Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Pemilu benar-benar telah menjadi primadona. Kemana-mana kabar pelaksanaannya menjadi buah berita. Belum selesai serangan fajar yang menyita perhatian disusul dengan mencuatnya berbagai kecurangan yang terus menjadi tranding berita.
Kini jatuhnya korban dalam Pemilu tengah menjadi sorotan. Dikutip dari CNN Indonesia (07/05), data sementara secara keseluruhan petugas tewas mencapai 554 orang. Baik dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta dari personel Polri. Selain itu ada ribuan petugas yang harus menjalani proses perawatan, baik rawat inap maupun rawat jalan.
Sangat disayangkan, pesta yang hanya dihelat lima tahun sekali harus memakan banyak korban. Pada pemilihan-pamilihan sebelumnya tidak memakan korban sebanyak ini. Sehingga dalam sejarah demokrasi inilah Pemilu berdarah yang merenggut banyak korban.
Padahal pelaksanakan Pemilu secara serentak bertujuan untuk menekan biaya. Namun yang terjadi justru pembengkakkan biaya karena banyaknya korban yang berjatuhan sehingga harus mengeluarkan biaya lebih bagi keluarganya untuk santunan.
Sebenarnya dengan banyak korban berjatuhan harusnya menjadi renungan bersama. Bahwa bagaimanapun manusia berusaha membuat aturan yang sempurna dengan berbagai antisipasi dan cadangan rencana tak akan mampu mengalahkan aturan milik Allah SWT.
Sayangnya sistem sekuler yang mencengkeram negara berpenduduk muslim mengabaikan kebesaran Allah, sehingga memilih sistem buatan manusia yang mengandalkan akal untuk membuat aturan. Sehingga yang terjadi seperti yang telah kita lihat. Biaya penyelenggaraan Pemilu yang tinggi, rentan kecurangan serta pemimpin yang dihasilkan hanya menyengsarakan rakyatnya.
Pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi hanya mendedikasikan jabatannya untuk para pemodal. Dimana mereka telah menjadi donatur untuk kemenangannya. Maka tak heran jika berbagai kebijakan yang dihasilkan tidak pernah pro terhadap rakyat.
Padahal jika kita menggunakan aturan Islam sebagai jalan setiap problema hidup, termasuk urusan pemilihan pemimpin urusannya tak akan berbelit. Cukup dengan bai'at serta pemimpin tersebut memenuhi syarat sah sebagai Khalifah. Tak akan ada politik uang, kecurangan apalagi tumbal untuk pemenangan. Maka sudah seharusnya kita kembali pada sistem politik Islam yang telah melahirkan pemimpin negarawan. Wallahu 'allam bishowab.