Oleh : Dian Safitri, S.Pd.I.
Ramadhan seharusnya disambut dengan suka cita oleh umat Islam seluruh dunia. Tapi tidak dengan gaza, yang menyambut bulan suci dengan duka.
Sedikitnya 24 warga palestina tewas di Gaza.
(Kumparan.com.6/06/2019)
Mereka adalah korban serangan udara israel yang dilancarkan sehari sebelum ramadhan.
Konflik lintasan perbatasan antara palestina dan Israel ini memanas setelah Hamas(organisasi Islam) palestina menembakkan lebih dari 250 roket ke kota-kota dan desa israel pada sabtu (04/05), israel melancarkan serangan balasan dengan tembakan dari tank dan serangan udara yang menewaskan empat warga palestina. Seketika Gaza porak-poranda, warga yang saat itu tengah disibukkan dengan aktivitas membeli bahan makanan untuk menyambut Ramadhan pecah oleh serangan dan ledakan.
(Kumparan.com. 5/06/2019)
Ketenangan yang didambakan oleh saudara kita disana tampaknya belum bisa mereka rasakan. Mereka diliputi was-was karena gempuran rudal dari militer Israel yang terus menghantui mereka.
Biadabnya lagi perdana menteri israel Benjamin Netanyahu justru memerintahkan militernya untuk menggempurkan serangan masif ke jalur gaza.
Dimanakah para pemimpin muslim ?
Apakah mereka terus berdiam diri karena alasan nasionalisme ? Ataukah pura-pura diam karena alasan takut dengan kepentingannya?
Jawabannya sangat sederhana karena mereka, para pemimpin muslim telah terbelenggu oleh sistem kufur demokrasi.
Tanpa adanya khilafah, kita bagaikan anak tanpa sosok Ibu, kita telah disekat oleh batas-batas negara dan nasionalisme.
Semestinya, Ramadhan menjadikan kita bersemangat untuk mewujudkan kemuliaan umat dan persatuan hakiki di bawah naungan Islam.
Duka palestina menjadi saksi bahwa hari ini umat Islam semakin sadar akan urgen-nya kehadiran sosok ibu itu yang menyatukan umat muslim di seluruh dunia. Dialah khilafah yang sabdakan oleh Rasulullah shallallahu A'laihi wasallam. Tsumma takunu khilafatan 'ala minhajin nubuwwah.
Wallahu A'lam.