Oleh: Indri Ngesti R Nganjuk
Lonjakan harga bawang putih terjadi di hampir semua daerah di Tanah Air di bulan Ramadan. Kondisi ini dimanfaatkan dengan mengimpor 115.000 ton bawang putih dari Cina. Sebanyak 84.000 ton bawang putih dari Cina segera masuk lewat Jawa Timur. Banjir impor bawang putih akan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur Drajat Irawan (Indonesiainside.id)
/Permainan Licik Para Penguasa/
Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, penunjukkan Bulog untuk mengekspor bawang putih itu tidak akan efektif. Bahkan, INDEF menilai, impor bawang putih berpotensi menimbukan moral hazard atau resiko moral.
Kebijakan impor ini, kata Enny, jelas menafikan keberpihakan dan menimbulkan kerugian terhadap petani bawang putih. Dia memandang, permasalahan bawang putih sebenarnya klasik yang tak kunjung selesai karena persoalan data. Seharusnya, jika pemerintah mengetahui bahwa setiap tahun muncul permasalahan kekurangan stok bawang putih, keputusan impor sudah dilakukan sebelum harga merangkak naik.
Keputusan pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor bawang putih menuai banyak kritik. Pasalnya, jika memang penugasan, impor seharusnya dibiayai oleh APBN karena tujuannya pun untuk buffer stock. Namun, hal ini tidak dapat terjadi karena status Bulog sebagai BUMN. Pada akhirnya, penugasan impor kepada Bulog sifatnya juga mengarah komersialisasi. Potensi terjadinya moral hazard pun bisa semakin besar terjadi. Seperti halnya kasus impor daging, pada akhirnya Bulog menugaskan perusahaan lain untuk melakukan impor, hal ini akan sangat mungkin terjadi pada kasus impor bawang putih. Lagi-lagi bukan kepentingan rakyat yang menjadi prioritas, namun kepentingan pengusaha dalam meraup pundi-pundi rupiah pada mekanisme impor.
/Cara Islam Mengatasi Ketahanan Pangan/
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang putih.
Negara yang memiliki paradigma sahih akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan kebutuhannya. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki langkah strategis untuk mewujudkan hgal tersebut. Sehingga problem pemenuhan kebutuhan akan teratasi.
Syariah Islam sangat menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Dalam Islam, tanah-tanah mati yaitu tanah yang tidak tampak adanya bekas-bekas tanah itu diproduktifkan, bisa dihidupkan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya dengan maksud untuk memproduktifkannya atau menanaminya dan tanah itu menjadi milik orang yang menghidupkannya itu. Rasul bersabda; Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud)..
Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.
Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang kepalanya ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut.
Demikianlah konsep dan nilai-nilai syariah Islam memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pangan. Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi rahmatan lil alamin bila ada institusi negara yang melaksanakannya. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka dalam melayani urusan umat, termasuk persoalan pangan dengan menerapkan syariah yang bersumber dari Allah SWT, pencipta manusia dan seluruh alam raya. Wallahu alam.