Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
May Day atau hari buruh yang selalu diperingati setiap tanggal 1 Mei. Hari buruh lahir sekitar tahun 1886, yang mana terjadi demonstrasi besar-besaran oleh kaum buruh di Amerika Serikat yang menuntut pemberlakuan 8 jam kerja.
Bermula sejak era industri awal abad ke 19, perkembangan kapitalisme industri menandakan perubahan drastis ekonomi-politik terutama di negara kapitalis. Misalnya di Amerika, pengetatan dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik menuai amarah dan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.
Hingga saat ini peringatan hari buruh dijadikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi kaum buruh. Dan setiap tahun tuntutan yang disampaikan tak jauh dari kata kesejahteraan.
Salah satu tuntutan utama yang akan disuarakan sejumlah organisasi buruh pada May Day 2019 ialah revisi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Selain menuntut revisi PP 78 tahun 2015, Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia, Ilham Syah juga mendesak pembentukan direktorat khusus di kepolisian yang menangani tindak pidana perburuhan dan pengadaan tempat penitipan anak di kawasan industri (tirto.co.id, 28/04/2019).
Selain itu juga ada beberapa tuntutan lainnya yaitu penghapusan sistem out sourching dan magang, menghentikan tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) semena-mena, peningkatan jaminan sosial pekerja dan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok.
Hingga kini kesejahteraan kaum buruh masih jauh panggang dari api. Tidak heran apabila kaum buruh berduyun-duyun mogok kerja pada hari buruh internasional untuk demo dan melakukan berbagai aksi untuk menyampaikan aspirasi.
Sebagaimana kita tahu kebutuhan pokok kian hari semakin melejit. Dampak dari pelepasan harga BBM mengikuti harga internasional, pengurangan subsidi listrik yang mengakibatkan kenaikan TDL yang berangsur-angsur. Belum lagi pengeluaran biaya pendidikan yang setiap tahun selalu naik, dan juga biaya pengobatan yang tidak bisa dibilang murah, serta melemahnya nilai rupiah kian memperburuk perekonomian.
Hingga kini kebijakan yang diambil pemerintah masih belum berpihak pada kepentingan kaum buruh. Maka tak heran jika keadaan kaum buruh kian keruh. Berkali-kali kaum buruh mengeluh namun hingga kini belum ada perubahan yang nyata.
Padahal Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Namun sayang rakyatnya justru menderita kemiskinan akut. Karena SDA yang ada pengelolaannya justru diberikan kepada swasta dan asing. Padahal jika SDA pengelolaannya diambil alih pihak negara dan pemanfaatan hasilnya untuk masyarakat, maka kesejahteraan akan terwujud nyata.
Hanya saja selama sistem sekuler kapitalis yang mencengkeram, tak akan mampu menghapus jurang kemiskinan. Kesejahteraan hanya sebuah mantra utopis. Karena hanya sistem Islam yang memiliki solusi fundamental yang telah terbukti mampu mewujudkan kesejahteraan. Wallahu A'lam bishawab...