Duka Cita Pemilu

Oleh: Iin Sapaah


Pemilu serentak 2019 baru saja berakhir. Pemilu serentak tahun ini merupakan pemilu terburuk sepanjang sejarah negeri ini. Selain menelan banyak korban jiwa juga menelan banyak biaya hingga puluhan triliun. Pesta demokrasi ini juga sarat dengan berbagai bentuk kecurangan. Kemajuan teknologi informasi dan keterbukaan akses informasi mampu merekam berbagai kecurangan di tiap TPS di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri.

Ketua KPU Arief Budiman mengusulkan santunan kematian sekitar 30-36 juta bagi petugas yang meninggal. Semurah itukah harga nyawa rakyat Indonesia? Apakah demokrasi tidak memandang nyawa manusia berharga? Sistem demokrasi memang ironis dan sangat tak layak di pertahankan.

Islam memandang kematian adalah qadha atau ketentuan  Allah. Jika telah tiba ajal, maka tidak bisa dimajukan atau dimundurkan. Tapi perbuatan yang menyebabkan kematian akan dimintai pertanggung jawaban.

Mati saat pemilu adalah ajal, namun jika sistem yang dibuat oleh KPU saat pemilu serentak menyebabkan orang sampai kelelahan dan meninggal dunia, maka KPU pembuat aturan pemilu akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Apalagi jika para penyelenggara pemilu berbuat curang maka berlipatlah dosanya.

Jika diteliti dari faktor–faktor kematian di lapangan, maka pemilu serentak yang menguras tenaga para petugas itulah yang mengakibatkan korban jiwa, baik yang meninggal maupun yang sakit. Jika demikian maka kesalahan sistem adalah penyebab utama kematian petugas pemilu, maka pembuat sistem harus bertanggungjawab.

Para petugas pemilu yang meninggal akhirnya disebut pahlawan pemilu atau pahlawan demokrasi. Padahal setelah pemilu rakyat banyak yang masih hidup justru akan terus hidup dalam kesengsaraan di bawah kaki para kapitalis yang menjadi cukong demokrasi. Demokrasi tidak pernah bisa mengubah kondisi rakyat menjadi lebih baik, sebaliknya makin sengsara, sebab demokrasi hanyalah permainan para kapitalis atas nama kesejahteraan rakyat.

Sistem pemilu telah terbukti memakan jiwa rakyat jelata, karena itu para korban jiwa pemilu lebih tepat disebut sebagai tumbal demokrasi bukan pahlawan demokrasi. Apalagi jika kelak yang menang pilpres yang sarat kecurangan ini merayakan kemenangan dengan pesta pora. Mereka tertawa  berjingkrak-jingkrak merayakan kemenangan pemilu di atas penderitaan rakyat jelata.

Selama demokrasi masih diterapkan di negeri ini, maka ideologi kapitalisme dan komunisme lah yang sesungguhnya tengah mengangkangi negeri ini. Selama itu pula, negeri ini tidak akan pernah merdeka dan berdaulat. Rakyat akan terus menjadi korban kampanye pemilu demokrasi. Setelah pemilu mereka akan mati perlahan karena beban ekonomi yang makin berat. Rakyat hanya sebagai tumbal yang akan terus dimiskinkan, sementara perampokan atas sumber daya alam terus dilakukan. Kekayaan negeri ini hanya beredar pada segelintir kapitalis. Rakyat hanya jadi penonton sambil menunggu perut lapar dan tercekik pajak yang makin menggila. Sementara lapangan pekerjaan yang di janjikan hanyalah mimpi.

Sungguh sistem demokrasi yang ironis dan tak layak di pertahankan. Dalam pandangan Islam, prinsip-prinsip demokrasi menyalahi syari’ah Islam. Pertama karena suara mayoritas mengalahkan suara Tuhan, berarti menentang QS. Al An' am: 116: “jika kamu mengikuti kebanyakan orang–orang yang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” Kedua kedaulatan hukum di tangan rakyat, itu berarti menentang QS. Al An’ am: 57: "bahwa menetapkan hukum adalah hak Allah SWT, Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” Ketiga, produk perundang–undangan ditentukan parlemen, meskipun bertentangan dengan Al-Qur’an  dan As-sunah , melanggar QS. Al- maidah: 48: “maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” Keempat, demokrasi mencampakkan hukum Allah dalam urusan rakyat, melanggar QS.Al–Maidah: 50: “apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang- orang yang yakin?”

Sebagai muslim kita harus hidup secara Islam dengan sistem Islam dan kepemimpinan Islam. Islam kaffah bukan Islam setengah–setengah.

Wallahu  a'lam  bisshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak