By : Aisyah Yusuf
Apa kabar Pesta Demokrasi 2019???
Adalah suatu hal yang wajar jika setelah melakukan perhelatan hajat atau pesta akan mengalami kelelahan karena tenaga dan pikiran akan terkuras. Akan tetapi, rasa lelah itu akan hilang jika diiringi dengan pola istirahat yang cukup sehingga tidak akan sampai menyebabkan pada kematian.
Akan tetapi, berbeda dengan hajatan atau Pesta Demokrasi Pemilihan Umum (pemilu) yang baru saja selesai diselenggarakan, mengakibatkan jatuhnya korban hingga 326 petugas pemilu yang meninggal dunia dan 2 orang diantaranya bunuh diri. Menurut laporan yang diterima, diakibatkan oleh kelelahan.
Pemilu ala Demokrasi vs Islam
Itu adalah salah satu fakta bahwa demokrasi adalah sistem yang rusak. Demi mendapatkan seorang pemimpin saja harus mengorbankan rakyat alias rakyat dijadikan tumbal. Belum lagi, dari sisi persiapannya pun membutuhkan waktu yang sangat panjang dan biaya yang sangat mahal.
Benarlah seperti apa yang dikatakan oleh seorang ahli filsafat, Roky Gerung dalam sebuah acara televisi (tvone) yg berjudul "Catatan Demokrasi Saat Ini". Beliau menyebutkan, seharusnya adalah "Cacatnya Demokrasi Saat Ini".
Ya, karena demokrasi saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan makna yang sebenarnya. Yaitu dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Menjadi dari rakyat, untuk penguasa dan oleh penguasa ( pemilik modal).
Yang akhirnya rakyat hanya dijadikan sapi perah bagi penguasa atau pemilik modal.
Berbeda dengan sistem Islam. Untuk mendapatkan seorang pemimpin itu tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat berlebihan dan rakyat pun tidak perlu untuk dikorbankan.
Bagaimana Islam mengatur tatacara mengangkat seorang pemimpin?
Pemimpin dalam Islam di sebut kholifah atau amirul mukminin.
Mereka adalah, muslim, laki- laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu.
Sedangkan metode untuk memilihnya pun tanpa harus ribet. Yaitu dengan cara :
1. Aklamasi, yaitu langsung dipilih, siapa saja yang layak sesuai syarat-syarat
2. Ahlul hali wal aqdi, yaitu ulama-ulama berkumpul, kemudian memutuskan untuk memilih
3. Istihlaf, yaitu dari ulama atau kholifah sebelumnya, memilih untuk penggantinya.
Bobroknya Demokrasi
Demokrasi adalah sebuah sistem yang lahir dari akidah sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan.
Demokrasi dilandaskan pada 2 gagasan:
1. Kedaulatan di tangan rakyat
Maksudnya, rakyat memiliki hak untuk menetapkan peraturan yang dikehendakinya atau sebaliknya, menghapus dan membatalkan peraturan yang tidak dikehendakinya.
2. Rakyat merupakan sumber kekuasaan
Maksudnya, rekyat pulalah yang menjalankan aturan yang ditetapkannya, memilih penguasa dan hakim yang dikehendakinya untuk menerapkan peraturan yang dikehendakinya.
Sementara penguasa hanya mengambil kekuasaan dari rakyat.
Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa suara mayoritas rakyatlah yang menentukan dan berpengaruh. Akan tetapi, pada kenyataannya demokrasi belum pernah diterapkan secara real di negara - negara asalnya dan hanya dijadikan sebagai alat manipulasi bagi pengusungnya.
Mengutip dari Jimmy Carter, mantan presiden AS, "bahwa Demokrasi kini telah menjadi industri politik ." Dan yang diuntungkan adalah para pemilik modal.
Jadi secara fakta, yang berkuasa bukan lagi rakyat, tapi pengusaha( para kapital).
Misalnya partai VIS di Aljazair, yang meraih suara mayoritas tapi harus tunduk di bawah para kapital. Atau di negeri kita sendiri, suara mayoritas dikalahkan oleh suara minoritas (para kapital).
Berbeda dengan Islam.
Islam adalah sebuah sistem yang lahir dari wahyu Allah swt.
Sementara, yang menjadi landasannya adalah:
1. Kedaulatan di tangan Syara. Maksudnya adalah Hanya Allah lah yang berhak sebagai pembuat hukum.
2. Kekuasaan di tangan ummat, maksudnya adalah ummat memiliki hak untuk memilih pemimpin, agar pemimpin dapat menegakkan pelaksanaan perintah dan larangan Allah.
Jadi, masihkah berharap pada kebobrokan demokrasi? Atau memilih meninggalkannya?
Wallahu a'lam bi showab