Oleh: Maziyahtul Hikmah S.Si*
Slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat selalu terdengar merdu di telinga kita. Jargon "sakti" inilah yang telah berhasil membius jutaan manusia untuk mempercayai bahwa melalui mekanisme one man one vote, suara mereka akan menentukan masa depan sebuah bangsa. Indonesia juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai negara paling demokratis di seluruh dunia, mengalahkan negara pencetus ide demokrasi itu sendiri. Jika dalam perjalanannya demokrasi memunculkan masalah di Indonesia, politisi-politisi akan berdalih bahwa hal tersebut adalah bentuk pendewasaan sistem demokrasi di Indonesia. Benarkah demikian?
/Demokrasi Cacat Dari Lahir/
Demokrasi lahir dari pertarungan antara gerejawan dan kaum cendekia di Eropa akibat penggunaan kekuasaan absolut oleh gerejawan yang digunakan untuk memeras darah rakyat. Kondisi inilah yang melatarbelakangi teecetusnya solusi jalan tengah untuk menghentikan pertikaian; yaitu membatasi gerejawan dalam wilayah ruhani dan menempatkan cendekiawan untuk urusan dunia. Sejak awal demokrasi lahir tidak didasarkan atas pemikiran menyeluruh dan mendalam tentang kehidupan. Wajar jika dalam demokrasi tak akan pernah ada kebenaran absolut, karena melalui jalan tengah kebenaran akan menjadi bias dan memiliki versi bermacam-macam tergantung dari sudut mana kita memandang.
Seorang pencuri selalu akan punya alasan untuk membenarkan tindakannya. Layaknya tokoh khayalan Robinhood yang mencuri harta konglomerat untuk mendonasikannya kepada rakyat miskin. Sah-sah saja bukan? Tergantung dari mana kita melihat. Ya inilah demokrasi. Di sinilah kita bebas dalam berimprovisasi.
/Jargon Konyol/
Demokrasi memiliki ide konyol untuk menyerahkan kekuasaan dalam membuat peraturan berada ditangan orang-orang yang mendapatkan suara terbanyak dalam pemilu. Konyolnya lagi, tidak semua orang mengenal visi misi orang yang dia pilih. Ada yang memilih karena dia artis, ada yang karena wajahnya meyakinkan, ada yang karena dia anaknya orang terkenal. Bahkan saya berani menjamin tak satupun masyarakat kalangan bawah yang tahu betul visi dan misi apa yang dibawa oleh caleg yang maju dalam pemilu. Padahal, ditangan orang-orang inilah katanya kita menitipkan keadilan. Akankah mungkin terjadi? Jika ternyata mereka maju lebih banyak karena iming-iming gaji besar sebagai anggota legislatif ketimbang benar-benar memikirkan kepentingan rakyat kecil. Jangan heran jika ada partai baru yang tiba-tiba memiliki kantor mewah lengkap dengan kendaraan mewah ketika ada calegnya yang lolos masuk Senayan.
/Demokrasi Melahirkan Penguasa Sakit/
Mahalnya kompensasi yang harus dibayar oleh masyarakat demi untuk duduk di tampuk kekuasaan memaksa mereka untuk mencari ganti rugi dalam waktu kurang dari 5 tahun. Pesta demokrasi menuntut persembahan yang sangat mahal. Sehingga merekapun sibuk memenuhi pundi-pundi hutangnya melalui jual beli kebijakan dan jual beli jabatan yang menjadi camilan sehari-hari mereka di istana. Kalaupun ada yang tidak mau terlibat, tidak menunggu waktu lama dan mekanisme yang sulit untuk menjebak orang tersebut agar ikut terbelit kriminalitas. Tekanan politik atau bahkan ancaman keamanan akan siap menghujani harinya. Jika dia siap, hal yang sama belum tentu terjadi pada keluarganya.
Korporasi juga telah siap menancapkan pancangnya di atas kepala para legislator. Jeratan hutang berbalut bantuan dana hibah mau tidak mau telah menyandera segala kebijakan negara kita di bawah ketiak koroporasi. Lihatlah betapa proyek-proyek raksasa bentukan Cina dan Amerika telah menghegemoni Indonesia. Produknya membanjiri pasar kita jauh lebih deras ketimbang aliran air terjun Niagara. Buruhnya berbondong-bondong masuk untuk bekerja di Indonesia. Parahnya, dengan ditekennya kebijakan OBOR antara Indonesia dan Cina, ekonomi Indonesia akan segera mati!
Inilah sistem demokrasi yang kebusukannya sudah tidak dapat ditutupi lagi dengan parfum manapun di dunia ini. Demokrasi harus bertanggungjawab akan rusaknya jutaan hektar wilayah Indonesia, demokrasi harus bertanggung jawab atas rusaknya moral jutaan manusia di dunia ini karena kebebasan, demokrasi harus bertanggung jawab jawab atas segala kerusakan yang terjadi dalam tatanan sosial, ekonomi dan budaya di dunia ini. Lantas sekarang siapa yang akan menanggungnya??
/Berbahagialah Orang yang Waras di Tengah Gilanya Sistem Demokrasi/
“Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti saat kemunculannya. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing”. Seseorang bertanya : “Siapakah orang-orang yang asing itu ya Rasulullah ? “Orang-orang yang selalu memperbaiki (melakukan ishlah) di saat manusia merusak sunnah-sunnah ku”, jawab Rasulullah (HR. At Tirmidzi, dinyatakan Hasan Shahih oleh Imam At Tirmidzi)
Jika solusi buatan manusia telah terbukti membawa petaka besar dalam kehidupan manusia. Kita harus waras. Waras untuk mengakui bahwa kita lemah, waras untuk mengakui bahwa kita tak akan mampu mengatur urusan kita sendiri. Waras untuk mengembalikan kehidupan kita kepada sang arsitek kehidupan, Allah swt.
Islam datang dengan seperangkat aturan yang telah Allah siapkan untuk memandu jalan manusia menuju kejayaan hakiki. Sebagaimana telah dicontohkan kepada kita oleh Rosulullah dan para sahabat dalam masanya. Rosulullah membuktikan kepada kita betapa Islam telah mengangkat derajat orang arab yang dipenuhi dengan kejahiliyahan dan kemiskinan menjadi umat yang hanya dengan menyebutnya saja mampu membuat pembenci Islam gemetar ketakutan. Umat yang berkuasa selama 13 abad dan kehidupannya dipenuhi dengan gemerlap mutiara-mutiara peradaban. Umat yang kekuatannya sedang menunggu untuk bangkitkan dari tidurnya dengan seruan bersatu untuk satu kalimat tauhid. Anda berminat?
*(Praktisi pendidikan)