya terjadi di bulan ramadhan, namun hari besar lainya, seperti hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun baru, cenderung terjadi kenaikan harga bahan pangan. Kementrian Perdagangan (kemendag) menyatakan “kenaikan harga barang pokok yang terjadi diawal ramadhan ini, dipicu oleh kenaikan permintan konsumen” (Jakarta,CNN.Indonesia2019)
Direktur Jenderal Perdagangan dalam Negeri (PDM) Kemendag, Tjahya Widayanti menjelaskan, kenaikan permintaan ini dimanfaatkan oleh beberapa pedagang untuk menaikkan harga bahan pokok. Disisi lain kenaikan harga bahan pokok juga disebabkan oleh kelangkaan pasokan bahan pokok pasar sehingga tidak mampu memenuhi permintaan konsumen, seperti kelangkaan yang terjadi pada bawang putih. Harusnya Negara melakukan inpeksi agar tidak terjadi penipuan dalam harga pangan bukannya menyalahkan pedagang atas kenaikan harga barang pangan yang terjadi.
Kenaikan harga bahan pangan juga berdampak pada kenaikan harga barang lainnya. Akibatnya, daya beli masyarakat akan menurun, dan secara otomatis pasti menimbulkan keluhan dari para pedagang karena omset pendapatan mereka yang ikut menurun.
Solusi yang ditawarkan Negara untuk membendung masalah ini tampaknya belum memberikan dampak yang signifikan. Pasalnya, dalam menyelesaikan masalah ini pemerintah berencana mengimpor 100 ribu ton bawang putih dari Cina dengan menugaskan Perum Bulog. Namun Menteri Perdagangan Enggar Kasto Likito menolak hal tersebut dengan alasan “ kasihan dengan nasib para petani yang akan menuai kerugian dari import tersebut”.
Dalam pandangan islam kenaikan harga dipasar bukan pesoalan wajar, sehingga Negara wajib menyelesaikan persoalan tersebut dengan serius. Dalam menjaga stabilitas harga pasar, Negara harus memperhatikan keseimbangan antara penawaran dan permintaan, sehingga harga pasar bisa stabil. Islam melarang Negara mematok harga barang, harga akan dikembalikan kepada mekanisme pasar mengikuti penawaran dan permintaan barang pangan.
Rosullullah SAW bersabda :
“Allah lah dzat Maha menciptakan, menggenggam, melapangkan rezeqi, member rezeqi dan mematok harga” (H.R Ahmad dan Anas)
Dengan mengembalikan kepada mekanisme pasar, bukan berarti Negara tidak memiliki peran penting dlam mekanisme pasar. Negara akan memberikan sanksi ta’zir kepada para penimbun barang yang menyebabkan berkurangnya pasokan barang, sedangkan barang yang ditimbun harus dilepaskan pemiliknya ke pasar. Jika kelangkaan barang terjadi karena faktor alam, seperti kekeringan atau cuaca yang menyebabkan produksi barang menurun, sementara permintaan meningkat, maka Negara bisa melakukan intervensi pasar dengan mengambilnya dari wilayah lain yang memiliki ketersediaan bahan pangan yang melimpah. Alhasil, hanya sistem islamlah yang mampu menjamin kestabilan harga barang, sehingga kestabilan ekonomi dapat terwujud. Wallahu A'lam Bishowab.