Oleh : Nurmala Sari
Bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah bagi umat Islam
di seluruh dunia. Disamping bulan yang penuh dengan keberkahan, Ramadhan juga
menjadi momen dimana kita bisa berkumpul dengan sanak saudara yang biasanya
jauh dari kita. Namun di perbatasan Palestina, Gaza, Ramadhan mereka disambut
dengan hiruk pikuk bom dan rudal yang mengerikan.
Dilansir dari Liputan6.com, Gaza - Warga Palestina di
Jalur Gaza memulai Ramadan mereka pada Senin 6 Mei 2019 dalam salah
satu situasi keamanan dan ekonomi terburuk yang mereka pernah alami.
Serangan udara Israel yang menghantam Jalur Gaza selama
akhir pekan lalu, meninggalkan nuansa tak mengenakkan bagi warga sipil yang
melaksanakan Ramadhan.
Gencatan senjata sementara dilaporkan telah disepakati pada
Senin 6 Mei 2019, tetapi ancaman saling serang lebih lanjut dari kedua belah
pihak, telah menimbulkan kekhawatiran perang baru selama bulan suci, demikian
seperti dikutip dari Asia Times, Selasa (7/5/2019).
Bom, genosida, dan rudal, sudah menjadi santapan sehari-hari
penduduk Palestina. Shalat jenazah setiap hari mereka laksanakan. Shaum tanpa
sahur dan buka, juga sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Syahid, sudah menjadi
cita-cita bagi mereka. Anak-anak dibunuh dengan cara yang sadis, para wanita
diperkosa dengan cara yang bengis. Anak-anak kehilangan orang tuanya, dan para
orang tua kehilangan anak-anak mereka.
Suasana Ramadhan yang seharusnya penuh dengan suka cita pun
berubah menjadi duka cita dan pertumpahan darah para syuhada. Para pemimpin pun
seolah tak mau tahu soal duka di Gaza, yang ada hanya kecaman-kecaman yang tak
berpengaruh.
Palestina butuh perisai yang dapat menyelesaikan duka
mereka, dan hanya Ideologi Islam-lah yang bisa menyelamatkan mereka. Karena
dalam Ideologi Islam, setiap umat terjamin keselamatannya. Tidak ada sekat-sekat
Nasionalisme yang mengahalangi umat untuk membantu saudara-saudarinya yang
sedang tertindas.