Oleh: Titin Sopiah
Setiap lima tahun sekali Indonesia melakukan pesta demokrasi yaitu memilih pemimpin lewat pemilihan umum. Pemilu tahun ini ricuh mulai dari kotak suara terbuat dari kardus, orang gila dikasih hak suara untuk memilih, serangan pajar, salah penghitungan kertas suara bahkan sampai memakan banyak korban jiwa, seperti yang diberitakan oleh Jawa Pos.
Jumlah KPPS yang meninggal dunia sebanyak 469 orang. Sementara petugas yang dilaporkan sakit 4.602 orang. Jumlah itu ditambah pula dari panitia Pengawas Pemilu (panwaslu). Untuk yang meninggal dunia 92 orang. Dengan demikian jumlah petugas yang meninggal akibat pelaksanaan tugas pada pesta demokrasi serentak 5 tahun ini mencapai 583 orang (Jawa Pos, 13 mei 2019).
Selain itu juga pilpres 2019 menguras anggaran sangat besar yakni mencapai 25,59 triliun, padahal dana tersebut diambil dari uang rakyat.
Apapun penyebabnya yang pasti mereka menjadi korban dalam mekanisme berlangsungnya pemilu. Selain itu juga pemilu dalam demokrasi rawan sekali kecurangan dan polemik lainnya. Dari sisi mekanisme penyelenggaraan pemilu memakan banyak waktu dan biaya. Para caleg dan paslon capres dan cawapres merogok biayak yang banyak untuk membiayai kampanye, padahal tidak ada jaminan mereka untuk lolos masuk istana dan parlemen. mahalnya mahar politik yang dikeluarkan untuk membiayai kampanye tak sedikit mereka korupsi ketika menang dalam pemilu. Mereka akan berusaha agar modal yang sebelumnya dikeluarkan dalam kampanye bisa tertutupi dan bahkan untuk bisa memperkaya sendiri, ketika mereka terpilih. Bagi mereka yang gagal terpilih tak sedikit mereka yang mengalami depresi bahkan berakhir di rumah sakit jiwa (RSJ).
Inilah bukti kegagalan sistem demokrasi dalam mekanisme pemilihan pemimpin. demokrasi tidak bisa memberikan kemaslahatan bagi umat. Dengan demikian demokrasi sistem yang rusak dan merusak, tak layak rakyat memperjuangkannya dan Mempertahankanny. Karena berasal dari pemikiran manusia yang memiliki keterbatasan dan lemah.
Berbeda dengan sistem Islam pemilihan pemimpin (kholifah) dilakukan dengan peoses cepat, mudah dan hemat biaya. Ditambah calon pemimpin yang dipilih yaitu sosok-sosok yang nemiliki kepribadian Islam yang mulia. Tidak ada dari mereka berambisi untuk berkuasa mengingat semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah.
Kholifah yang dipilih berdasarkan keimanannya dan kemampuannya dalam mempin yang tentunya sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan sebagai kholifah. Para calon kholifah ditentukan oleh ahlul halli wal aqdi (tokoh pemimpin yang memiliki masa) sesuai masukan umat. Bukan berasal dari petugas partai sekuler dalam sistem demokrasi hari ini. Calon kholifah dipilih oleh umat melalui baiat yaitu penyerahan kekuasaan secara sukarela secara langsung, tanpa perdebatan dan saling menjatuhkan lawan. Kemudian para wali atau gubernur dipilih oleh kholifah secara langsung. Ini tidak akan mengalami pemborosan biaya, tidak terjadi kecurangan bahkan tidak akan mengorbankan nyawa karena kelelahan mengurus pemilu seperti saat ini karena berasal dari dzat yang maha adil yakni Khilafah. Sudah saatnya menghilangkan kebudayaan umat terhadap demokrasi dan menggantinya dengan khilafah.
Wallahua'lam bi ash showab