Oleh: Sayyidah Nur K
(Peaktisi Pendidikan-Nganjuk)
Sebagian besar umat islam tertipu dengan demokrasi. Mereka menganggap demokrasi
Sekedar cara memilih pemimpin. Karena itu banyak umat islam menerima demokrasi, sekaligus terlibat aktif dalam proses demokrasi. Tentu dengan harapan bisa memperjuangkan kepentingan islam dan umatnya dengan harapan akan datangnya pemimpin yang membawa kemenangan bagi islam dan umatnya
Sudah menjadi rahasia umum bahwa proses demokrasi sangat mahal. Dan pesta demokrasi juga harus dirogoh mahal oleh peserta pemilu. Semakin tidak dapat mengintervensitinggi jabatan yang diprebutkan, semakin tinggi pula biaya kampanye yang dikeluarkan. Pada titik inilah kepentingan pemodal bertemu. Para caleg dan Capres membutuhkan dana yang besar. Adapun para pemodal membutuhkan pengistimewaan dari penguasa. Jadilah para pemodal sebagai investor pemilu. Mereka membiayai kandidat untuk imbalan KKNN. Karena itu sudah menjadi kewajiban penguasa yang menang pemilu untuk mengabdi pada investornya. Tepatlah dikatakan bahwa demokrasi itu bukan dari, oleh dan utuk rakyat, namun dari, oleh dan untuk penguasa dan pemodal
Islam sebagai agama yang sempurna menempatkan kedaulatann ada ditangan syariah. Ini berarti hanya Allah swt yang berhak menetapkan hukum bagi manusia. Karena itu siapapun penguasanya tidak berwenang membuat UU yng bertentngan dengan syariah.
Para pengusaha tidak dapat mengintervensi pembuat UU agar memberikan pengistimewaan kepada mereka. Para anggota majelis umatpun yang merupakan representasi rakyat dalam proses pemilihannyapun tidak ada kepentingan para pengusaha kepada mereka untuk membuat UU pesanan karena fungsi majelis umat bukan membuat hukum.
Dengan demikian sistem khilafah meniscayakan pemilu yang murah, namun menghasilkan penguasa ynag mumpuni dan pasti berpihak kepada rakyat. Sebab ia hanya menjalankan syariah islam yang sudah fixed. Karakter syariah islam adalah menyejahterakan seluruh rakyat, inilah solusi sesungguhnya